Studi PBB: Sederet Negara dalam Titik Krisis Pangan

Penulis : Tim Betahita

Perubahan Iklim

Selasa, 03 Agustus 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Laporan bersama hasil orkestrasi antara Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO), dan Program Pangan Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (WFP), mendedahkan data negara-negara yang dalam pantauan akan mengalami krisis pangan. Laporan itu mengatakan krisis iklim, konflik dan guncangan ekonomi terkait COVID-19 akan mendorong kerawanan pangan akut di negara-negara itu.

krisis itu, menurut laporan, akan mulai terasa empat bulan ke depan. Studi dua organisasi itu, mengatakan "kerentanan pangan akut terus meningkat dalam skala dan tingkat keparahan, mulai Agustus hingga November 2021.”

Menurut studi, terdapat 23 negara rawan rawan pangan akut. Mereka adalah Afghanistan, Nigeria, Republik Afrika Tengah, Angola, Republik Demokratik Kongo, Ethiopia, Haiti, Kenya, Republik Rakyat Demokratik Korea, dan Chad.

Lainnya adalah Lebanon, Kolombia, Somalia, Sudan Selatan, Sudan, Sierra Leone, Mozambik, Madagaskar, Myanmar, Liberia, Suriah, Yaman, Amerika Tengah (Guatemala, Honduras, Nikaragua) dan Sahel Tengah (Burkina Faso, Mali dan Niger).

Poster protes tentang krisis iklim. Foto: iglobal.org

Laporan tersebut menekankan lebih dari 4,1 juta orang di seluruh dunia sekarang berisiko jatuh ke dalam kelaparan atau kondisi seperti kelaparan, kecuali mereka menerima bantuan penyelamatan hidup segera.

"Situasi kerawanan pangan akut terus meningkat. Pada 2020, 155 juta orang diperkirakan berada dalam kerawanan pangan akut tinggi di 55 negara, naik 20 juta dari 2019. Tren negatif ini berlanjut hingga 2021," kata laporan yang terbit persisnya Jumat pekan lalu.

Laporan itu mengatakan, di antara titik-titik rawan kelaparan, Afghanistan, Ethiopia, Mali, Myanmar, Nigeria, Somalia, Republik Arab Suriah dan Yaman diklasifikasikan memiliki kendala akses yang ekstrem.

Lalu negara-negara yang tergolong memiliki kendala sangat tinggi antara lain Republik Afrika Tengah, Republik Demokratik Kongo, Mozambik, Niger, Sudan dan Sudan Selatan.

Menurut laporan itu, meningkatnya kekerasan di Nigeria utara dan berlanjutnya inflasi nasional kemungkinan akan meningkatkan kerawanan pangan akut.

"Ini akan meningkatkan risiko beberapa daerah di timur laut jatuh ke tingkat kerawanan pangan yang parah jika situasinya terus memburuk," katanya.

Ia menambahkan bahwa negara-negara dengan jumlah orang yang paling membutuhkan bantuan pangan di dunia adalah Haiti, Honduras, Sudan, dan Suriah.

Laporan tersebut memberikan rekomendasi khusus negara tentang prioritas tindakan antisipatif, intervensi perlindungan jangka pendek yang akan dilaksanakan sebelum kebutuhan kemanusiaan baru terwujud dan tindakan tanggap darurat untuk mengatasi kebutuhan kemanusiaan yang ada.

“Tindakan kemanusiaan yang ditargetkan sangat dibutuhkan untuk menyelamatkan nyawa dan mata pencaharian di 23 negara. Apalagi, di 5 negara ini, tindakan kemanusiaan sangat penting untuk mencegah kelaparan dan kematian,” kata laporan itu.

QU Dongyu, Direktur Jenderal FAO, mencatat bahwa sebagian besar dari mereka yang berada di ambang batas adalah petani.

“Selain bantuan pangan, dunia harus melakukan semua yang bisa dilakukan untuk membantu mereka melanjutkan produksi pangan sendiri sehingga keluarga dan masyarakat dapat kembali ke swasembada dan tidak hanya bergantung pada bantuan untuk bertahan hidup,” kata Direktur FAO.