Nada Negatif Sertifikasi ISPO PT SML

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Sawit

Rabu, 03 November 2021

Editor :

BETAHITA.ID - Kaoem Telapak dan Masyarakat Adat Laman Kinipan menyerukan agar Lembaga Sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) tidak melakukan sertifikasi ISPO pada PT Sawit Mandiri Lestari (SML), mengingat perusahaan ini masih berkonflik dengan masyarakat adat di Desa Kinipan, terkait wilayah adat masyarakat yang diambil perusahaan.

Suara penolakan ini dimulai ketika pertengahan Oktober 2021 lalu muncul pemberitaan di media massa yang menyatakan bahwa PT SML akan mengajukan proses sertifikasi ISPO Inti dan Plasma. Disebutkan, PT SML berkomitmen besar dalam menjalankan setiap aktivitas bisnis dengan menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik serta praktik kelapa sawit berkelanjutan dan bertanggung jawab. Namun bagi masyarakat adat di Kinipan, komitmen PT SML itu jauh dari kenyataannya.

"Apa yang tertulis dalam berita, sangat bertolak belakang dengan apa yang sudah dilakukan oleh PT SML di wilayah adat kami. Perusahaan ini telah merusak hutan yang menjadi warisan leluhur kami," ujar Efendi Buhing, Ketua Komunita Adat Laman Kinipan, dalam siaran pers yang diterima betahita.id, Selasa (2/11/2021).

ISPO sendiri adalah sistem sertifikasi nasional Indonesia untuk memastikan legalitas dan kepatuhan sektor kelapa sawit terhadap standard keberlanjutan skema ISPO yang baru saja direvisi dan terbit pada 2020 lalu mengadopsi prinsip transparansi dan indikator Persetujuan atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan atau Free Prior and Informed Consent (FPIC) dalam standardnya.

"Memang betul perusahaan telah melakukan sosialisasi pada tahun 2012, namun masyarakat Kinipan menolak. Jika pun perusahaan mengklaim bahwa masyarakat Kinipan menerima, dapat kami pastikan dokumen tersebut palsu."

Tampak dari ketinggian sebagian hutan di wilayah adat Kinipan telah terbabat untuk perkebunan sawit PT SML./Foto: Betahita.id

Efendi Buhing menambahkan, tindak lanjut penyelesaian sengketa antara PT SML dengan masyarakat adat di Kinipan belum selesai hingga sekarang dan tidak ada kejelasan. Pihaknya meminta pemerintah untuk segera membantu proses pengakuan masyarakat adat di Kinipan.

"Pemerintah harus jemput bola terkait proses pengajuan wilayah adat, mengingat masyarakat adat memiliki keterbatasan SDM. Sehingga bimbingan dan pengarahan sangat diperlukan agar proses pengakuan segera selesai," ucap Buhing.

Juru Kampanye Kelapa Sawit, Kaoem Telapak, Rahmadha Syah mengatakan, rencana pengajuan sertifikasi ISPO oleh PT SML ini merupakan ujian bagi skema ISPO yang baru saja direvisi, yang diklaim pemerintah lebih kuat dan kredibel. Apabila suatu perusahaan memiliki kasus sengketa lahan yang masih berlangsung dengan masyarakat dapat mengajukan sertifikasi, apalagi jika nanti sertifikasi ISPO diberikan, hal ini justru semakin meneguhkan klaim banyak pihak bahwa skema ISP tidak cukup kredibel sebagai skema keberlanjutan usaha kelapa sawit.

"Saat ini metode verifikasi untuk indikator FPIC (Persetujuan atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan) hanya melalui tinjauan dokumen. Yang ternyata bertentangan dengan pernyataan masyarakat. Perlu metode verifikasi ang lebih valid dengan melibatkan partisipasi publik yang nyata," ujar Rahmadha.

PT SML yang mulai beroperasi sejak 2014 di Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, sejak awal masuk di wilayah Kinipan telah mendapat penolakan dari masyarakat adat yang tidak bersedia wilayah dan hutannya dikonversi menjadi kebun sawit. Berbagai upaya telah dilakukan oleh masyarakat Kinipan untuk mempertahankan warisan leluhur mereka.

Termasuk melakukan pemetaan wilayah adat pada 2015 dan mendaftarkannya ke Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) pada 2017. Upaya menuntut pengakuan wilayah adat hingga kini juga belum membuahkan hasil. Aksi penolakan masyarakat Kinipan terhadap PT SML berujung pada tindak kriminalisasi masyarakat, yang mana 5 orang masyarakat adat Kinipan ditangkap oleh pihak Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah pada Agustus 2020.