Kementerian ESDM Setop Tambang PT BDL, LSM: Harus Sanksi Hukum

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Tambang

Kamis, 07 Oktober 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan keputusan untuk menghentikan operasi kegiatan pertambangan emas PT Bulawan Daya Lestari (BDL). Namun penghentian kegiatan PT BDL itu dianggap tidak cukup, harus ada sanksi tegas yang diberikan. Karena ada sejumlah pelanggaran yang terjadi.

Penghentian operasi PT BDL ini diputuskan melalui surat nomor B-4314/MB.07/DBT/2021 tertanggal 4 Oktober 2021 yang ditandatangani oleh Direktur Teknik dan Lingkungan atau Kepala Inspektur Tambang, Lana Saria. Dalam surat tersebut terdapat sejumlah poin alasan penghentian operasi PT BDL, yakni:

  1. PT Bulawan Daya Lestari belum memiliki Kepala Teknik Tambang yang merupakan seseorang yang memiliki posisi tertinggi dalam struktur organisasi lapangan pertambangan yang memimpin dan bertanggung jawab atas terlaksananya operasional pertambangan sesuai dengan kaidah teknik pertambangan yang baik.
  2. PT Bulawan Daya Lestari belum memiliki persetujuan Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) Tahun 2021, rencana reklamasi, rencana pascatambang dan dokumen lingkungan hidup.
  3. PT Bulawan Daya Lestari belum menempatkan jaminan reklamasi dan jaminan pascatambang.
  4. Kegiatan pertambangan dari PT Bulawan Daya Lestari berada di wilayah kawasan hutan produksi terbatas dan belum memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan.
  5. Berdasarkan angka 1 sampai dengan 4 diperintahkan kepada PT Bulawan Daya Lestari untuk segera menghentikan kegiatan pertambangan sampai dengan dipenuhinya kelengkapan sebagaimana tersebut di atas.

Keputusan Kementerian ESDM ini ditanggapi dingin oleh Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Merah Johansyah. Menurut Merah, sanksi penghentian kegiatan operasi PT BDL itu terkesan berbau kompromistis. Sebab peluang untuk beroperasi kembali masih terbuka. Hal tersebut seperti yang tertulis dalam poin 5 dalam surat nomor B-4314/MB.07/DBT/2021 itu.

"Operasi PT BDL yang 'ilegal', sebagaimana isi surat penghentian Kementerian ESDM, telah menimbulkan kerusakan yang semestinya harus segera dipulihkan," kata Merah, Rabu (6/10/2021).

ilustrasi kekerasan. (Pixabay.com)

Keberadaan PT BDL, lanjut Merah, juga telah menimbulkan konflik sosial yang besar, salah satunya seperti yang terjadi pada Senin, 27 September 2021 kemarin. Satu orang pemrotes tambang tewas tertembak dan empat lainnya mengalami luka-luka, Merah menyebut, ada pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dalam kejadian tersebut dan masuk dalam kualifikasi kondisi kahar atau darurat.

"Konflik yang terjadi di lokasi tambang emas PT BDL, Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulut itu, diduga melibatkan preman suruhan perusahaan. Hingga saat ini, kasus ini tak jelas penanganannya."

Merah menyebut, ada beberapa pelanggaran pidana yang dilakukan PT BDL. Pertama pelanggaran penempatan dana jaminan reklamasi, pelanggaran itu ada pasal pidananya. Kemudian kegiatan PT BDL di dalam kawasan hutan yang tanpa dilengkapi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), itu juga merupakan pelanggaran dan juga ada unsur pidananya.

"Ada unsur pelanggaran penempatan dana reklamasi, itu ada pasal pidananya. Begitu juga dengan kegiatan tanpa dilengkapi IPPKH itu juga ada unsur pidananya, kegiatan tambang tanpa IPPKH itu sama dengan ilegal dan menurut UU Kehutanan itu pidana kehutanan."

Merah berpendapat, atas segala persoalan dan pelanggaran yang dilakukan itu, PT BDL sudah semestinya mendapat sanksi tegas. Yakni berupa pencabutan perizinan tambang, dan dilakukan penegakan hukum terhadap pelanggaran yang terjadi, termasuk pelanggaran pidananya.

"Kalau cuma menghentikan kegiatan itu Kementerian ESDM malah yang melanggar hukum, karena memberi sanksi yang tidak memadai dan Kementerian ESDM sama saja membiarkan tindak pidana terjadi. Jadi seharusnya Kementerian ESDM cabut izin dan proses pidana perusahaannya, bukan cuma hentikan kegiatan," ujar Merah.

Sebelumnya, Senin, 27 September 2021 lalu, sejumlah Masyarakat Hukum Adat Toruakat tiba-tiba diserang oleh sekelompok orang diduga penjaga tambang PT BDL, saat melakukan pengecekan dan pemasangan patok batas wilayah di lokasi pertambangan PT BDL. Dalam serangan tersebut seorang warga Toruakat bernama Armanto Damopolii dilaporkan terwas diterjang peluru senjata senapan dan empat warga lainnya luka-luka. Penembakan tersebut diduga kuat dilakukan oleh penjaga PT BDL.

Peristiwa ini berawal dari adanya informasi yang diterima Masyarakat Hukum Adat Toruakat yang isinya menyebut bahwa aktivitas tambang PT BDL telah memasuki wilayah adat dan merusak sejumlah kebun milik warga. Menyikapi informasi tersebut, warga melakukan musyawarah untuk memastikan lokasi dan mengecek batas-batas wilayahnya.

Untuk memastikan kelancaran, Masyarakat Hukum Adat Toruakat mendatangi Kepolisian Resort Bolaang Mongondow dan menyampaikan maksud kegiatan turun lapangan tersebut. Pihak kepolisian pun menerjunkan tim pengamanan serta menghimbau masyarakat untuk tidak membawa senjata tajam.

Pada saat melakukan pengecekan lapangan, tiba-tiba warga setempat diserang oleh sekelompok preman. Pihak kepolisian yang hadir di lokasi tampak tidak melakukan tindakan untuk mencegah terjadinya konflik. Situasi tersebut juga tampak tergambarkan dalam rekaman video amatir yang viral di media sosial.

Menyikapi konflik yang telah makan korban ini, Masyarakat Hukum Adat Toruakat meminta pemerintah untuk segera mengevaluasi dan mencabut izin PT BDL. Masyarakat adat setempat juga mendesak Kapolri untuk segera menindak tegas pelaku penembakan dan menangkap para mafia tanah yang mengambil keuntungan dengan mengorbankan warga setempat.

Sejauh ini Polres Kotamabagu, Polres Bolaang Mongondow dan Tim Jatanras Polda Sulut telah berkolaborasi menangkap tiga terduga pelaku penembakan yang menewaskan seorang warga Toruakat di tambang emas PT BDL pada 27 September 2021 lalu. Tiga orang tersebut berinisial SN, UT dan MK. Ketiganya ditangkap di kediamannya masing-masing di wilayah Dumoga.