Pemerintah Klaim Siap Tangani Perubahan Iklim

Penulis : Kennial Laia

Perubahan Iklim

Minggu, 31 Oktober 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Pemerintah Indonesia mengklaim komitmen dan ambisi iklimnya telah kuat untuk mengendalikan perubahan iklim. Menurut Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Menteri Siti Nurbaya Bakar, komitmen dan implementasi itu akan ditunjukkan pada konferensi perubahan iklim COP26 di Glasgow, 31 Oktber-12 November mendatang.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan Indonesia telah lama mempersiapkan diri untuk berkontribusi secara optimal bersama masyarakat global untuk mencapai target bersama.

"Di Glasgow kita akan menegaskan komitmen dan ambisi kita dalam mengendalikan perubahan iklim dengan menahan kenaikan suhu bumi di bawah 1.5 derajat celcius. Komitmen itu ketegasan antara komitmen dan implementasi,” tutur Siti, Kamis, 28 Oktober 2021, dalam acara  Climate Leaders Message, Kamis, 28 Oktober 2021, di Jakarta.

“Arahan Bapak Presiden yang dijanjikan itu yang realistis yang bisa dikerjakan atau ada justifikasi kita bisa melakukannya," kata Siti. 

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar. Foto: menlhk.go.id

Ambisi iklim Indonesia tercatat dalam dokumen seperti Nationally Determined Contribution (NDC), Updated NDC Indonesia, maupun Long-term Strategy on Low Carbon and Climate Resilience 2050 (LTS-LCCR 2050) yang disampaikan kepada UNFCCC pada Juli 2021.

Dokumen itu merupakan mandat Perjanjian Paris, yang juga telah diratifikasi menjadi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement To The United Nations Framework Convention On Climate Change.

Menteri Siti juga mengklaim, pemerintah dan KLHK telah mencapai hasil dari upaya pengendalian perubahan iklim selama tujuh tahun terakhir. Kerja tersebut melibatkan berbagai pihak mulai dari pemerintah, akademisi, dunia usaha, aktivis, media, dan masyarakat.

"Kita akan memberikan kepada dunia berupa contoh-contoh kerja nyata pengendalian perubahan iklim," imbuhnya.

Menurut Siti, kepemimpinan Indonesia dalam aksi-aksi pengendalian perubahan iklim diakui oleh masyarakat internasional, termasuk dalam menurunkan laju deforestasi ke tingkat terendah dalam 20 tahun terakhir.

Pada manajemen kebakaran hutan dan lahan, Indonesia mengurangi kebakaran hutan dan lahan hingga 82% saat beberapa wilayah di Amerika, Australia dan Eropa mengalami peningkatan signifikan kejadian karhutla. Saat ini pemerintah juga sedang berupaya memulihkan 600 ribu hektare hutan mangrove yang rusak hingga 2024.

Indonesia juga berhasil menghindari apa yang disebut bencana ganda, yaitu kebakaran hutan yang menyebabkan asap terjadi secara paralel dengan wabah COVID-19, selama dua tahun pandemi, kata Siti.

Siti mengatakan, besarnya kontribusi sektor kehutanan dan lahan pada 6-7 tahun terakhir dalam penurunan emisi karbon menjadi dasar agenda Forest and Land Use (FoLU) Net Sink pada 2030 yang diusung Indonesia sebagai ambisi besar yang terukur pada Glasgow Climate Change Conference (COP26) nanti.

Sebanyak 60% emisi Indonesia berasal dari sektor hutan dan penggunaan lahan. Pada 2030, serapan emisi karbon di sektor ini diharapkan sudah berimbang atau lebih tinggi dari tingkat emisinya.

"Selama 6-7 tahun dengan kerja keras yang telah dikerjakan bersama, maka target FoLU netsink karbon optimis bisa kita capai di 2030," kata Siti.

Sementara itu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, sektor energi Indonesia akan ikut berkontribusi dalam upaya pengendalian perubahan iklim terutama dari penurunan emisi gas buang dari industri dan transportasi.

"Sektor energi tidak ketinggalan untuk ikut menurunkan emisi gas buang. Upaya ini dilakukan karena penurunan efek rumah kaca tidak akan berkelanjutan apabila tidak diikuti penurunan emisi dari gas buang bahan bakar yang kita gunakan," ujar Arifin.

Menurutnya, langkah penurunan gas buang dari sektor energi sudah dimulai dengan penggunaan bioenergi, mendorong penggunaan kendaraan listrik, mengubah pembangkit listrik energi fosil menjadi energi yang lebih bersih dan terbarukan seperti energi biosolar, air, matahari, angin, dan panas bumi.

"Penggunaan bioenergi terbukti tidak banyak berpengaruh terhadap kinerja mesin. Ini tentunya memberikan sinyal yang positif bagi upaya pengurangan energi yang berasal dari fosil," kata Arifin.

Sementara itu Duta Besar Indonesia untuk Singapura Suryopratomo menyoroti tentang betapa pentingnya semua pihak baik di level nasional maupun global untuk menjaga alam demi menghindari terjadinya perubahan iklim.

"Kita merasakan bahwa bumi telah mengalami tingkat kerusakannya lebih dahsyat saat ini. Selama 150 tahun terakhir bumi telah berubah total. Inilah yang harusnya membangkitkan kita semua untuk bersama sama bagaimana menyelamatkan bumi, bagaimana mencegah terjadinya pemanasan bumi, yang akan berakibat pada perubahan ekosistem dan akan membuat makhluk hidup menghadapi malapetaka," ungkapnya.