Melihat Guna Restorasi Hutan di Taman Nasional Way Kambas

Penulis : Kennial Laia

Hutan

Selasa, 05 Oktober 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Salah satu upaya konservasi hutan dapat dilakukan melalui restorasi. Cara ini bertujuan untuk memulihkan kembali kondisi hutan sebagaimana sedia kala serta meningkatkan fungsi dan nilai hutan secara ekologis maupun ekonomis. 

Restorasi hutan ini banyak dilakukan di berbagai kawasan konservasi di Indonesia. Salah satunya adalah Taman Nasional Way Kambas di Lampung. Menurut Kepala Balai Taman Nasional Way Kambas Kuswandono, pihaknya bekerja sama dengan berbagai pihak untuk melestarikan hutan, termasuk dengan lembaga swadaya masyarakat. 

Salah satu mitra adalah Yayasan Auriga Nusantara. Menurut Kuswandono, pihaknya telah bekerja sama dengan Yayasan Auriga Nusantara sejak 2013. Kegiatan yang dilakukan bersama adalah melakukan rehabilitasi dan restorasi di kawasan bernama Rawa Kadut. 

Menurut Ketua Yayasan Auriga Nusantara Timer Manurung, saat ini pihaknya bekerja sama dengan Balai Taman Nasional Way Kambas untuk merestorasi area seluas 1.200 hektare di Rawa Kadut hingga 2023. Sebelumnya, pihaknya juga telah bekerja untuk merehabilitasi area seluas 100 hektare selama periode 2013-2017. 

Tampak dua petugas restorasi Yayasan Auriga Nusantara melakukan perawatan dengan menebas ilalang di sekitar sebatang pohon. Penanaman pohon merupakan bagian dari upaya restorasi yang dilakukan Yayasan Auriga bersama Balai Taman Nasional Way Kambas, Lampung. Foto: Istimewa

Berdasarkan pengalaman di lapangan, Yayasan Auriga Nusantara menyatakan ada beberapa manfaat dari restorasi hutan:

Mencegah kebakaran hutan

Menurut Timer, area Rawa Kadut merupakan area padang rumput dengan intensitas kebakaran sangat tinggi, sehingga perlu dikelola dengan baik agar tidak memicu kebakaran hutan. Caranya adalah membangun sekat bakar, membuat jalur pemisah antara kawasan yang rawan terbakar dan kawasan restorasi, serta membersihkan jalur dari ilalang.

Setelah mencermati upaya rehabilitasi sebelumnya, Timer membenarkan bahwa kebakaran merupakan hambatan utama restorasi di Taman Nasional Way Kambas. Menurutnya, pelaku perburuan liar secara sengaja kerap memicu kebakaran hutan agar tumbuh ilalang muda. Satwa-satwa yang kemudian berkumpul di area ilalang muda dapat memudahkan mereka dalam melakukan perburuan.

“Hal paling utama yang kami lakukan adalah pengendalian kebakaran di area restorasi. Sekat-sekat bakar pun dibuat dan personel hadir di lapangan terus-menerus. Belakangan, keberadaan personel di lapangan ini ternyata menjadi salah satu cara mendeteksi kehadiran api yang bahkan jauh dari area restorasi,” tutur Timer, Senin, 4 Oktober 2021.

Menghambat perburuan liar

Basuki, Koordinator Proyek Restorasi Auriga di Way Kambas, menjelaskan bahwa upaya restorasi secara tidak langsung akan menghambat perburuan liar. Pertumbuhan pohon di hutan dapat menjadi banteng penjaga bagi satwa di kawasan taman nasional termasuk gajah, rusa, harimau, dan satwa lainnya.

“Restorasi harus dilakukan secara integral dengan melibatkan masyarakat lokal. Tujuannya untuk menumbuhkan kesadaran, dan adanya sumber ekonomi alternatif. Keterlibatan masyarakat termasuk dalam hal penanaman bibit maupun kegiatan ekonomi yang bersumber dari jasa kawasan hutan, seperti pengembangan wisata edukasi di Taman Nasional Way Kambas dapat dikembangkan,” kata Basuki.  

Basuki berharap ada kegiatan wisata edukasi di kawasan konservasi pada masa mendatang, yang mengizinkan pengunjung menginap di rumah masyarakat, sehingga dapat menambah pemasukan bagi warga sekitar.

Dr. Mahfut Sodik, Kepala Urusan Program Anggaran & Kerja Sama TNWK, mengatakan petugas restorasi tidak hanya sekedar memulihkan kawasan, tetapi juga  memberikan perlindungan bagi satwa dari perburuan, memantau dan memadamkan kebakaran hutan, serta membantu pemulihan ekosistem agar satwa bisa hidup dan berkembang biak.

“Saya berharap, kegiatan restorasi di area restorasi dipertahankan. Walaupun konsepnya adalah restorasi, tetapi ini termasuk juga dalam kegiatan penjagaan dan pemulihan ekosistem. Jika ada petugas, satwa secara otomatis mendekat dan pemburu akan menyingkir” kata Mahfut.

Menciptakan habitat yang baik bagi satwa

Basuki mengatakan, habitat yang baik bagi satwa dapat mencegah terjadinya konflik antara satwa dan manusia. Upaya restorasi ini penting karena habitat yang memadai dapat menyediakan pakan bagi satwa, sehingga tidak perlu ke permukiman manusia. Pada saat yang sama, ketika habitatnya baik, satwa seperti gajah bisa membantu menjaga ekosistem hutan.

“Kami sering melihat gajah, rusa, harimau yang melintas di kawasan restorasi. Ini artinya mereka merasa nyaman berada di ruang gerak yang dilindungi. Kami berharap proyek penciptaan habitat bisa memberikan dampak yang baik bagi kelangsungan hidup satwa,” kata Basuki.

Dedi Istnandar, Staf Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan Taman Nasional Way Kambas, mengatakan, tujuan restorasi adalah keseimbangan ekosistem hutan, baik flora maupun fauna dengan peran masing-masing. Contohnya, kotoran hewan yang bisa menjadi pupuk alami bagi tumbuhan.

Dedi menambahkan bahwa gajah sangat erat kaitannya dengan hutan. Selain gajah, ada badak dan harimau yang menjadi satwa kunci atau payungnya satwa di Taman Nasional Way Kambas. Dengan menjaga tiga satwa tersebut, secara langsung satwa di bawahnya akan terjaga. 

Menekan emisi karbon

Pelestarian hutan sangat berperan dalam mengurangi emisi karbon yang mengakibatkan perubahan iklim. Kegiatan pelestarian hutan di sini termasuk upaya menghentikan deforestasi dan penanaman kembali untuk memperluas tutupan lahan hutan. Kontribusi hilangnya tutupan lahan hutan terhadap peningkatan emisi karbon sangat tinggi, khususnya di negara-negara tropis. 

Menurut Timer, kegiatan restorasi di Taman Nasional Way Kambas memiliki kontribusi untuk perubahan iklim. “Restorasi yang kami lakukan memang hanya berkisar 0,1 persen dari keseluruhan luas zona rehabilitasi TNWK. Tapi, kami berharap ini dapat merangsang penghutanan kembali puluhan ribu hektar ilalang di sana. Lebih dari itu, kami berharap kegiatan ini juga memicu kegiatan serupa terhadap lahan-lahan kritis atau terdegradasi di Indonesia.

"Restorasi menunjukkan komitmen Indonesia, baik terhadap publik di dalam negeri maupun komunitas internasional, untuk mengurangi emisi sesuai Perjanjian Paris,” pungkasnya.