Sidang Gugatan Satwa PT NAN, Sikap Majelis Hakim jadi Sorotan

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Hukum

Kamis, 30 September 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Sidang perkara gugatan satwa nomor 9/Pdt.G/LH/2021/PN Psp, dengan Tergugat PT Nuansa Alam Nusantara (NAN), yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Padangsidimpuan, Selasa lalu berlangsung cukup panjang.

Selain penyampaian pandangan keahlian dari saksi, sidang tersebut juga diisi dengan narasi-narasi yang dinilai tak penting serta tidak dibutuhkan dalam kepentingan pemeriksaan ahli oleh majelis hakim.

Kuasa Hukum Penggugat, Maswan Tambak dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan menyatakan dalam persidangan yang kurang lebih berdurasi 4 jam itu, Majelis Hakim bersikap kurang pas. Sebab, Majelis Hakim terkesan menggiring ahli dalam memberikan keterangan. Seperti meminta para ahli untuk memberikan keterangan dengan pelan dan harus disesuaikan dengan waktu saat Hakim mencatat jawaban keterangannya.

"Padahal mencatat itu tugas panitera, dan sudah ada rekaman juga. Diduga itu untuk mempersingkat waktu ahli dalam menerangkan pengetahuannya. Karena keterangan ahli itu sama sekali tidak bisa di jadikan bahan (pertanyaan) bagi pihak lawan," ujar Maswan.

Dua Saksi Ahli, Onrizal (tengah, kemeja safari lengan panjang) dan Fransiska Sulistyo (nomor dua dari kanan, kemeja batik) berfoto bersama Kuasa Hukum Hukum Penggugat, Maswan Tambok dari LBH Medan dan perwakilan Walhi Sumatera Utara, usai sidang gugatan satwa PT NAN di PN Padangsidimpuan, Selasa (28/9/2021)./Foto: Dokumentasi LBH Medan

Ada dua ahli yang diajukan pihak Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), sebagai Penggugat, dalam persidangan. Pertama yaitu Onrizal, Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara (USU) sekaligus Pengamat dan Peneliti orangutan Tapanuli, dan Fransiska Sulistyo, Dokter Hewan dari IPB

"Ahli dalam memberikan pandangan cukup leluasa, tapi justru kami dari lawyer yang sempat dibatasi. Namun kami bersikukuh untuk menanyakan ahli, makanya sidangnya bejalan cukup panjang. Untuk keterangan Ahli, menurut kami sangat mendukung dalil gugatan," kata Maswan kepada betahita.

Kemudian, lanjut Maswan, dalam proses sidang hakim juga banyak menyampaikan hal-hal yang tidak dibutuhkan dalam kepentingan pemeriksaan kebenaran gugatan maupun pernyataan ahli. Misalnya, Hakim membuat narasi-narasi atau pernyataan, tanpa memberikan pertanyaan kepada ahli, dan membangun ilustrasi yang tidak sesuai dengan apa yang ada di dalam gugatan dan jawaban pernyataan ahli.

"Kemudian, menunjukkan sikap partisan kepada tergugat. Seperti, membangun narasi, sekalipun ada orang yang tidak punya izin tapi mau merawat orangutan itu justru baik, terlebih lagi sudah diserahkan ke BKSDA. Padahal kan bukan demikian," ungkap Maswan.

Selain majelis, lanjut Maswan, Kuasa Hukum Tergugat (PT NAN) juga sempat menyerang personal salah satu ahli dari pihak penggugat. Maswan bilang, pihak tergugat tidak mengajukan pertanyaan kepada Saksi Ahli Onrizal, karena yang bersangkutan tidak bersedia mengakui Onrizal sebagai seorang ahli.

"Yang mana alasannya karena tidak menemukan karya ilmiah si Ahli Pak Onrizal. Ini paling ngaco. Mereka (Kuasa Hukum Tergugat) bilang Pak Onrizal bukan sebagai ahli orangutan. Kalau Turut tergugat pasif mereka (Kuasa Hukumnya)," ujar Maswan.

Pada sidang beberapa pekan sebelumnya, majelis yang menyidangkan perkara ini juga sempat mendapat nilai minus dari kuasa hukumpara aktivis satwa. Majelis Hakim yang terdiri dari Afrisal Hady sebagai Hakim Ketua, Irfan Husen Lubis dan Hasnul Tambunan sebagai Hakim Anggota itu dinilai tidak objektif dalam memimpin persidangan.

Majelis Hakim beberapa kali mengabulkan permintaan atau keberatan yang disampaikan oleh pihak tergugat, dan sebaliknya menolak permintaan-permintaan atau keberatan-keberatan pihak penggugat. Majelis Hakim juga mengubah-ubah keputusannya soal jadwal sidang, yang mengakibatkan pihak pengugat tidak dapat menghadirkan saksi fakta ke persidangan.

Seperti diberitakan sebelumnya, dalam gugatan Perbuatan Melawan Hukum ini, terdapat dua pihak yang digugat. Yakni terhadap PT NAN sebagai pihak tergugat dan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumut, sebagai turut tergugat.

PT NAN sebagai tergugat, sejak berdiri tahun 2017 hingga Juli 2019 diketahui tidak memiliki izin sebagai Lembaga Konservasi dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), sehingga secara hukum tergugat tidak mempunyai hak untuk melakukan aktivitas terhadap tumbuhan dan satwa liar, baik itu dalam bentuk Penguasaan maupun Pengusahaan.

Dengan tidak adanya Izin Lembaga Konservasi dari Menteri LHK, maka dapat dikatakan jika tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum. Karena faktanya sejak 2017 hingga bulan Juli 2019 Tergugat telah beroperasi dengan bertindak sebagai lembaga konservasi dalam bentuk Kebun Binatang Mini (Mini Zoo).

Kemudian, turut tergugat merupakan organisasi pemerintah yang berwenang dalam melakukan penanggulangan dan pemulihan kerusakan lingkungan hidup, sehingga patut dan berdasarkan hukum yang benar jika biaya kerugian yang timbul akibat Perbuatan Melawan Hukum Tergugat diserahkan kepada turut tergugat untuk melaksanakan pemulihan lingkungan.