Transisi Energi dan Kendaraan Bersih Atasi Polusi Udara Jakarta

Penulis : Kennial Laia

Lingkungan

Sabtu, 09 Oktober 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Pengamat mengatakan Indonesia membutuhkan kebijakan terkait optimalisasi penggunaan bofuel dan kendaraan listrik. Hal itu untuk mengatasi permasalahan pencemaran udara di kota-kota besar seperti Jakarta.

Data Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, 75% polusi udara di Jakarta disumbang oleh asap  akibat penggunaan kendaraan bermotor berbahan bakar fosil. Data resmi pemerintah juga mengungkap bahwa sepanjang 2020 terdapat lebih dari 20 juta kendaraan bermotor di Jakarta, 80% didominasi oleh sepeda motor.

Sementara itu upaya untuk mengurangi jumlah kendaraan bermotor dengan  sosialisasi peralihan ke transportasi umum dan penggunaan kendaraan rendah emisi juga masih  minim. 

Menurut Engagement Manager dari  Traction Energy Asia Ricky Amukti, kualitas udara di ibu kota diperparah oleh aktivitas pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara seperti PLTU di Jawa Barat dan tujuh PLTU di Banten.

Ilustrasi energi terbarukan )lpbi-nu.org)

“Oleh karena itu, Pemprov DKI  Jakarta, Jawa Barat, dan Banten perlu bekerja sama untuk pengendalian penggunaan PLTU agar bisa  memperbaiki kualitas udara menjadi lebih sehat,” kata Ricky dalam diskusi publik, Kamis, 8 Oktober 2021.

Ricky mengatakan bahwa  Indonesia memiliki potensi yang sangat tinggi untuk beralih ke bahan bakar rendah emisi seperti  biofuel generasi kedua dan transisi ke kendaraan listrik. Sayangnya, dukungan pemerintah  dalam bentuk kebijakan masih belum maksimal, padahal hal tersebut dapat menjadi solusi untuk  permasalahan polusi udara di kota besar seperti Jakarta. 

“Jika peraturan terkait penggunaan biofuel dan kendaraan listrik diperkuat di sektor transportasi,  maka Indonesia akan memiliki udara yang lebih bersih. Selain itu juga dapat mengurangi tingkat  ketergantungan impor minyak dan bahan bakar. Perlu keseriusan agar kedepannya penggunaan BBM  bisa berkurang dengan membangun infrastruktur yang baik,” tutur Ricky.  

Peneliti International Council on Clean Transportation (ICCT) Tenny Kristiana turut mendukung  penggunaan kendaraan listrik yang dapat mengurangi konsumsi BBM sekaligus baik untuk mengurangi  polusi udara. Hal ini sejalan dengan program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KLBB) yang  didukung oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, pemerintah daerah serta BUMN dan perusahaan swasta lainnya. 

Menurut Tenny, kendaraan listrik merupakan salah satu pilihan paling tepat untuk mendukung upaya pengendalian polusi udara. Pasalnya, kendaraan listrik menghilangkan semua polutan lokal dari kendaraan seperti nitrogen dioksida (NOx), particulat meter (PM), hidrokarbon (HC) hingga karbon monoksida (CO).

“Indonesia bisa secara bertahap beralih ke kendaraan listrik dimulai dari kendaraan  umum, kendaraan pemerintah, hingga nanti ke kendaraan pribadi, terutama roda dua,” kata Tenny.

“Namun, ada hal  penting yang perlu dilakukan, yakni pembangunan ekosistem kendaraan listrik, seperti pembangunan  stasiun pertukaran baterai hingga secara bertahap mengganti sumber listrik dari bahan baku fosil ke  energi terbarukan dari geothermal, angin, hingga tenaga surya,” jelasnya.

Selain itu, pemerintah perlu memberikan lebih banyak subsidi dan  insentif bagi pemilik kendaraan listrik, agar bisa menarik banyak peminat baru. Menurut perhitungan  ICCT, Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) 0% atau pembebasan pajak transfer belum  cukup membuat kendaraan listrik bersaing dengan kendaraan internal combustion engine  (ICE). 

“Selain dapat mengendalikan polusi udara, penggunaan kendaraan listrik juga dapat menciptakan  lapangan pekerjaan baru sebagai efek dari industrialisasi kendaraan listrik. Sehingga sumber daya  manusia (SDM) Indonesia juga akan menjadi lebih terampil dan terlatih untuk bisa mengembangkan  kendaraan listrik produksi dalam negeri di masa depan,” jelasnya.

Kendaraan listrik, seperti mobil listrik, mengandalkan baterai ion-litium yang berbahan baku nikel. Karena itu penambangan dan produksi nikel juga perlu diperhatikan, dengan memperhatikan ekologis dan hak asasi manusia masyarakat di sekitar tambang, agar rantai produksi kendaraan listrik dapat berkelanjutan.