UU Cipta Kerja Lapangkan Pembabatan Hutan Papua
Penulis : Aryo Bhawono
Deforestasi
Rabu, 29 September 2021
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Pasca pemberlakuan UU Cipta Kerja tabiat pemerintah menunjukkan penguatan oligarki. Kini mereka mengincar hutan terakhir, Papua. Aksi inipun ditengarai melibatkan militer.
Kekhawatiran para aktivis tentang kepentingan pengusaha di balik pengesahan UU Cipta Kerja mulai terbukti. Kini pengusaha bisnis ekstraktif kian gencar merambah hutan di Papua. Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Arie Rompas, menyebutkan perambahan ini dilakukan setelah mereka selesai dengan bisnis ekstraktif di Sumatera dan Kalimantan.
“Ketika bisnis ekstraktif di Kalimantan dan Sumatera selesai sekarang mereka mengancam Papua,” ucapnya dalam webinar ‘Indonesia Dalam Persimpangan Oligarki dan Demokrasi’.
Menurutnya perambahan ini membahayakan keberadaan hutan di Indonesia. Mereka, pelaku usaha, akan menggunakan segala cara tanpa peduli dampak lingkungan.
Data yang ditunjukkannya menyebutkan luas total hutan di Indonesia mencapai 88,76 juta ha. Sebanyak 46,62 juta ha merupakan hutan primer dan 42,16 juta ha merupakan hutan sekunder. Sedangkan tutupan hutan di Papua mencakup 46,59 persen hutan di Indonesia.
Greenpeace Indonesia sendiri menengarai beberapa proyek perambahan hutan Papua, seperti proyek pembukaan hutan dan perkebunan sawit di Tanah Merah, Papua. Proyek ini menyisakan deforestasi dan melibatkan anggota DPR, mantan kapolri, pejabat partai politik, dan mantan duta besar.
Mengutip Mongabay.com proyek ini membabat lahan seluas empat kali luas Jakarta dan menghasilkan kayu senilai 6 miliar Dolar AS atau setara Rp 90 tiliun.
“Mereka menggunakan jaringan mereka untuk proses izinnya. Ajaibnya izin oleh bupati (Bupati Boven Digoel, Yusak Yaluwo) ditandatangani ketika dia ada di penjara,” Arie.
Selain proyek tersebut terdapat riset yang dilakukan oleh Koalisi Bersihkan Indonesia mengenai dugaan afiliasi purnawirawan militer dan polisi dalam pengelolaan bisnis tambang di Papua. Riset bertajuk “Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya’ menyebutkan mengenai kaitan purnawirawan polisi dan tentara yang terafiliasi dengan perusahaan tambang.
Direktur Eksekutif ELSAM, Wahyudi Djafar, mengungkapkan keterlibatan purnawirawan militer maupun polisi sebenarnya sudah harus ditinggalkan sejak pengalihan aktivitas bisnis militer pada 2008. Kala itu Menteri Pertahanan mengeluarkan Permenhan No. 22 Tahun 2009 Tentang Pengambilalihan Aktivitas Bisnis TNI.
Namun dari riset yang dilakukannya ada upaya jejaring bayangan militer untuk terlibat bisnis bahkan masuk ke struktur birokrasi. Misalnya saja fenomena model relasi antara militer dengan pemda atau kementerian/ lembaga. Paling tidak ada banyak MoU antara militer dengan pemda atau kementerian/ lembaga.
“Paling tidak tercatat ada 41 MoU ini. Nah ini yang menjadi pertanyaan, apakah mereka boleh terlibat dan bisnis purnawirawan itu digolongkan,” ucap dia.
Guru Besar IPB, Hariadi Kartodihardjo, mengungkapkan UU Cipta Kerja memberikan angin segar kepada investasi dengan mengesampingkan keberpihakan kepada lingkungan. Tema besar peraturan ini adalah menghilangkan segala hambatan untuk investasi, bahkan soal kesejahteraan pekerja. Celah inilah yang mereka manfaatkan untuk membabat hutan, termasuk Papua.