Rencana Food Estate dan Ancaman Tenggelamnya Pesisir Papua

Penulis : Syifa Dwi Mutia

Lingkungan

Kamis, 21 Oktober 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Rencana lahan pangan terintegrasi atau food estate menjadi ancaman bagi keanekaragaman hayati di Tanah Papua. Program pemerintah yang berdalih ‘ketahanan pangan’ ini mengancam wilayah Papua bagian selatan melalui penggundulan hutan berskala masif.

Pemerintah telah merencanakan pembukaan lahan food estate seluas 2.684.680,68 hektare di empat kabupaten di wilayah Papua bagian selatan, yakni Merauke, Mappi, Boven Digoel, dan Yahukimo. Lahan seluas lebih dari dua juta hektare mencakup usaha tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, dan perikanan berskala luas yang bertujuan untuk menyediakan pangan nasional.

Alih-alih untuk memperkuat ketahanan pangan, food estate ini justru mengancam kehilangan dan kerusakan hutan melalui deforestasi kawasan konservasi hutan dalam skala luas, memberikan dampak jangka panjang yang akan memengaruhi daya dukung lingkungan sehingga terjadi berbagai bencana ekologi dan menurunnya kesejahteraan hidup masyarakat serta makhluk hidup. Ini berisiko meningkatkan biaya lingkungan dan biaya sosial.

Tentunya deforestasi ini jauh dari komitmen Nationally Determined Contribution (NDC) untuk menurunkan emisi gas rumah kaca dan pembangunan rendah emisi, salah satu amanat dari Perjanjian Paris 2015. Kebijakan food estate ini juga tidak sejalan dengan Kerangka Pembangunan Berkelanjutan Papua (Visi Papua 2100) yang bertujuan untuk meningkatkan kebahagiaan dan kualitas hidup rakyat Papua serta komitmen mempertahankan 90% kawasan hutan.

Peta Prediksi Tenggelamnya Area Food Estate di Papua Selatan. (Climate Central)

Sementara, seluas 243.379,68 hektare proyek food estate berlokasi di kawasan hutan lindung, mengancam kehilangan dan kerusakan hutan yang mempunyai banyak fungsi ekologi seperti mencegah banjir, mengendalikan erosi, dan memelihara kesuburan tanah.

Akibatnya, tidak hanya keanekaragaman hayati saja yang terancam, food estate yang menjadi program prioritas Joko Widodo itu dapat memperparah tenggelamnya sebagian wilayah Papua bagian selatan pada 2030 yang berdasarkan analisis Climate Central.

Peta tenggelamnya wilayah Papua bagian selatan pada 2030 menurut Climate Central. (Climate Central)

Pulau Kimaam dan daerah sekitarnya yang menjadi sasaran food estate, terancam keanekaragaman hayatinya meliputi mangrove dan hutan air tawar serta kerusakan ekosistem lahan seperti padang rumput yang terendam hingga savana yang basah. Kawasan ini juga mempunyai fungsi ekologi untuk mencegah berbagai bencana hingga fungsi ekonomi dari hasil perikanannya.

Food estate merupakan salah satu dari 10 program prioritas strategis nasional pada periode kedua Joko Widodo dan 201 Proyek Strategis Nasional dengan nilai investasi Rp 4809,7 triliun, tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020 tanggal 17 November 2020 tentang Perubahan Ketiga Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN).

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menerbitkan Peraturan Menteri Lingkungan HIdup dan Kehutanan Nomor P.24/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2020 tentang Pembangunan Food Estate yang membolehkan penyelenggaraan food estate dalam kawasan hutan dan diperkuat dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, yang menjadikan hutan sebagai daerah strategis untuk food estate.

Pada siaran Pers WALHI (28/6), Aiesh Rumbekwan, Direktur Eksekutif WALHI Papua, menyebutkan program food estate tidak memiliki 

“Program ini akan semakin menjauhkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, hak atas tanah dan hak untuk hidup. Bahkan potensi konversi dan deforestasi akan menjauhkan relasi sakral kami dengan alam. Bagi kami orang Papua, hutan seperti mama, ia menyediakan berbagai kecukupan, bahkan beragam ritual bergantung pada kelestarian alam,” tambah Aiesh.

Menurut WALHI, argumentasi pemerintah mendorong program food estate dengan alasan ketahanan pangan seharusnya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan rakyat dan lingkungan hidup. Apalagi bertentangan dengan kekhususan Papua yang ditegaskan dalam UU Nomor 21 Tahun 2001 dan beragam Perdasus Papua.

“Berdasarkan kajian perundang-undangan kekhususan Papua dan perumusan kebijakan program food estate yang tidak partisipatif merupakan sebuah pelanggaran terhadap otonomi khusus di Papua. Pemerintahan Joko Widodo seolah memilih jatuh pada lubang yang sama,” ujar Even Sembiring, Manajer Kajian Kebijakan WALHI Nasional.

Berdasarkan data Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPPIB) yang dirilis Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, ditemukan seluas 972.624,84 hektare atau 36% area food estate di Tanah Papua berada di kawasan hutan alam dan gambut yang dilindungi, yang mana di kawasan ini tidak diperbolehkan untuk usaha eksploitatif yang menghilangkan fungsi ekologi setempat.

Program food estate pada kawasan hutan ataupun area penggunaan lain hanya menguntungkan pemilik izin usaha. Diperkirakan ada 20 perusahaan, Hak Pengusahaan Hutan dan Hutan Tanaman Industri, yang akan mendapatkan manfaat dan lahannya tumpeng tindih dengan proyek food estate dengan luas areal sebesar 493.561,03 hektare.

Areal terluas berada pada konsesi HTI seluas 368.629,21 hektare atau sekitar 18,4 persen dari total food estate di Papua. PT. Selaras Inti Semesta mengeksploitasi lahan terluas yaitu 121.563 hektare, disusul dengan PT. Plasma Nutfah Marind Papua seluas 66.120 hektare, diikuti lima perusahaan lainnya, yaitu PT. Medco Papua Alam Lestari (56.336 ha), PT Wahana Samudera Sentosa (53.568 ha), PT. Wanamulia Sukses Sejati Unit III (42.707 ha), PT. Wanamulia Sukses Sejati Unit I dan II (41.436 ha), dan PT. Merauke Rayon (9.762 ha).

Pada konsesi HPH untuk proyek food estate Papua, PT Damai Setiatama Timber mengeksploitasi lahan terluas yaitu 109.097 hektare, disusul dengan PT. Tunas Timber Lestari seluas 40.874 hektare dan PT. Mukti Artha Yoga seluas 6.774 hektare.

Sementara dari konsesi Perkebunan dalam proyek food estate, PT. Merauke mengeksploitasi lahan terluas yaitu 2.705,51 hektare, diikuti dengan empat perusahan lainnya, PT. Global Papua Abadi (295,83 ha), PT. Dongin Prabhawa (218,74 ha), PT. Montelo (199,99 ha), dan PT. Bio Inti Agrindo (38,47 ha).

Penulis merupakan reporter magang di betahita.id