Pasal “Siluman” dalam Dakwaan Pejuang Lingkungan Pekalongan
Penulis : Syifa Dwi Mutia
Hukum
Kamis, 28 Oktober 2021
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Dua pejuang lingkungan Watusalam masih mendekam di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Pekalongan sejak 15 Oktober 2021. Keduanya menghadapi sidang perdana daring dari Rutan Pekalongan dengan agenda pembacaan surat dakwaan.
Muhammad Abdul Afif dan Kurohman merupakan pejuang lingkungan yang menolak pencemaran limbah B3 oleh PT. PAJITEX dan tidak melakukan pengelolaan Limbah B3 sebagaimana yang diatur dalam UU PPLH (32/2009).
Meskipun penasihat hukum sudah mengajukan penangguhan penahanan dengan penjamin 428 orang, sang hakim tidak mengabulkannya dengan alasan ditakutkan salah satu terdakwa tidak kooperatif dan pertimbangan syarat subjektif dan objektif.
“Tindakan kooperatif pejuang lingkungan nyatanya telah terbukti. Dari proses pemeriksaan di tingkat penyelidikan dan penyidikan mereka selalu menghadiri proses, bahkan dalam tahap penahanan,” terang siaran pers Tim Advokasi Melawan Pencemaran Lingkungan Pekalongan dalam siaran pers (27/10).
Keduanya dijatuhi dakwaan dengan pasal 170 ayat (1) KUHP dan 406 (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP oleh Penuntut Umum. Tim Penasihat Hukum menilai, dakwaan tersebut kabur dan cacat secara hukum dengan adanya “Pasal Siluman” yaitu 406 ayat (1) KUHP yang tidak pernah muncul selama proses penyidikan.
“Apabila Penuntut umum tidak percaya dengan sangkaan Pasal 170 ayat (1) KUHP, seharusnya Penuntut Umum memutuskan untuk membebaskan terdakwa bukan malah menahan Terdakwa dan memasukkan Pasal siluman. Untuk itu Penasihat Hukum akan mengajukan Eksepsi pada tanggal 03 November 2021,” lanjut siaran pers tersebut.
Abdul dan Kurohman menganggap pasal yang menjerat mereka sangat tidak manusiawi, mengingat keduanya berjuang untuk menolak PT. PAJITEX yang berdampak kepada istri dan anak mereka yang masih balita.
Sementara PT. PAJITEX, pencemar lingkungan yang berkaitan dengan kepentingan publik, hanya dijatuhi pasal yang sangat ringan dan bebas dari tahanan. Faktanya, para warga menyatakan bahwa PT. PAJITEX telah mencemari lingkungan dengan adanya batu bara dan air tercemar akibat limbah batu bara dari produksi pabrik.
Sidang ini menjadi ajang pembuktian bahwa kedua terdakwa yang sedang memperjuangkan hidup yang baik dan sehat, sebagaimana dilindungi dalam Pasal 66 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang PPLH, artinya kedua terdakwa tersebut tidak bisa dituntut secara pidana.
“Terdakwa berharap agar Majelis Hakim dapat melihat secara jernih terhadap kasus kriminalisasi yang dilakukan oleh PT PAJITEX. Bahwa upaya kriminalisasi yang dilakukan oleh PT PAJITEX merupakan upaya untuk membungkam warga yang sedang memperjuangkan lingkungan,” pungkas siaran pers tersebut.
Penulis merupakan reporter magang di betahita.id