KRISIS IKLIM: Dari Kutub yang Memanas hingga Lapar di Madagaskar
Penulis : Tim Betahita
Perubahan Iklim
Senin, 28 Juni 2021
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Sebuah laporan dari program Copernicus Uni Eropa mengungkapkan, suhu di Kutub Utara meningkat hingga 48 derajat Celcius pada musim panas ini.
Suhu yang diukur dari jarak jauh oleh satelit Copernicus Sentinel-3A dan Sentinel-3B pada 20 Juni 2021, mencatat bahwa Siberia di Lingkar Arktik mengalami gelombang panas terus-menerus.
Dicatatkan suhu permukaan tanah melebihi 35 derajat di seluruh wilayah.
Suhu permukaan tanah bukanlah suhu udara di permukaan tanah dan suhu tersebut sering kali jauh lebih tinggi daripada suhu udara. Hal itu menjadi cara standar untuk mengukur suhu.
Namun, ini seharusnya tidak merusak cuaca yang lebih hangat yang saat ini terjadi di bagian utara Bumi.
Kutub Utara memanas lebih cepat daripada tempat lain di Bumi sebagai akibat dari krisis iklim yang semakin parah.
Dilansir dari IFL Science, Senin (28/6/2021), beberapa ilmuwan lingkungan berpendapat bahwa perubahan cepat di Kutub Utara, membuat wilayah itu memiliki keadaan iklim yang sama sekali berbeda.
Seiring dengan perubahan ini, gelombang panas dan suhu yang melonjak drastis menjadi semakin umum di beberapa bagian Lingkar Arktik, terutama di Siberia.
Suhu sebelumnya pada Juni 2020, memecahkan rekor ketika mencapai 38 derajat Celcius.
Sementara itu, suhu yang terus meningkat mengakibatkan kelaparan di Madagaskar. Hari ini masyarakat Madagaskar terpaksa mengkonsumsi belalang, kaktus, dedaunan, hingga lumpur.
PBB memperingatkan bahwa bencana kelaparan yang melanda Madagaskar akibat dari perubahan iklim ekstrem, membuat kekeringan berkepanjangan selama bertahun-tahun.
Situasi yang memprihatinkan di Madagaskar mendorong Direktur eksekutif Program Pangan Dunia (WFP) David Beasley berkunjung dan ia menggambarkan situasi negara itu "sesuatu yang Anda lihat di film horor”.
Direktur regional WFP untuk Afrika Selatan, Lola Castro yang menemani Beasley ke Madagaskar menyebut krisis kelaparan di Madagaskar itu sangat dramatis. Kemudian, ia dalam sebuah wawancara video dengan wartawan di markas besar PBB di New York memperingatkan, "Yang terburuk akan segera datang."