Advokat Pembela Mahasiswa Papua Merasa Dikriminalisasi

Penulis : Tim Betahita

Hukum

Jumat, 06 Agustus 2021

Editor :

BETAHITA.ID -  Direktris Lembaga Bantuan Hukum Bali Ni Kadek Vany Primaliraning menganganggap pelaporan terhadap dirinya atas tuduhan makar sebagai kriminalisasi. Dia menilai pelapornya tak paham tugas advokat.

“Pelaporan advokat sekaligus aktivis HAM merupakan upaya kriminalisasi sekaligus pelemahan kerja kerja bantuan hukum dan rasisme terhadap kawan-kawan Papua, menciderai konstitusi dengan melakukan pembatasan hak atas bantuan hukum,” kata Vany dalam diskusi daring, kemarin.

Vany mempertanyakan bagaimana advokat yang sedang menjalankan tugasnya justru dituding memfasilitasi makar dan menjadikan konstitusi RI sebagai korban. Menurut dia, LBH Bali justru sedang melaksanakan mandat konstitusi dengan memberikan bantuan hukum, mengimplementasikan praduga tak bersalah, asas persamaan di depan hukum, asas legalitas.

Vany mengatakan tindakan LBH Bali mendampingi aksi damai Aliansi Mahasiswa Papua pada 31 Mei 2021 didasarkan atas surat permohonan pendampingan hukum no 09/AMP-KK-BALI/III/2021 tertanggal 27 Mei 2021. Sehingga LBH Bali sedang menjalankan mandat konstitusi yakni Pasal Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28 ayat (1) dan Pasal 34 ayat (1) dalam UUD 1945 dan UU 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum pada poinnya melindungi serta menjamin hak warga negara akan kebutuhan akses terhadap keadilan dan kesamaan di hadapan hukum.

Puluhan peserta aksi yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua dan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua berunjukrasa di depan Gedung Sate, Bandung, Rabu, 7 April 2021. Pengunjukrasa menuntut penutupan perusahaan tambang PT Freeport McMoran menutup operasinya yang sudah berlangsung sejak 1967. [Adi Marsiela-Tim Betahita]

UU tersebut juga menjamin setiap warga negara terhindar dari perlakuan dan tindakan tidak terpuji atau tindakan sewenang-wenang dari aparat penegak hukum. “Setiap warga negara punya hak atas bantuan hukum atas tindak pidana apapun,” kata dia.

LBH Bali menilai pelaporan yang dilakukan oleh seorang berinisial RAP ke polisi atas dugaan makar dan pemufakatan makar pada 2 Agustus 2021 merupakan tindakan yang mengada-ada, serta merupakan bagian dari kriminalisasi perempuan aktifis HAM dan penguatan rasisme di Bali. Pelapor yang merupakan aktivis ormas dianggap perlu dipertanyakan eksistensi dan rekam jejaknya.

LBH Bali meniliai pelaporan itu bisa diduga sebagai laporan palsu. Dia menyayangkan kepolisian yang tidak melakukan edukasi terhadap pelapor. “Menyayangkan pihak aparat kepolisian yang tidak melakukan edukasi terhadap pelapor pada saat melakukan pelaporan sebagai tegaknya asas legalitas dan pendalaman pengetahuan HAM,” kata dia.

TEMPO|