Masyarakat Sipil Soal Somasi Terhadap ICW: Upaya Kriminalisasi

Penulis : Kennial Laia

Hukum

Sabtu, 31 Juli 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Lebih dari 100 organisasi yang bergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil mengkritisi “pembungkaman” dan “kriminalisasi” yang dialami oleh Indonesia Corruption Watch (ICW). Hal itu terkait penelitian ICW yang menyoroti keterkaitan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dengan produsen ivermectin. 

Sebelumnya pemerintah merekomendasikan ivermectin untuk mengobati pasien Covid-19. Belakangan, berbagai studi, termasuk Organisasi Kesehatan Dunia ternyata tidak merekomendasikan obat tersebut.  

Dalam temuannya baru-baru ini, organisasi antirasuah tersebut menyebut adanya dugaan hubungan antara Moeldoko,  salah satu pejabat perusahaan produsen ivermectin, PT Harsen Laboratories, Sofia Koswara, dan Moeldoko.

Sofia merupakan direktur dan pemilik saham PT Noorpay Perkasa. Putri Moeldoko, Joanina Novinda Rachma, juga disebut memegang saham perusahaan ini. Atas dasar ini, ICW menuding mantan Panglima TNI tersebut.

Poster kampanye hentikan kriminalisasi masyarakat sipil Indonesia. Foto: LBH Pers

Melalui kuasa hukumnya bernama Otto Hasibuan, Moeldoko membantah tudingan pada 29 Juli 2021. Pihaknya melayangkan somasi dan berniat melaporkan ICW ke polisi. Sikap tersebut, menurut Koalisi, memperlihatkan resistensi pejabat publik dalam menerima kritik.

Menurut Koalisi, ICW sedang menjalankan tugas dalam fungsi pengawasan terhadap proses pemerintahan, untuk memastikan tata kelola pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. 

“Terlebih lagi, ICW menuangkan pendapatnya dalam sebuah penelitian yang didasarkan atas kajian ilmiah dengan didukung data dan fakta. Sehingga, tidak salah jika dikatakan bahwa langkah Moeldoko, baik somasi maupun niat untuk memproses hukum lanjutan, merupakan tindakan yang kurang tepat dan berlebihan,” kata Direktur Eksekutif Institute of Criminal Justice Reform Erasmus Napitupulu, Jumat, 30 Juli 2021. 

Erasmus menyebut langkah Moeldoko sebagai upaya “pemberangusan nilai demokrasi” yang dapat menurunkan nilai demokratis di Indonesia. Awal Februari lalu, The Economist Intelligence Unit (EIU) menyatakan, Indonesia menduduki peringkat ke-64 dunia dalam Indeks Demokrasi yang dirilis EIU dengan skor 6.3, angka terendah yang diperoleh Indonesia 14 tahun terakhir.

Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) M Isnur mengatakan, pelaporan Moeldoko itu melanggengkan praktik kriminalisasi terhadap organisasi masyarakat sipil.

Merujuk data SAFENet, dalam kurun waktu 12 tahun terakhir, kriminalisasi menggunakan UU Informasi dan Transaksi Elektronik banyak menyasar masyarakat dari berbagai kalangan, misalnya: aktivis, jurnalis, hingga akademisi. Mayoritas pelapor adalah pejabat publik.

“Ini menandakan belum ada kesadaran penuh dari para pejabat dan elit untuk membendung aktivitas kriminalisasi tersebut, guna mendorong terciptanya demokrasi yang sehat di Indonesia,” kata Isnur.

Julius Ibrani dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI) mengatakan, ICW tidak melakukan pelanggaran hukum seperti dituduhkan Moeldoko.  

Menurut Julius, jika dimaknai sebagai delik pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik jo Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), peraturan itu pada dasarnya memuat alasan pembenar yang relevan ketika dikaitkan dengan penelitian ICW, yakni Pasal 310 ayat (3) KUHP yang mengatur bahwa “tidak merupakan pencemaran, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum”.  

Hal ini dikarenakan adanya Keputusan Bersama Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, dan Kapolri tentang Pedoman Implementasi UU Informasi dan Transaksi Elektronik.

Dalam dokumen tersebut, tepatnya bagian Pasal 27 ayat (3) bagian c disampaikan bahwa bukan delik pencemaran nama baik jika muatannya berupa penilaian atau hasil evaluasi.

“ICW memaparkan temuan dalam konteks kepentingan pemerintah untuk mencegah adanya praktik rente dan konflik kepentingan di tengah situasi kritis akibat pandemi Covid-19, hal yang jelas berhubungan dengan kepentingan publik,” tutur Julius. 

Julius mengatakan, Moeldoko dapat menyampaikan bantahan atas temuan ICW dengan menggunakan hak jawab tanpa menggunakan jalur hukum. “Dalam negara demokrasi, mekanisme ini lah yang harusnya didorong dan ditempuh, bukan dengan ancaman pidana,” tegasnya.

Koalisi Masyarakat Sipil mendesak agar Moeldoko selaku Kepala Staf Kepresidenan mencabut somasi dan mengurungkan niat untuk melanjutkan proses hukum terhadap ICW. Koalisi meminta agar Moeldoko fokus pada klarifikasi temuan dari penelitian.