Koruptor Jadi Komisaris BUMN, Koalisi BI: Tidak Pantas!
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
PLTU
Sabtu, 07 Agustus 2021
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Emir Moeis, politikus senior PDI Perjuangan sekaligus mantan terpidana korupsi suap pembangunan 6 bagian Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1000 MW di Tarahan, Lampung, didapuk sebagai komisaris di PT Pupuk Iskandar Muda, anak perusahaan PT Pupuk Indonesia (Persero). Koalisi Bersihkan Indonesia (BI) menilai, pengangkatan koruptor, Emir Moeis, sebagai komisaris anak perusahaan BUMN tidaklah pantas dilakukan. Bahkan hal itu merupakan bentuk ketiadaan komitmen pemerintah terhadap pemberantasan korupsi.
Berdasarkan informasi yang dimuat dalam situs resmi PT Pupuk Iskandar Muda, Emir Moeis telah menduduki posisi komisaris selama lebih dari 6 bulan, tepatnya sejak 18 Februari 2021. Pengangkatan Emir Moeis menguak persoalan klasik mengenai kriteria pemilihan komisaris di BUMN dan anak BUMN.
Peneliti Trend Asia, Andri Prasetiyo menyatakan, pengangkatan Emir Moeis, mantan koruptor di sektor energi kotor batu bara yang memperoleh vonis ringan dan bahkan kedapatan sempat plesir kala ditahan, sebagai komisaris, semakin mempertegas komitmen pembenahan BUMN oleh jajaran pemerintahan Presiden Joko Widodo adalah bualan.
"Emir Moeis, dengan rekam jejaknya, jelas tidak layak menjabat posisi tersebut dan harus segera diberhentikan. Jika tiada langkah tegas, ke depannya BUMN sangat mungkin akan terus diisi oleh tidak sedikit mantan koruptor yang masih memiliki kedekatan dengan kekuasaan," kata Andri, dalam rilis publik disampaikan Koalisi Bersihkan Indonesia, Jumat (6/8/2021).
Menengok ke belakang, Emir Moeis pernah terbukti menerima uang sebesar USD423.985 atau sekitar Rp6,3 miliar dari Konsorsium Alstom Power Inc. (Marubeni Corp, Alstom Power Inc, dan Alstom Power ESI) karena telah membantu konsorsium perusahaan tersebut dalam tender pembangunan PLTU Tarahan Lot 3 (Steam Generator dan Auxiliaries).
Emir Moeis kala menerima uang tersebut, menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI periode 2000-2003. Emir Moeis dinyatakan bersalah dan divonis pidana penjara 3 tahun dan denda Rp150 juta pada April 2014.
Koalisi Bersihkan Indonesia menilai kasus korupsi dalam pengadaan PLTU Tarahan juga masih dapat dikembangkan karena masih ada nama-nama yang telah disebutkan dalam persidangan, tetapi belum ditindak.
"Negara seharusnya dapat melakukan penyitaan terhadap hasil dari tindak pidana Emir Moeis dan juga mengakumulasikan dakwaan tindak pidana korupsi Emir Moeis dengan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Pengangkatan Emir Moeis sebagai komisaris justru bertolak belakang dengan upaya itu," ujar Egi Primayogha, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW).
Pendakwaan TPPU kepada Emir Moeis bisa dilakukan karena adanya upaya penyamaran asal uang suap melalui PT Artha Nusantara Utama (ANU) yang dimiliki oleh Armand Emir Moeis, yang tak lain adalah anak Emir Moeis, dan Zuliansyah Putra Zulkarnain, yang diketahui merupakan staf ahli Emir Moeis.
Yang mana perjanjian kerja sama bisnis batu bara antara PT Pacific Resources dengan PT ANU di Berau, Kalimantan Timur. Perjanjian tersebut ditujukan untuk menyamarkan uang suap dari Pirooz Muhammad dan PT Pacific Resources, perantara suap, kepada Emir Moeis.
Selain gagal dalam memberikan efek jera kepada koruptor, pengangkatan Emir Moeis sebagai komisaris di PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) juga menunjukkan celah hukum dalam persyaratan formal dewan komisaris PT PIM. Berdasarkan Board Manual PT PIM, persyaratan formal dewan komisaris adalah tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan atau yang berkaitan dengan sektor keuangan dalam kurun waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya.
Emir Moeis diketahui telah bebas dari penjara sejak Maret 2016. Meski begitu, komisaris juga diwajibkan memiliki kompetensi teknis/keahlian dalam melakukan fungsi pengawasan dan memberikan nasihat. Selain itu, PT PIM juga menyatakan bahwa perusahaannya telah menerapkan Sistem Manajemen Anti Suap ISO 37001:2016 sejak April 2020.
"Pengangkatan eks narapidana korupsi sebagai komisaris di anak perusahaan BUMN menunjukkan praktik buruk dalam tata kelola BUMN dan juga menimbulkan keraguan apakah komisaris mampu melakukan tugasnya dengan baik dalam melakukan pengawasan dan menjadi role model anti korupsi bagi karyawan PT Pupuk Iskandar Muda," ujar Ferdian Yazid, peneliti Transparency International Indonesia (TII).