Bank Dunia: Migrasi Besar Siap Terjadi Terpicu Krisis Iklim
Penulis : Sandy Indra Pratama
Perubahan Iklim
Rabu, 15 September 2021
Editor :
BETAHITA.ID - Sebuah laporan Bank Dunia mengisyaratkan bahwa perubahan iklim bisa memaksa 216 juta orang di enam kawasan untuk bermigrasi dalam 30 tahun ke depan. Migrasi sebagian besar akan terjadi di negara-negara di mana naiknya permukaan laut, kelangkaan air dan penurunan produktivitas tanaman akan menyebabkan tekanan pada kota dan daerah pusat perkotaan.
Semua prediksi itu tertuang dalam laporan Bank Dunia yang bertajuk “Groundswell Part 2”. Bank Dunia menyimpulkan pendorong kuat lain selain faktor alam yang terpengaruh perubahan iklim, kehilangan mata pencaharian adalah alasan besar untuk melakukan migrasi.
Laporan iklim Groundswell yang pertama diterbitkan pada 2018 dan merincikan proyeksi dan analisis bagi tiga kawasan dunia: sub-Sahara Afrika, Asia Selatan dan Amerika Latin. Sementara “Groundswell 2” melakukan studi serupa di Asia Timur dan Pasifik, Afrika Utara, dan Eropa timur dan Asia Tengah.
Kedua studi itu memaparkan skenario berbeda untuk mengeksplorasi kemungkinan dampak pada masa depan serta mengidentifikasi titik-titik migrasi di masing-masing kawasan. Titik yang dimaksud adalah area yang kemungkinan akan ditinggalkan dan yang akan didatangi.
Groundswell 2.0, memodelkan dampak perubahan iklim di enam wilayah, menyimpulkan bahwa “titik panas” migrasi iklim akan muncul segera setelah tahun 2030 dan meningkat pada tahun 2050. Dampak terparah akan menghantam bagian termiskin di dunia.
Afrika Sub-Sahara sendiri akan menyumbang 86 juta migran internal, dengan 19 juta lebih di Afrika Utara, laporan itu menunjukkan, sementara 40 juta migran diperkirakan berada di Asia Selatan dan 49 juta di Asia Timur dan Pasifik.
“Migrasi akan memberikan tekanan yang signifikan pada daerah pengirim dan penerima, membebani kota dan pusat kota dan membahayakan kemajuan pembangunan,” seperti yang disebutkan laporan Groundswell 2.0. “Konflik dan krisis kesehatan dan ekonomi seperti yang dipicu oleh pandemi COVID-19 dapat memperburuk situasi.”
Peneliti mengatakan temuan mereka harus dilihat sebagai panggilan mendesak kepada pemerintah regional dan nasional dan komunitas global untuk bertindak sekarang untuk mengurangi gas rumah kaca, menutup kesenjangan pembangunan dan memulihkan ekosistem. Melakukan hal itu, kata mereka, dapat mengurangi jumlah migrasi itu hingga 80 persen menjadi 44 juta orang.
“Kami sudah terjebak dalam sejumlah pemanasan, jadi migrasi iklim adalah kenyataan,” kata Kanta Kumari Rigaud, spesialis lingkungan utama Bank Dunia
Untuk menghambat faktor pendorong migrasi iklim dan menghindari skenario terburuk, laporan itu merekomendasikan serangkaian langkah yang bisa diambil oleh para pemimpin dunia, termasuk mengurangi emisi global sejalan dengan tujuan yang diterapkan dalam perjanjian iklim Paris 2015. Laporan itu juga mengimbau untuk mengambil langkah guna memahami faktor-faktor pendorong migrasi iklim internal, supaya bisa mengembangkan kebijakan yang sesuai.