UE: Kembali ke Batu Bara Berarti Mengundang Bencana Iklim
Penulis : Tim Betahita
Tambang
Senin, 25 Oktober 2021
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID -Kembali menggunakan energi kotor dari batu bara selama krisis energi saat ini akan menjadi tragedi iklim. Kembali pada batu bara "bukan langkah yang cerdas". Pasar harus mengambil kesempatan untuk beralih ke energi terbarukan.
Seperti dilaporkan Reuters, pernyataan itu dilontarkan Kepala kebijakan perubahan iklim Uni Eropa (UE) Frans Timmermans, pekan lalu. Pemulihan industri kolektif tahun ini setelah pandemi coronavirus krisis telah menyebabkan lonjakan permintaan dan harga energi di mana-mana.
Di Eropa, melonjaknya harga gas grosir telah mendorong lebih banyak utilitas untuk beralih ke batu bara untuk menghasilkan listrik tepat ketika kawasan itu mencoba untuk menghentikan negara-negara dari bahan bakar berpolusi tinggi.
Di Asia, permintaan batu bara dari pasar raksasa seperti Tiongkok dan India telah melonjak karena ekonomi mereka dimulai kembali setelah kemerosotan besar yang disebabkan oleh pandemi.
"Akan menjadi tragedi jika dalam krisis ini kita akan mulai berinvestasi lagi di batu bara, yang merupakan energi yang tidak memiliki masa depan dan sangat mencemari," kata wakil presiden eksekutif Komisi Eropa Frans Timmermans kepada Reuters, Senin (18/10) saat berkunjung di Indonesia.
"Hal cerdas yang harus dilakukan adalah, selama krisis energi ini, kurangi sesegera mungkin ketergantungan Anda pada bahan bakar fosil," tambahnya, mencatat bahwa harga energi terbarukan tetap rendah secara konsisten sementara harga batu bara melonjak.
Harga batubara global telah melonjak ke rekor tertinggi dan eksportir batu bara termal utama Indonesia telah meningkatkan target produksi 2021 untuk memenuhi permintaan karena operasi penambangan terganggu oleh hujan lebat.
Batu bara menjadi bagian dari diskusi Timmermans dengan pejabat Indonesia selama kunjungannya menjelang pembicaraan perubahan iklim COP26 di Glasgow, Skotlandia, bulan depan.
Indonesia, penghasil emisi gas rumah kaca terbesar kedelapan di dunia, bertujuan untuk mencapai emisi karbon nol bersih pada tahun 2060 atau lebih awal, yang mencakup rencana untuk menghentikan penggunaan pembangkit listrik tenaga batu bara. Indonesia juga merupakan pengekspor batu bara utama, dengan penjualan batu bara di luar negeri sebagai sumber pendapatan yang penting.
Batu bara saat ini membentuk sekitar 60% dari pembangkit listrik Indonesia dan menyumbang sekitar 35% dari emisinya.
Timmermans mengatakan rencana Indonesia untuk meningkatkan porsi energi terbarukan dalam bauran energinya "terpuji dan ambisius" dan UE ingin meningkatkan kerja sama di sektor itu.
"Kami ingin bekerja sama dengan Indonesia untuk memastikan kami dapat berinvestasi dan melakukan transfer teknologi; membawa beberapa ide ke pasar untuk angin lepas pantai atau surya, atau panas bumi," ujar Timmermans.
Studi pemerintah menunjukkan Indonesia perlu menginvestasikan US$150 miliar hingga US$200 miliar (Rp 2.112 triliun hingga Rp 2.816 triliun) per tahun dalam program rendah karbon selama sembilan tahun ke depan. Anggaran itu diperlukan untuk memenuhi tujuannya mencapai emisi karbon nol bersih pada tahun 2060 atau lebih cepat.