Penghentian Sementara Tambang PT BDL Hanya Berumur 60 Hari

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Tambang

Senin, 11 Oktober 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan sanksi berupa penghentian sementara kegiatan operasi produksi kepada perusahaan tambang emas PT Bulawan Daya Lestari (BDL). Sesuai ketentuan, sanksi itu hanya berjangka waktu 60 hari. Bila dalam kurun waktu tersebut PT BDL tidak atau belum melakukan kewajibannya dalam usaha kegiatan operasi produksi pertambangan, maka perizinan tambangnya terancam akan dicabut.

Direktur Teknik dan Lingkungan Lana Saria menjelaskan, Kementerian ESDM tidak bisa langsung melakukan pencabutan izin PT BDL, karena ada tahapan yang harus dilalui dalam penetapan sanksi bagi pengusahaan tambang mineral dan batu bara, sesuai yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba. Dalam kasus PT BDL, Kementerian ESDM memberi kesempatan kepada PT BDL sebagai pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk melengkapi syarat administrasi pengusahaan tambang.

"Dalam regulasi penetapan sanksi ada tahapannya. Mulai dari peringatan tertulis, penghentian sementara, dan pencabutan izin. Kita akan memberikan kesempatan pemegang IUP memenuhi kelengkapan administrasi yang saat ini belum dimiliki," kata Lana Saria kepada Betahita.

Soal, sertifikat Clear and Clean (CnC) yang diperoleh PT BDL. Lana mengatakan Sertifikat CnC itu diberikan karena PT BDL memiliki Izin Lingkungan dan tidak tumpang tindih dengan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) lain.

Ilustrasi tambang emas./Sumber: kravisolminerals.co.za

"Sertifikat CnC diberikan saat itu dilihat adanya dokumen lingkungan dan tidak tumpang tindih dengan WIUP lainnya."

Sedangkan soal kelengkapan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dan penempatan Jaminan Reklamasi dan Jaminan Pascatambang. Lana Saria bilang, hal itu menjadi bagian dari pengawasan. Namun menurutnya, kebijakan yang diambil Kementerian ESDM terhadap PT BDL tidak menggunakan mekanisme CnC.

"Itu bagian dari pengawasan setelah dinyatakan CnC. Saat ini kebijakan kita tidak melalui mekanisme CnC, tetapi memberi sanksi sesuai regulasi bila tidak dimilikinya administrasi untuk melangkah ke operasi produksi."

Sesuai ketentuan UU Nomor 3 Tahun 2020 dan PP Nomor 96 Tahun 2021, sanksi penghentian sementara yang dikenakan kepada PT BDL itu berumur 60 hari. Lana mengakui, sejak kewenangan urusan pertambangan dilimpahkan dari daerah ke pusat, pihaknya belum melakukan pengawasan terhadap PT BDL. Namun, apabila PT BDL tidak mengindahkan isi Surat Nomor B-4314/MB.07/DBT/2021 yang dirinya terbitkan dan masih tetap melakukan kegiatan, maka pihaknya akan memberikan sanksi, berupa peringatan, kepada pihak PT BDL.

“Tercantum dalam regulasi, sanksi penghentian sementara diberi waktu 60 hari. Sejak pelimpahan wewenang ke pusat, kami belum lakukan pengawasan, karena memang belum masuk dalam jadwal, bergiliran. Bila masih melakukan kegiatan, kita beri peringatan lagi. Tidak langsung pencabutan, karena kami lakukan sesuai prosedur tahapan sanksi, dan kami tetap mengedepankan unsur pembinaan," kata Lana Saria.

Bila ditinjau dari ketentuan peraturan perundang-undangannya, pemerintah memang berhak memberikan sanksi administratif kepada para pelaku usaha pertambangan yang nakal, seperti PT BDL. Mulai dari peringatan tertulis, denda, penghentian sementara dan pencabutan izin.

Pasal 187 ayat 3 PP Nomor 96 Tahun 2021 misalnya menyebutkan, dalam hal pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB yang mendapat sanksi berupa penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan Eksplorasi atau Operasi Produksi belum melaksanakan kewajiban sampai dengan berakhirnya jangka waktu pengenaan sanksi berupa penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan Eksplorasi atau Operasi Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat 2, dikenai sanksi administratif berupa pencabutan IUP, IUPK, IPR, atau SIPB sebagaimana dimaksud dalam pasal 185 ayat 2 huruf c.

Sehingga dalam kasus ini, bila dalam waktu 60 hari masa penghentian sementara itu PT BDL tidak melaksanakan kewajiban, dalam hal ini memenuhi kelengkapan administrasi untuk kegiatan operasi produksi pertambangannya, maka PT BDL akan dikenai sanksi administratif lainnya, yakni pencabutan izin. 

Namun bagi kalangan masyarakat sipil, pemerintah semestinya bisa langsung mencabut perizinan tambang PT BDL. Justru kalau tidak dicabut, maka Kementerian ESDM malah bisa dianggap tidak menjalankan ketentuan UU Nomor 3 Tahun 2020. Hal tersebut disampaikan Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah. Merah mengungkapkan, Izin Uzaha Pertambangan (IUP) PT BDL dapat dicabut, karena perusahaan tambang emas itu terindikasi melakukan tindak pidana.

Yang mana, kejadian kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok orang diduga preman suruhan PT BDL kepada warga Desa Toruakat hingga menewaskan seorang warga dan menyebabkan 4 warga lainnya luka-luka, Senin, 27 September 2021 kemarin, bisa dianggap sebagai kasus pembunuhan, karena adanya kematian. Sehingga masuk dalam kualifikasi pidana.

"Jika pembunuhan itu didalangi oleh perusahaan, itu tindak pidana kualifikasinya. Sekaligus juga masuk kualifikasi pelanggaran HAM. Dalam Pasal 119 UU Nomor 3 Tahun 2020, dapat dicabut jika melalukan tindak pidana," ujar Merah, Kamis (7/10/2021).

Perihal PT BDL yang ternyata belum menempatkan dana Jaminan Reklamasi dan dana Jaminan Pascatambang. Menurut Merah, hal tersebut juga ada ancaman pidananya. Hal tersebut diatur dalam Pasal 161B UU Nomor 3 Tahun 2020.

"Jadi kalau Kementerian ESDM tidak mencabut (izin PT BDL) maka mereka sendiri yang tidak menjalankan UU Minerba."

Merah juga bilang, dalam kasus PT BDL ini, baik pemerintah maupun perusahaan juga melanggar ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 43 Tahun 2015 tentang Tata Cara Evaluasi Penerbitan Izin Usaha Pertambangan Minerba. Dalam Permen ESDM itu diatur mekanisme evaluasi IUP yang mendasari pemberian sertifikat CnC. Namun evaluasi IUP tersebut tampaknya tidak dilakukan, karena terdapat sejumlah permasalahan dalam perizinan tambang PT BDL. Atas sejumlah pelanggaran PT BDL, sudah seharusnya sertifikat CnC perusahaan itu dicabut.

"Gubernur dan menteri bisa melakukan evaluasi atasi IUP. Dan mestinya dicabut status atau sertifikat CnC-1 miliknya. Di surat Kementerian ESDM enggak disinggung sama sekali (soal CnC)," kata Merah.

Seperti diberitakan sebelumnya. Kementerian ESDM menerbitkan Surat Nomor B-4314/MB.07/DBT/2021 tertanggal 4 Oktober 2021 yang isinya meminta PT BDL untuk menghentikan sementara kegiatan pertambangannya. Surat itu ditandatangani oleh Direktur Teknik dan Lingkungan, Lana Saria. Dalam surat tersebut terdapat sejumlah poin alasan penghentian operasi PT BDL, yakni:

  1. PT Bulawan Daya Lestari belum memiliki Kepala Teknik Tambang yang merupakan seseorang yang memiliki posisi tertinggi dalam struktur organisasi lapangan pertambangan yang memimpin dan bertanggung jawab atas terlaksananya operasional pertambangan sesuai dengan kaidah teknik pertambangan yang baik.
  2. PT Bulawan Daya Lestari belum memiliki persetujuan Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) Tahun 2021, rencana reklamasi, rencana pascatambang dan dokumen lingkungan hidup.
  3. PT Bulawan Daya Lestari belum menempatkan jaminan reklamasi dan jaminan pascatambang.
  4. Kegiatan pertambangan dari PT Bulawan Daya Lestari berada di wilayah kawasan hutan produksi terbatas dan belum memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan.
  5. Berdasarkan angka 1 sampai dengan 4 diperintahkan kepada PT Bulawan Daya Lestari untuk segera menghentikan kegiatan pertambangan sampai dengan dipenuhinya kelengkapan sebagaimana tersebut di atas