DKI Jakarta Siap Jalankan Putusan Pengadilan Soal Polusi Udara

Penulis : Kennial Laia

Lingkungan

Jumat, 08 Oktober 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Pemerintah DKI Jakarta menyatakan akan segera mengambil langkah lebih ketat dalam mengatasi polusi udara. Hal itu sebagai tindak lanjut dari putusan pengadilan dalam kasus gugatan warga negara melawan tujuh pejabat negara September lalu.

Pemerintah DKI Jakarta juga menyatakan tidak banding dan menerima hasil putusan. Menurut Utusan Khusus Gubernur DKI Jakarta untuk Perubahan Iklim Irvan Pulungan, gugatan tersebut merupakan bagian dari advokasi dalam mendorong perbaikan kualitas udara di ibukota.

“Pemerintah provinsi menganggap bahwa akselerasi  upaya – upaya peningkatan kualitas udara di Jakarta adalah tindakan yang perlu untuk dilakukan  segera,” kata Irvan dalam diskusi publik, Kamis, 7 Oktober 2021.

Irvan menilai bahwa gugatan yang dilakukan adalah sarana warga dalam berpartisipasi aktif dalam  proses penyediaan hak dasar bagi lingkungan yang sehat serta ikhtiar untuk meningkatkan layanan  publik untuk menghadirkan udara bersih bagi seluruh warga DKI Jakarta.

Foto udara pencemaran udara di Jakarta. Foto: Greenpeace

Menurutnya, pemerintah provinsi DKI Jakarta membuka ruang  berkomunikasi dua arah atas pengawasan terhadap ketaatan setiap orang mengenai ketentuan  perundang-undangan di bidang pengendalian pencemaran udara dan atau ketentuan dokumen  lingkungan hidup.

Hal tersebut termasuk membuka diskusi untuk penetapan baku mutu udara ambien daerah  Provinsi DKI Jakarta yang cukup sehingga melindungi kesehatan manusia, lingkungan, dan ekosistem  di dalamnya. 

Irvan mengatakan, saat ini pemerintah sedang dalam proses pengambilan langkah cepat dalam menanggapi tujuh poin putusan peradilan.

Untuk diketahui, dalam putusan pada 16 September 2021, majelis hakim memerintahkan Gubernur Anies Baswedan untuk melakukan tujuh langkah, di antaranya, mengawasi ketaatan setiap orang terhadap peraturan perundangan di bidang pengendalian pencemaran udara dan atau ketentuan dokumen lingkungan hidup.

Selain itu, Anies juga harus mengetatkan baku mutu udara ambien daerah untuk provinsi DKI Jakarta yang cukup untuk melindungi kesehatan manusia lingkungan dan ekosistem termasuk kesehatan populasi yang sensitif. Kemudian menetapkan status mutu udara ambien setiap tahunnya dan mengumumkannya kepada masyarakat serta menyusun dan mengimplementasikan strategi dan rencana aksi pengendalian pencemaran udara.

Irvan mengatakan saat ini pemerintah telah mulai membangun kanal informasi yang akan berisi tentang seluruh informasi terkait  kualitas udara dan penyusunan Grand Design Pengendalian Pencemaran Udara (GDPPU) dan Sistem  Dispersi Sumber Pencemar yang menjadi bagian amar putusan majelis hakim.  

Irvan berharap peristiwa ini dapat mengakselerasi kualitas udara menjadi lebih baik di kota-kota besar,  khususnya DKI Jakarta.

“Sudah seharusnya warga Indonesia berhak untuk memperoleh udara bersih  dan sehat,” katanya.

Menurut dr. Alvi Muldani, Relawan dan Konsultan Kesehatan  Yayasan Alam Sehat Lestari (ASRI) menyebut particulate matter atau PM2,5 sebagai polutan yang paling mengancam kesehatan warga. Polutan berukuran kecil ini dapat menembus paru-paru dan dialirkan oleh pembuluh  darah ke seluruh tubuh. Pada tahun 2013, World Health Organization (WHO) mengklasifikasikan PM2,5 sebagai zat penyebab kanker. 

Alvi mengatakan, saat ini kadar PM2,5 di ibu kota kerap jauh di atas ambang batas baku mutu udara ambien. Hari ini, misalnya, Jakarta mencatat  kadar PM2,5 sebesar 26,9 ug/m3. Jumlah itu enam kali lipat standar tahunan WHO terbaru di level 15 mikrogram per meter kubik untuk batas  harian dan 5 mikrogram untuk batas rata-rata tahunan.

“Keberadaannya yang tidak disadari dan penyakitnya tidak spesifik membuat kita cenderung abai dengan polutan sebagai salah satu penyebab utama masalah kesehatan,” kata dr. Alvi.

“Padahal ini bisa menyebabkan  gangguan perkembangan janin, iritasi mata dan saluran napas, kanker paru, penyakit otak  degenerative, bahkan penurunan performa atlet karena mereka bernapas 20 kali lebih banyak  dibanding orang normal, sehingga berisiko untuk 20 kali lipat terpapar polusi,“ paparnya.

Sementara itu Direktur Yayasan Indonesia Cerah Adhityani Putri mendesak pemerintah pusat maupun daerah serius menangani masalah pencemaran udara di Jakarta.

Menurutnya, situasi darurat kesehatan masyarakat akibat polusi udara  serta minimnya perhatian pemerintah menjadi faktor utama dari 32 warga negara yang tergabung  dalam Koalisi Ibu Kota mengajukan gugatan ke pengadilan pada 2019. Gugatan ini dimenangkan warga September lalu.

“Harapan kami adalah agar pemerintah pusat dan daerah menanggapi dengan mendalam untuk langkah-langkah mitigasinya,” pungkasnya.