Evaluasi KPK jadi Senjata Bupati Sorong Lawan Penggugat

Penulis : Tim Betahita

Hukum

Selasa, 14 September 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Sidang lanjutan perkara pencabutan izin operasional perusahaan sawit PT Inti Kebun Lestari (IKL) oleh Bupati Sorong, Jhonny Kamuru ke PTUN Jayapura berlanjut dengan agenda mendengarkan jawaban tergugat. Dalam kesempatan itu, Tim Kuasa Hukum BUpati Sorong menggunakan analisis Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai senjata pencabutan izin.

Dalam siaran pers yang diterbitkan, tim kuasa hukum berpendapat dalam pokok perkara menolak gugatan PT IKL. Alasan penolakan, menurut tim pemerintah, karena pencabutan Izin Lingkungan, Izin Lokasi dan Izin Usaha Perkebunan yang dikeluarkan Bupati dan Kepala Kepala Dinas PMPTSP Kabupaten Sorong telah sesuai dengan prosedur. “Pencabutan tersebut merupakan tindakan merupakan hal yang “urgent” dan “extraordinary” mengingat PT IKL tidak patuh pada ketentuan perijinan yang diberikan,” kata mereka.

Tindakan Pemerintah Kabupaten Sorong, lanjut tim hukum, merupakan upaya penyelamatan kawasan hutan di wilayahnya dan melindungi masyarakat adat dalam semangat Otonomi Khusus Papua yang berada dalam konsensi hutan yang diberikan kepada PT IKL. Tindakan Bupati Sorong dan jajaran aparat Kabupaten Sorong merupakan bagian dari Instruksi Presiden untuk melakukan penertiban perizinan perkebunan sawit, sebagaimana tertuang dalam Inpres Instruksi Presiden Nomor 8 tahun 2018. tentang Penundaan dan Evaluasi Penundaan Dan Evalusi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit (Inpres Moratorium Sawit).

Lebih lanjut, tim kuasa hukum juga mengemukakan hasil analisis dan evaluasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK), soal PT IKL yang memiliki riwayat ketidakpatuhan terhadap persyaratan perijinan yang diberikan sejak 2009, antara lain berupa:

Bupati Sorong Johny Kamuru (tengah) bersama masyarakat adat yang datang memberikan dukungan pada sidang perdana gugatan perusahaan sawit di PTUN Jayapura, Selasa, 24 Agustus 2021. Foto: Istimewa

1. PT IKL tidak mempunyai Hak Guna Usaha sebagai persyaratan utama beroperasinya sebuah perkebunan sawit. Tanpa HGU maka aktivitas penamanan tidak dapat dilakukan.

2. Perusahaan tidak mematuhi kewajiban dalam Ijin Usaha Perkebunan termasuk:

* Tidak memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat bersamaan dengan pembangunan kebun perusahaan paling lama 3 (tiga) tahun sejak ijin IUP diterbitkan;
* Tidak melakukan kemitraan dengan pekebun, karyawan dan masyarakat setempat; * Tidak merealisasikan pembangunan kebun, dan unit pengolahan sesuai dengan studi tekhnis dan peraturan perundangan;
* Tidak melaporkan perubahan komposisi kepemilikan saham;

3. Tidak ada negoisasi dengan warga masyarakat yang tinggal di areal konsesi perkebunan.

“Pelanggaran yang dilakukan oleh PT IKL tidak dapat dibiarkan terus menerus sehingga perlu tindakan tegas dari Pemerintah berupa pencabutan perijinan,” ujar Pieter Ell, ketua tim kuasa hukum Bupati Sorong.

Selain itu, dalam eksepsi, Bupati Sorong juga menolak semua dalil gugatan PT IKL secara formal maupun materiil. Sebab bupati menilai penggugat tidak mempunyai legal standing dalam perkara ini. “Gugatan kabur alias tidak jelas (obscuur libele) karena tidak sistematis dan mencampur adukkan lebih dari satu obyek sengketa yang berbeda dalam satu perkara,” ujarnya.

Sejatinya, ada empat perusahaan yang izinnya dicabut oleh Bupati, yakni PT Cipta Papua Plantation yang berlokasi di Distrik Mariat dan Sayosa dengan lahan seluas 15.671 ha. PT Papua Lestari Abadi yang berlokasi di Distrik Segun dengan luas lahan 15.631 ha.

PT Sorong Agro Sawitindo yang berlokasi di Distrik Segun, Klawak dan Klamono dengan luas lahan 40.000 ha, serta PT Inti Kebun Lestari yang berlokasi di Distrik Salawati, Klamono dan Segun dengan luas lahan 34.400 ha.