10 Perusahaan Pencemar Plastik, Salah Satunya Sponsor COP26

Penulis : Syifa Dwi Mutia*

Lingkungan

Kamis, 04 November 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Hampir 100% bahan plastik terbuat dari bahan bakar fosil. Tentunya menjadi salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar sejak awal produksi hingga menjadi sampah yang menumpuk di tempat pembuangan akhir. 

Organisasi Break Free From Plastic mendesak perusahan pencemar plastik untuk menghentikan produksi plastik melalui sebuah laporan yang dirilis pada 25 Oktober 2021. Laporan yang berjudul “BRANDED Volume IV: Holding Corporations Accountable for the Plastic & Climate Crisis” membeberkan 10 perusahaan pencemar plastik terbanyak sepanjang 2021. 

Organisasi nirlaba itu melakukan 440 acara audit lapangan di 45 negara dengan bantuan 11.184 sukarelawan untuk mengumpulkan sampah-sampah. Sebanyak 63% sampah yang dikumpulkan masih memiliki merek perusahaan yang jelas.

Berdasarkan hasil analisa laporan, perusahaan pencemar plastik terbanyak sepanjang 2021: The Coca-Cola, Company, PepsiCo, Unilever, Nestlé, Procter & Gamble, Mondelēz International, Philip Morris International, Danone, Mars, Inc., dan Colgate-Palmolive.

Ilustrasi sampah kantung plastik (Pixhere.com)

Indonesia mengalami peningkatan plastik hampir 300 persen dalam setahun,  dari 5,832 pada 2020 dan tahun ini naik menjadi 18,494 plastik. Perusahaan Danone menjadi pencemar plastik terbanyak yakni 2,472 atau sekitar 13.37% persen dari keseluruhan plastik di Indonesia. Perusahaan Wings berada di urutan kedua dengan 1,979 plastik, disusul Mayora Indah yakni 1,160 plastik.

‘Kehidupan’ plastik melalui lima siklus yakni ekstraksi, transportasi, pengilangan, pembuatan, hingga menjadi sampah. Jika siklus plastik ini adalah sebuah ‘negara’, Break Free From Plastic memperhitungkan ‘negara’ plastik menjadi penghasil emisi gas rumah kaca terbesar kelima, tepat setelah Cina, Amerika Serikat, India, dan Rusia.

Pencemar plastik sekaligus penghasil karbon

The Coca-Cola Company dan PepsiCo dinobatkan sebagai pencemar plastik teratas selama empat tahun berturut-turut. Hasil audit tahun ini, ditemukan hampir 20.000 produk bermerek Coca-Cola, merupakan kenaikkan yang paling tinggi hingga melebihi jumlah gabungan dari dua pencemar berikutnya.

Padahal, perusahaan yang dikenal dengan minuman berkarbonasi itu sudah ‘berjanji’ untuk bertanggung jawab untuk mendaur ulang kemasannya sejak 2018. Alih-alih mengurangi, sampah plastik justru yang dihasilkan semakin banyak dan meningkat setiap tahunnya.

Berdasarkan laporan tersebut, pada 2020 Coca-Cola Company menyumbang 2,981,421 metrik ton (mt) plastik, menghasilkan 14,907,105 mt karbon dioksida setara emisi 3,241,996 pengendara dalam satu tahun. Emisi yang dihasilkan tahun ini dipastikan lebih besar melihat peningkatan dibandingkan tahun lalu.

10 perusahaan pencemar plastik terbanyak sepanjang 2021. Sumber: Break Free From Plastic

Sama halnya dengan PepsiCo yang menjadi tiga besar pencemar plastik tiga tahun berturut-turut. Walaupun sudah berkomitmen untuk mengurangi penggunaan separuh plastik murni pada 2030, belum ada titik cerah adanya perubahan dari PepsiCo.

Menurut Koordinator Regional Kampanye Plastik Greenpeace Asia Tenggara Abigail Aguilar, adalah hal yang tidak mengherankan melihat merek besar yang sama menjadi pencemar plastik teratas berturut-turut.

“Perusahaan-perusahaan ini mengklaim sedang menangani krisis plastik, namun mereka terus berinvestasi dalam solusi palsu sambil bekerja sama dengan perusahaan minyak untuk memproduksi lebih banyak plastik,” tulis Aguilar dalam laporan tersebut.

Sementara itu, sejak 2018 Unilever untuk pertama kalinya berada di posisi ketiga pencemar plastik, bersamaan pada tahun perusahaan ini menjadi salah satu sponsor utama KTT COP26 di Glasgow.

“Mengingat 99% plastik terbuat dari bahan bakar fosil, dan bahwa perusahaan bahan bakar fosil secara aktif mengalihkan fokus mereka ke plastik sebagai sumber pendapatan yang meningkat, peran Unilever dalam COP26 sangat menghina. Semua perusahaan ini berkontribusi secara signifikan terhadap krisis iklim dan krisis polusi plastik,” dikutip dari laman breakfreefromplastic.org (25/10).

Duta Muda BFFP untuk Indonesia, Sofi Azilan, menemukan banyak merek Unilever di sugai daerah Malang.

“Kami melakukan empat kali audit di lokasi yang berbeda di Indonesia. Di Sungai Kabupaten Malang, kami banyak menemukan produk perawatan diri dari Unilever. Kami juga berpetualang di taman bakau yang terjerat plastik sekali pakai,” tulis Sofia di laporan tersebut.

Tren kenaikan sampah plastik The Coca-Cola Company. Sumber: Break Free From Plastic

“Yang tak terlupakan dari kegiatan brand audit ini adalah kami menemukan banyak kemasan dari sekitar tahun 1990 hingga awal tahun 2000 yang masih utuh, hanya warnanya yang pudar. Ini memberikan bukti yang jelas bahwa kita benar-benar harus menghindari plastik sekali pakai,” pungkas Sofia.

Selain mengurangi konsumsi plastik berlebih, perubahan besar hanya akan terjadi jika perusahaan dan pemerintah dapat bekerja sama.

Break Free From Plastic mendesak perusahaan agar lebih memperhatikan pencemaran plastik dan gas rumah kaca yang dihasilkan serta bertanggung jawab dengan beralih sistem pengirim produk isi dan pakai ulang.

Pemerintah juga perlu memperkuat komitmen target nol emisi dan investasi lebih banyak pada sistem pengelolaan sampah serta rencana aksi iklim lainnya.

*Penulis merupakan reporter magang di betahita.id