Warga Sangihe:Tanah Kami Ditawar Lebih Murah dari Seikat Kangkung

Penulis : Kennial Laia

Tambang

Rabu, 16 Juni 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  PT Tambang Mas Sangihe saat ini disebut tengah melakukan pendekatan untuk pembebasan lahan kepada masyarakat di Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara. Hal itu guna memuluskan operasi tambangnya selama 33 tahun ke depan.

Berdasarkan nilai jual objek pajak (NJOP) 2019, perusahaan itu disebut akan menebus tanah milik warga sebesar Rp50 juta per hektare. Artinya, tanah itu dihargai Rp5 ribu per meter.

“Lebih mahal harga kangkung di pasar,” kata Elbi Piter, warga Desa Bawone, kepada wartawan, Selasa, 15 Juni 2021.

Namun Elbi menolak kehadiran PT TMS karena harga itu terlalu murah. Menurutnya saat ini masyarakat di Kepulauan Sangihe telah sejahtera lewat penghidupan mandiri dari kegiatan bertani dan melaut. Menurut Elbi, banyak warga menyekolahkan anak-anaknya dari kegiatan itu. 

Kabupaten Kepulauan Sangihe. Foto: Wikimedia/Domain publik

Anggota Save Sangihe Island Jull Takaliuang mengatakan, masyarakat tetap menolak walau ada kenaikan harga. Berdasarkan NJOP 2020, harga itu naik menjadi Rp20 ribu-Rp30 ribu per meter.

Menurut Jull, masyarakat Sangihe lebih menghargai sumber daya alam dikelola secara mandiri ketimbang menjual tanah kepada perusahaan tambang.

“Selama ini masyarakat hidup bahagia dan tenteram dengan pemberian tuhan. Ada kelapa, cengkeh, pala… Itu semua bisa dinikmati dalam waktu lama,” kata Jull.

PT TMS mengantongi izin seluas 42.000 hektare dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Luasnya itu mencakup separuh dari Pulau Sangihe yang hanya seluas 73.698 ha atau 736 kilometer persegi.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil juga melarang adanya aktivitas pertambangan di pulau kecil yang diatur dengan luas 2.000 kilometer persegi.

External Affair and CSR Superintendent PT Tambang Mas Sangihe Bob Priya Husada mengatakan, pihaknya tidak asal-asalan menawar namun memang berdasarkan NJOP yang berlaku pada tahun tersebut.

“Kami tidak mengada-ada, itu berdasarkan NJOP,” katanya dikutip Tirto.