Warga Kecewa Pemerintah Banding Putusan Polusi Udara Jakarta

Penulis : Kennial Laia

Lingkungan

Senin, 04 Oktober 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Upaya banding dari pemerintah pusat terhadap putusan hakim yang memenangkan 32 individu dalam gugatan warga negara terkait pencemaran udara Jakarta memicu kekecewaan para penggugat. Upaya tersebut memicu pertanyaan mengenai keseriusan pemerintah dalam memenuhi hak warga atas lingkungan dan udara yang bersih.

Salah satu kuasa hukum penggugat, Jeanny Sirait, mengaku telah mengonfirmasi kabar tersebut. Presiden, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengajukan upaya hukum banding pada Kamis, 30 September 2021 lalu.  

Jeanny mengatakan, pemerintah merupakan pihak yang paling bertanggung jawab untuk memperbaiki kualitas udara di ibu kota. Dia menyebut gugatan banding tersebut sebagai bentuk legitimasi atas kinerja pemerintah yang kurang maksimal.

“Upaya hukum ini merupakan bentuk legitimasi tidak maksimalnya pekerjaan pemerintah yang berdampak pada kelalaian. Efeknya berujung pada kesehatan warga Jakarta yang kian memburuk,” tutur Jeanny dalam konferensi pers, Jumat, 1 Oktober 2021. 

Seorang warga anggota Koalisi Ibukota memegang telepon genggam dengan layar bertuliskan "Pencemaran udara sebabkan 1 dari 8 kematian di seluruh dunia". Foto: Koalisi Ibukota

Jeanny menilai, putusan majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menyatakan pemerintah melakukan perbuatan hukum tidak perlu dimaknai sebagai tuduhan pemerintah tidak bekerja selama ini.

Namun, hingga saat ini belum ada hasil maksimal lantaran Jakarta kerap jadi salah satu kota paling tercemar di seluruh dunia. Menurut Jeanny, sistem kerja pemerintah harus ditingkatkan. 

“Hal ini yang kami coba dorong. Pemerintah pusat juga harus melihat hal ini sebagai tanggung jawab terhadap publik,” tukasnya. 

Khalisah Khalid, salah satu penggugat, mengaku kecewa. Dia khawatir upaya gugatan hukum tersebut akan menghambat proses implementasi sanksi dari pengadilan untuk memperbaiki kualitas udara di Jakarta.

Penggugat lainnya, Yuyun Ismawati, merasa kesal dan kecewa atas respons pemerintah. Sedari awal dia ikut menggugat karena khawatir akan masa depan cucunya. Namun kini dia ikut khawatir terhadap nasib kelompok rentan selama pandemi, seperti penyintas long covid.

“Saat ini kelompok rentan di Jakarta semakin bertambah. Bukan hanya mereka yang beredar di ibu kota setiap hari dengan  masalah kesehatan, tapi juga penyintas Covid. Inilah saatnya pemerintah serius mengetatkan baku mutu udara sesuai standar WHO,” jelas Yuyun. 

Sementara itu Ardhito Harinugroho menilai pemerintah seolah sedang ‘bertanding’ dengan rakyat dalam ring tinju.  “Saya melihat ini kok seperti urusan menang dan kalah. Padahal ini menyoal kepentingan publik,” kata Ardhito.

“Kita ingin mengingatkan bahwa ada kelalaian negara dalam memenuhi hak warga atas udara yang baik. Ini bukan upaya bertanding menang ronde satu atau kalah di ronde dua,” jelasnya.

Gugatan warga negara terkait pencemaran udara Jakarta berawal pada Juli 2019 dan diputus pada September lalu oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Majelis hakim memerintahkan ketujuh tergugat, termasuk Presiden, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan tiga gubernur (DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat) mengambil sejumlah langkah untuk perbaikan kualitas udara di ibukota.

Sebelumnya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah menyatakan tidak mengajukan banding.