Mendedah Dugaan Praktik Ilegal PT Kallista Alam

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Hukum

Jumat, 17 September 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - PT Kallita Alam diduga melakukan praktik aktivitas ilegal. Karena PT Kallista diduga masih melakukan tindakan, menggunakan dan memanfaatkan segala asetnya yang ada di dalam areal Hak Guna Usaha (HGU). Padahal pada 2014 lalu, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Meulaboh telah mengeluarkan Putusan bersalah melakukan perbuatan melawan hukum kepada PT Kallista, dan menetapkan Sah dan Berharga Sita Jaminan atas tanah, bangunan dan tanaman di atas lahan Sertifikat HGU Nomor 27 seluas 5.769 hektare.

Merujuk pada laporan hasil investigasi Rainforest Action Network (RAN) yang dirilis pada 2020 lalu, PT Kallista diketahui melakukan aktivitas pemanenan buah kelapa sawit di kebun yang berada di sebelah kebun sawit yang sedang bermasalah atau berperkara hukum. Kebun bermasalah dimaksud adalah kebun seluas 1.605 hektare yang izin usaha perkebunannya (IUP) dicabut oleh pemerintah daerah, dikarenakan sekitar 1.000 hektare di antaranya terbukti dibakar oleh PT Kallista dalam proses pembukaan lahan pada periode 2009-2012 lalu.

"Perkebunan (PT Kallista) yang kami pantau itu luasnya lebih dari 6.500 hektare. Dan sampai saat ini statusnya belum jelas, karena perkebunan ini masih beroperasi dan diperoleh tanpa persetujuan masyarakat di daerah Kuala Senayam. Dan itu sebetulnya masuk di wilayah lahan gambut dan hutan Tripa yang menjadi habitat orangutan sumatera," Koordinator Komunikasi RAN untuk Indonesia, Leoni Rahmawati, Kamis (16/9/2021).

Lebih lanjut Leoni menjelaskan, PT Kallista memiliki dua konsesi. Pada awal 1990-an, Presiden Suharto, membagi wilayah luas hutan hujan dataran rendah Sumatera yang kaya dan tanah masyarakat lokal untuk pengembangan kelapa sawit, penebangan hutan dan perkebunan kayu (pulp). PT Kallista Alam adalah satu dari lima perusahaan yang diberikan izin untuk menebangi hutan hujan atau rawa gambut Tripa yang signifikan secara global di Provinsi Aceh, Sumatera dan menggantinya dengan perkebunan kelapa sawit.

Tampak dari ketinggian bekas kebakaran di lahan rawa gambut Tripa yang berada dalam areal izin PT Kallista Alam. Foto ini diambil pada 19 November 2013./Foto: Paul Hilton/RAN

PT Kallista diberikan satu konsesi untuk membuka lahan seluas total 6.888 hektare tanah dan melanjutkan untuk mengembangkan tanah tanpa persetujuan masyarakat setempat. PT Kallista telah membuka semua hutan di area konsesi awal ini dan telah mengembangkan perkebunan kelapa sawit yang sekarang sebagian besar produktif.

Pada 2011, PT Kallista memperoleh izin dari mantan Gubernur Aceh Irwandy Yusuf untuk memperpanjang konsesi mereka seluas 1.605 hektare lainnya dari rawa gambut Tripa. Ekspansi PT Kallista ke bagian baru rawa gambut Tripa ini kemudian menjadi kontroversial pada 2012, ketika rekaman kebakaran buatan manusia yang dihasilkan dari kebakaran yang membakar hutan disiarkan di televisi dan jaringan online di seluruh dunia.

Karena tingginya tingkat kepedulian masyarakat atas kebakaran rawa Tripa, Gubernur Aceh Zaini Abdullah pada 2012 lalu akhirnya mencabut izin baru PT Kallista yang mengubah 1.605 hektare rawa gambut Tripa menjadi perkebunan kelapa sawit. Di atas lahan 1.605 hektare tersebut lebih dari 30 persen areanya telah dibuka dan ditanami kelapa sawit.

"Investigasi RAN menampilkan gambar buah kelapa sawit yang dipanen dari PT Kallista Alam sedang diangkut ke pabrik minyak sawit mentah terdekat. Gambar ini mendokumentasikan TBS (tandan buah segar) sawit dari konsesi yang lebih baru," kata Leoni, Kamis (16/9/2021).

Selain itu, lanjut Leoni, dari hasil penyelidikan yang dilakukan RAN pada rentang waktu September 2019 hingga November 2019, PT Kallista juga diduga kuat masih melakukan aktivitas produksi crude palm oil (CPO) atau minyak sawit di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang terletak di dalam konsesinya. CPO tersebut bahkan diketahui disuplai ke refinery atau kilang milik PT Permata Hijau Palm Oleo di Belawan, Sumatera Utara.

Hal tersebut dibuktikan dengan bukti kwitansi PT Permata Hijau Palm Oleo, pembelian minyak sawit mentah dari PT Kallista Alam, tertanggal 25 November 2019 dan dokumen delivery order minyak sawit mentah dari PT Kallista Alam ke kilang PT Permata Hijau.

"Semenjak kasus itu kami ungkap dan kami sampaikan ke Permata Hijau, maupun ke merek-merek seperti Nestle, Mars dan lainnya. Ada komitmen sih dari Permata Hijau, mereka merespon dan mereka mengeluarkan surat peryataan kalau akan berhenti menerima suplai dari PT Kallista Alam."

Pihak Permata Hijau Group dalam pernyataan publiknya pada laman website resminya menyebutkan, berdasarkan tinjauan internal menyeluruh terhadap daftar pemasok, ditemukan bahwa pihak Permata Hijau benar-benar masih membeli CPO dari PT Kallista pada semester II tahun 2019.

Permata Hijau juga menilai, kelanjutan pembelian CPO dari PT Kallista Alam dan kegagalan untuk memasukkannya ke dalam daftar pemasok adalah kesalahan yang disayangkan dan tidak dapat diterima, yang seharusnya tidak terjadi sejak awal dan sangat disesali. Permata Hijau bahkan menyebut hal kekhilafan itu merupakan penghinaan terhadap visi dan nilai-nilai perseroan dan Permata Hijau akan memastikan bahwa hal itu tidak terjadi lagi di masa depan. Pihak Permata Hijau menegaskan telah menghentikan semua hubungan komersial dengan PT Kallista Alam mulai berlaku pada 10 Juni 2020 lalu.

Segala Aktivitas Pengelolaan Perkebunan PT Kallista Alam di Areal HGU Menjadi Ilegal

Temuan RAN yang menunjukan masih adanya aktivitas penelolaan usaha perkebunan oleh PT Kallista Alam pada 2019 lalu, termasuk produksi CPO, menguatkan dugaan praktik ilegal atau tidak sah yang telah dilakukan oleh PT Kallista Alam.

Karena sejak PN Meulaboh mengeluarkan Putusan Nomor 12/PDT.G/2012/PN.MBO dan menjatuhkan vonis bersalah melakukan perbuatan melawan hukum kepada PT Kallista Alam, karena melakukan pembakaran lahan rawa gambut Tripa seluas 1.000 hektare selama periode 2009-2012, maka perusahaan itu kehilangan haknya untuk melakukan kegiatan usaha perkebunan.

Karena selain dijatuhi kewajiban membayar ganti rugi sebesar Rp114.303.419.000 dan diwajibkan memulihkan lahan yang terbakar seluas 1.000 hektare dengan biaya sebesar Rp251.765.250.000, Majelis Hakim PN Meulaboh dalam Putusan tersebut juga menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang diletakkan di atas tanah, bangunan dan tanaman di atas lahan dengan Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) Nomor 27 dengan luas 5.769 hektare.

Artinya sejak Majelis Hakim PN Meulaboh mengeluarkan Putusan itu, PT Kallista dilarang menggunakan dan memanfaatkan segala aset tanah, bangunan dan tanaman di areal HGU itu. Apalagi, pada 22 Januari 2019, PN Meulaboh mengeluarkan Penetapan lelang lahan yang pelaksanaannya didelegasikan ke Ketua PN Suka Makmue. Yang mana segala aset, baik berupa tanah, bangunan dan tanaman di atas lahan HGU Nomor 27 seluas 5.769 hektare itu ditetapkan sebagai objek lelang.

Direktur Hukum, Yayasan Auriga Nusantara, Roni Saputra bilang, apabila PT Kallista masih melakukan pemanenan pada tanaman sawit yang berada di dalam areal HGU, setelah Majelis Hakim PN Meulaboh mengeluarkan Putusan Nomor 12/PDT.G/2012/PN.MBO, maka PT Kallista bisa dianggap melakukan praktik ilegal. Hal tersebut juga berlaku bagi aktivitas produksi minyak sawit di PKS, bilamana lokasi PKS berada di dalam HGU.

"Yang tidak boleh itu terhadap objek yang masuk dalam sita jaminan. Putusannya menyebutkan tanah, bangunan dan tanaman di atas HGU No. 27. Kegiatan apapun (dalam areal HGU) tidak boleh," kata Roni, Kamis (16/9/2021).

Menurut Roni, apabila benar PT Kallista Alam masih melakukan kegiatan dan masih menggunakan serta memanfaatkan segala aset di dalam areal HGU, yang telah ditetapkan Sah dan Berharga Sita Jaminan, maka pihak KLHK sebagai Pemohon Lelang, seharusnya melaporkan PT Kallista Alam ke kepolisian.

Roni menguraikan, dalam sengketa perdata dikenal satu istilah, yaitu sita jaminan yang dalam bahasa asalnya adalah conservatoir beslag (CB). CB secara sederhana diartikan sebagai suatu tindakan persiapan untuk menjamin dapat dilaksanakannya putusan perdata.

Apabila pengadilan menyatakan Sah dan Berharga Sita Jaminan maka terhadap barang yang diminta untuk dijaminkan tersebut tidak boleh dialihkan atau dijual, hal itu diatur dalam pasal 197 ayat 9, pasal 199 Herzien Inlandsch Reglement (HIR) atau hukum acara, dan hak atas objek yang dijaminkan menjadi hilang sementara dan memaksa pemilik benda untuk melakukan prestasi tertentu.

"Berdasarkan ketentuan pasal 197 ayat 9, pasal 199 HIR, maka objek yang masuk dalam sita jaminan dalam keadaan status quo dan berada di bawah pengawasan pengadilan. Pihak manapun tidak boleh melakukan tindakan apapun di atas objek tersebut."

Apabila atas objek yang dinyatakan sah sita jaminan, imbuh Roni, maka pemegang hak (pemilik) tidak boleh mengusahakan apapun atas objek, termasuk memindahtangankan dan mengambil hasil dari objek. Kemudian apabila larangan itu tetap dilakukan, maka dapat dikenakan pidana, sebagaimana ketentuan pasal 227 KUHP yang berbunyi, Barang siapa melaksanakan suatu hak, padahal ia mengetahui bahwa dengan putusan hakim hak tadi telah dicabut, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.

Alur Waktu Rawa Tripa Menuntut Pemulihan:

  • 10 Maret 2008 Rawa Tripa yang berada dalam Kawasan Ekosistem Lauser (KEL) ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) untuk pelestarian lingkungan hidup.
  • 25 September 2010 PT Kallista Alam mengirim surat kepada BP2T yang isinya memuat UKL/UPL, izin lokasi dan izin prinsip untuk perkebunan Sawit di Rawa Tripa dengan luas 1.896 ha.
  • 27 Oktober 2010 Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T) mengirim Telaah Staf kepada Gubernur Aceh yang isinya menyatakan seluruh areal yang diajukan oleh PT Kallista Alam masuk ke dalam KEL.
  • 22 Maret 2011 Badan Pengelola Kawasan Ekosistem Leuser (BPKEL) mengirim surat ke BP2T perihal PT Kallista Alam telah melakukan pembersihan dan penanaman di Rawa Tripa.
  • 26 April 2011 Tim Polda Aceh Bersama dengan BPKEL melakukan pemeriksaan lapangan, dan ditemukan kegiatan land crealing lebih kurang seluas 350 ha.
  • 18 Mei 2011 BPKEL membuat laporan dugaan pembukaan lahan tanpa izin ke Polda Aceh
  • 21 Mei 2011 Polda Aceh mulai melakukan penyelidikan dengan melakukan pemeriksaan atas laporan BPKEL.
  • 8 Agustus 2011 Polda Aceh menggelar Perkara, dan berkesimpulan tidak terpenuhi unsur tindak pidana yang dilaporkan oleh BPKEL.
  • 11 April 2012 dan 26 Juli 2012 Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan melaporkan terdapat titik panas (hotspot) yang mengindikasikan terjadinya kebakaran/dugaan pembakaran lahan di Rawa Tripa.
  • November 2012 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap PT Kallista Alam dengan register perkara Nomor 12/Pdt.G/2012/PN. Mbo.
  • 8 Januari 2014 Majelis Hakim memutus perkara Nomor 12/Pdt.G/2012/PN. Mbo dengan amar menyatakan PT Kallista Alam telah melakukan perbuatan melawan hukum dan dijatuhi kewajiban membayar ganti rugi sebesar Rp114.303.419.000,00, dan memulihkan lahan yang terbakar seluas 1.000 hektare dengan biaya sebesar Rp251.765.250.000,00 dan sah sita jaminan atas tanah, bangunan dan tanaman di Sertifikat Hak Guna Usaha No. 27 dengan luas 5.769 hektare.
  • 17 Januari 2014 PT Kallista mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Banda Aceh atas Putusan PN Meulaboh Nomor 12/Pdt.G/2012/PN. Mbo.
  • 5 Agustus 2014 Majelis Hakim Banding memutuskan perkara dengan putusan pada intinya menolak permohonan Banding.
  • September 2014 PT Kallista mengajukan Kasasi atas putusan PT Banda Aceh Nomor 50.PDT/2014/PT.BNA.28 Agustus 2015 Majelis Hakim Kasasi mengeluarkan keputusan yang pada intinya menolak permohonan kasasi.
  • 28 September 2016 PT Kallista Alam mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung melalui Pengadilan Negeri Meulaboh.
  • 3 November 2016 KLHK mengajukan permohonan aanmaning kepada Ketua Pengadilan Negeri Meulaboh, yang pada intinya meminta pelaksanaan eksekusi putusan Kasasi Mahkamah Agung.
  • 8 November 2016 PN Meulaboh mengeluarkan surat Nomor: 12/Pen.Pdt.Eks/2016/PN-Mbo yang isinya penundaan eksekusi yang diajukan KLHK sampai turunnya putusan Peninjauan Kembali dari Mahkamah Agung karena pada 28 September 2016.
  • 8 Februari 2017 KLHK kembali mengajukan aanmaning kepada Ketua PN Meulaboh.
  • 18 April 2017 Majelis Hakim Peninjauan Kembali mengeluarkan Putusan Nomor 1 PK/Pdt/2017 yang pada intinya menolak permohonan peninjauan kembali.
  • 13 Juni 2017 Kuasa hukum PT Kallista Alam mengajukan permohonan perlindungan hukum kepada ketua pengadilan negeri meulaboh.
  • 22 Juni 2017 PT Kallista mengajukan gugatan ke PN Meulaboh dengan tergugat KLHK, Koperasi Bina Usaha Kita, BPN Provinsi Aceh, dan Dinas Penanaman Modal Aceh dengan Perkara No. 14/Pdt.G/2017/PN.Mbo.
  • 20 Juli 2017 Majelis Hakim PN Meulaboh mengeluarkan penetapan No. 1/Pen/Pdt/Eks/2017/PN.Mbo yang intinya mengabulkan permohonan perlindungan hukum, dan menunda pelaksanaan eksekusi terhadap putusan No. 12/Pdt.G/2012/PN.Mbo.
  • 26 Juli 2017 Sidang Perdana di Pengadilan Negeri Meulaboh yang menetapkan PT Kallista Alam mencabut gugatannya, dan pada tanggal yang sama PT Kallista mengajukan kembali gugatan dengan No. 16/Pdt.G/2017/PN.Mbo.
  • 12 April 2018 Majelis Hakim PN Meulaboh memutus perkara No. 16/Pdt.G/2017/PN.Mbo menyatakan Putusan No. 1 PK/PDT/2015 tidak mempunyai titel eksekutorial.
  • 4 Oktober 2018 Pengadilan Tinggi Banda Aceh membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Meulaboh No. 16/Pdt.G/2017/PN.Mbo.
  • 2 Januari 2019 Tengku Ilyas, Cs mengajukan gugatan perlawanan terhadap Putusan Putusan No. 1 PK/PDT/2015.
  • 22 Januari 2019 Pengadilan Negeri Meulaboh mengeluarkan Penetapan lelang lahan yang pelaksanaannya didelegasikan ke Ketua PN Suka Makmue.
  • 18 Februari 2019 Koperasi Bina Usaha Kita mengajukan gugatan terhadap Putusan Putusan No. 1 PK/PDT/2015.
  • 22 Juli 2019 PT Kalista Alam mengajukan perlawanan terhadap penetapan lelang yang dikeluarkan PN Meulaboh.
  • 23 Juli 2019 Sulaeman CS mengajukan gugatan perlawanan Putusan Putusan No. 1 PK/PDT/2015.
  • 26 November 2019 Majelis Hakim Pengadilan Negeri Suka Makmoe menolak seluruh gugatan yang diajukan oleh Tengku Ilyas, Cs, sekaligus mengeluarkan surat penetapan untuk eksekusi lahan PT Kallista Alam.

Sumber: Yayasan Auriga Nusantara

Eksekusi Lelang Aset PT Kallista Alam, PN Suka Makmue: Masih Menunggu Appraiser Baru

Di kesempatan berbeda, Juru Bicara/Humas PN Suka Makmue Rangga Lukita Desnata menyampaikan, PN Suka Makmue masih menunggu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengajukan Appraiser atau penilai publik baru yang akan menggantikan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Pung's Zulkarnain dan Rekan yang sudah mengundurkan diri untuk menghitung aset Termohon Eksekusi (PT Kallista Alam).

Rangga menguraikan, pada 25 Januari 2019 PN Suka Makmue menerima surat dari PN Meulaboh Nomor W1.U8/201/HK.02/I/2019 tertanggal 22 Januari 2019, yang pada pokoknya meminta bantuan untuk melaksanakan penjualan secara umum atau lelang dengan perantara Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Wilayah Banda Aceh atas aset PT Kallista Alam.

"Pada tanggal 4 Maret 2019, PN Suka Makmue menerima surat Kuasa Pemohon Eksekusi tanpa tanggal yang meminta PN Suka Makmue menetapkan Penilai Publik (Appraisal) yaitu, 1. KJPP Damianus Ambrur & Rekan; 2. KJPP Abdullah Fitriantoro & Rekan; 3. KJPP Pung's Zulkarnain dan Rekan untuk melakukan penilaian terhadap aset tersebut (PT Kallista Alam)," kata Rangga dalam siaran pers yang disampaikan, Jumat (17/9/2021).

Kemudian, pada 11 Maret 2019, PN Suka Makmue melalui Penetapan Nomor 1/Pdt.Eks.Lelang.Delegasi/2019/PN Skm jo. Nomor 12/Pdt.G/2012/PN Mbo jo. Nomor 50/Pdt/2014/PT BNA jo. Nomor 651/K/Pdt/2015 jo Nomor 1 PK/Pdt/2017 mengabulkan permohonan bantuan pelaksanaan Eksekusi Lelang dari PN Meulaboh dan menunjuk KJPP Pung's Zulkarnain dan Rekan KJPP Property Appraisal & Consultant yang diajukan oleh Pemohon Lelang untuk melakukan penilaian atau penghitungan aset PT Kallista Alam.

Pada tanggal yang sama PN Suka Makmue melalui Surat Nomor W1.U22/361/HK.02/III/2019 meminta KLHK selaku Pemohon Eksekusi menghadirkan pihak Penilai Publik yang sudah ditunjuk tersebut untuk dilakukan sumpah di hadapan Ketua PN Suka Makmue.

Pada 9 Agustus 2021, PN Suka Makmue menerima surat tembusan dari Kantor Akuntan Publik Pung's Zulkarnain dan Rekan Nomor 332/SET.PIM/KJPP.PSZ/IV/2021 tertanggal 23 Juni 2021 yang ditujukan kepada Direktorat Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup, tentang Pemutusan Kontrak Permanen antara Pung's Zulkarnain dan Rekan dengan KLHK untuk melaksanakan pekerjaan penilaian perkebunan dan bangunan pabrik kelapa sawit karena keadaan kahar.

Selanjutnya pada 6 September 2021, PN Suka Makmue menerima surat dari KLHK selaku Pemohon Eksekusi Nomor S-191/PSLH/PSLMO/GKM.1/8/2021 tertanggal 30 Agustus 2021 tentang Permohonan Pembatalan Penetapan KJPP Pung's Zulkarnain dan Rekan, yang isinya meminta PN Suka Makmue untuk segera membatalkan/mencabut Penetapan KJPP Pung's Zulkarnain dan Rekan dalam melakukan penilaian atau penghitungan harta milik Termohon Eksekusi PT Kallista Alam berupa tanah dan bangunan serta tanaman di atasnya yang terletak di Desa Pulo Karet, Alue Bateng Brok, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Aceh Barat (sekarang Nagan Raya) Sertifikat HGU Nomor 27 seluas 5.769 hektare.

Betahita mencoba melakukan wawancara lebih lanjut terkait kasus PT Kallista Alam itu, termasuk soal eksekusi lelang, dengan Jubir/Humas PN Suka Makmue itu. Namun sayang yang bersangkutan tidak memberikan jawaban apapun yang relevan, atas sejumlah pertanyaan yang disampaikan kepadanya melalui pesan Whatsapp.

Pertanyaan-pertanyaan dimaksud di antaranya, mengenai sejauh mana komunikasi antara PN Suka Makmue dengan KLHK maupun dengan pihak KJPP Pung's Zulkarnain dan Rekan, terkait proses penilaian aset PT Kallista Alam. Kemudian mengenai hal-hal menyangkut dugaan adanya aktivitas dan tindakan PT Kallista Alam pada objek-objek yang masuk dalam sita jaminan, dan soal kabar yang menyebut tidak adanya pendampingan dari PN Suka Makmue kepada KJPP Pung's Zulkarnain dan Rekan, saat turun ke lapangan melakukan penghitungan nilai aset PT Kallista Alam, November 2020 lalu.

Penghitungan Aset PT Kallista Alam akan Optimal bila Ada Dukungan dari PN Suka Makmue

Terpisah, Direktur Penyelesian Sengketa KLHK, Yasmin Ragil Utomo, mengatakan sampai saat ini KLHK belum menerima penetapan dari Ketua PN Suka Makmue terkait pembatalan atau pencabutan penetapan KJPP Pung's Zulkarnain dan Rekan. Yasmin menegaskan, pelaksanaan penghitungan nilai aset PT Kallista akan menjadi optimal jika mendapat dukungan dari Ketua PN Suka Makmue.

"Sambil menunggu penetapan pembatalan atau pencabutan KJPP Pung's Zulkarnain dan Rekan dari PN Suka Makmue, kami sedang mempersiapkan KJPP pengganti. Namun KJPP pengganti akan menjadi optimal dalam melakukan penilaian aset PT Kallista Alam jika didukung dengan komitmen yang tinggi dari Ketua PN Suka Makmue untuk menyelesaikan," terang Yasmin, Jumat (17/9/2021).

Mengenai dugaan PT Kallista masih melakukan kegiatan atau memanfaatkan aset yang sudah ditetapkan sebagai sita jaminan yang akan dilelang, Yasmin bilang masih mempelajari upaya-upaya yang dapat dilakukan mengenai hal itu. Yang pasti, lanjut Yasmin, pengawasan pelaksanan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, merupakan kewenangan Ketua PN.

Pada November 2020 lalu, KJPP Pung's Zulkarnain dan Rekan pernah dua kali turun ke lapangan untuk melakukan penghitungan aset PT Kallista Alam. Namun upaya-upaya penghitungan aset itu gagal dilakukan, karena mendapat penolakan dan pertentangan dari PT Kallista Alam. Alasannya karena KJPP tersebut datang tanpa didampingi Juru Sita PN Suka Makmue. Yasmin membenarkan, bahwa pada pelaksanaan penghitungan aset PT Kallista November 2020 lalu, KJPP Pung's Zulkarnain dan Rekan tidak mendapat pendampingan dari pihak PN Suka Makmue.

"Dalam pelaksanaan penilaian aset PT Kallista Alam, KJPP tidak didampingi oleh Pihak PN Suka Makmue. Sampai saat ini KLHK belum menerima laporan hasil penilaian aset PT KA dari KJPP Pung's Zulkarnain dan Rekan."