Econusa: Hasil Laut Indonesia Hanya Dinikmati Pemodal Besar
Penulis : Kennial Laia
Kelautan
Jumat, 11 Juni 2021
Editor :
BETAHITA.ID - Pengamat isu kelautan dan perikanan Indonesia mengatakan kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Omnibus Law dapat berakibat pada eksploitasi sumber daya laut besar-besaran.
Saat ini pemerintah telah menerbitkan berbagai aturan turunan dari Omnibus Law terkait kelautan dan perikanan. Petunjuk teknis itu diantaranya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan, PP Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berbasis Risiko, dan PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
Menurut Bustar, ketiga aturan turunan tersebut dibahas secara tertutup sehingga tidak membuka ruang pengawasan publik. Selain itu terdapat ketentuan yang kembali mengizinkan kapal asing maupun eks kapal asing beroperasi di perairan Indonesia.
“Nantinya izin kapal bisa sangat cepat tapi ini dibuat untuk investasi asing yang belum tentu mengedepankan prinsip berkelanjutan,” kata Direktur Yayasan EcoNusa Bustar Maitar dalam diskusi virtual, Selasa lalu.
Bustar khawatir, kapal asing yang kembali beroperasi di perairan Indonesia akan mendorong eksploitasi besar-besaran di laut. “Penggunaan kapal eks asing ini kan kapal-kapal milik orang Indonesia tapi dikendalikan pemodal luar,” katanya.
Selain itu, nelayan juga disebut terancam jika kapal asing maupun kapal eks asing diizinkan mengambil ikan di perairan Indonesia. Pasalnya, sebagian besar nelayan Indonesia saat ini menggunakan longboat sehingga ada kemungkinan kalah bersaing dengan kapal besar dari luar.
“Ini nggak fair. Nanti hasil laut kita hanya dinikmati pemodal besar dan nelayan kecil mendapat tidak seberapa,” tutur Bustar.
Pakar Ekonomi Kelautan Dr. Suhana mengatakan, saat ini investasi asing telah mulai masuk ke wilayah Indonesia timur seperti Maluku. Untuk diketahui, saat ini potensi sumber daya perikanan Indonesia berada di perairan seperti Laut Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor bagian timur.
“Jangan sampai investasi asing mengeruk sumber daya Maluku dan dibawa ke negara masing-masing dan tidak berdampak pada masyarakat lokal,” kata Dr. Suhana.