Asa Penggugat Usai Menangkan Perkara Pencemaran Udara Jakarta
Penulis : Kennial Laia
Lingkungan
Selasa, 21 September 2021
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Usai menanti selama dua tahun, upaya warga dalam Koalisi Ibukota membuahkan hasil. Kemenangan historik itu bergulir usai majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan bahwa Presiden Joko Widodo dan enam instansi lainnya melakukan perbuatan melawan hukum yang berdampak pada pencemaran udara di ibu kota.
Istu Prayogi, salah satu dari 32 penggugat, mengaku hatinya plong usai mendengar putusan hakim, Kamis, 16 September 2021 lalu. Menurutnya, keputusan tersebut sudah tepat. Namun, Istu mengaku agak kecewa karena gugatan itu dikabulkan sebagian.
“Padahal sudah banyak korban meninggal karena paru-parunya sakit (lantaran polusi udara). Mestinya itu bisa dianggap pelanggaran hak asasi manusia. Satu korban saja sudah merupakan bencana kemanusiaan,” kata Istu kepada Betahita. Meski demikian, Istu mengaku akan fokus mengawal implementasi hukuman pemerintah.
Yuyun Ismawati, penggugat lainnya, setuju. Menurutnya, para penggugat akan terus memantau para tergugat untuk merealisasikan hukuman/kewajiban yang ditetapkan pengadilan.
“Sebagai individu, saya akan terus cerewet dan mengajak masyarakat untuk lebih peduli akan haknya untuk menghirup udara bersih. Saya juga akan terus menghimbau para pelaku pembakaran-pembakaran sampah serta industri kecil, untuk menghentikan kegiatan mereka dan melakukan penanganan sampah yang lebih baik, tanpa membakar,” kata Yuyun.
Yuyun, yang juga merupakan direktur Nexus3, mengatakan lembaganya akan terus melanjutkan kampanye dan program advokasi kebijakan. Utamanya dalam mendorong transparansi pemantauan emisi dan lepasan dari sumber tak bergerak/sumber-sumber industri dan PLTU.
Pada Kamis, 16 September 2021, majelis hakim PN Jakarta Pusat menghukum Presiden Jokowi, tiga gubernur, dan tiga kementerian sebagai tergugat. Masing-masing dijatuhi hukuman, mulai dari pengetatan baku mutu udara ambien hingga implementasi strategi dan rencana aksi pengendalian pencemaran udara.
Saat ini BMUA nasional, terutama PM2.5, masih jauh dibandingkan yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Sebelumnya WHO juga telah menyatakan akan mengumumkan nilai baku mutu udara ambien baru yang lebih ketat.
Namun saksi ahli yang diajukan para penggugat juga menekankan bahwa tidak ada batas aman dalam pencemaran udara. Ditaatinya pedoman WHO tidak menjamin adanya perlindungan yang penuh terhadap pencemaran udara.
Yuyun mengatakan, pemerintah juga harus meninjau kembali dan merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Menurutnya, aturan tersebut sudah terlalu lama dan harus diperbaharui sesuai perkembangan teknologi dan peraturan lain yang terkait.
Khawatir ada upaya banding
Meskipun begitu, ada kekhawatiran bahwa pemerintah akan mengajukan permohonan banding. Seperti diketahui, hal ini dapat diajukan ke paniteraan dalam 14 hari sejak pembacaan putusan, terhitung mulai keesokan harinya.
Menurut Yuyun, jika pemerintah melakukan hal itu, masyarakat luas akan semakin dirugikan, terutama anak-anak dan kelompok rentan karena harus menanggung biaya sosial dan biaya kesehatan yang lebih besar.
“Kalau naik banding, artinya proses perbaikan regulasi dan pemantauan kualitas udara juga akan semakin ketinggalan, dan risiko kesehatan sumber daya manusia yang diharapkan akan jadi kelompok produktif kemungkinan besar malah akan jadi beban negara karena sakit-sakitan,” jelas Yuyun.
“Sebaiknya pemerintah fokus pada pekerjaan rumah yang ditugaskan para hakim kepada masing-masing tergugat/kementerian, untuk dievaluasi dan diperbaiki lalu implementasikan perbaikannya/perubahannya sesuai tuntutan kami,” ujar Yuyun.
Istu mengatakan, dari segi hukum, pemerintah memiliki hak untuk mengajukan banding. Namun, Istu yakin permohonan itu akan ditolak. Sebaliknya dia berharap pemerintah segera memulai pekerjaannya untuk memperbaiki kualitas udara di Jakarta sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Mewakili 32 penggugat, Yuyun dan Istu mengatakan akan terus memantau pelaksanaan kewajiban yang dijatuhkan oleh pengadilan kepada tujuh institusi pemerintah tersebut.