Lagi, Lubang Tambang Tewaskan Korban ke-40 di Kaltim

Penulis : Kennial Laia

Tambang

Kamis, 04 November 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Lubang bekas tambang di Kalimantan Timur kembali menelan korban. Dengan tragedi yang terus terulang, total individu yang tewas menjadi 40 jiwa.

Korban bernama Febi Abdi Witanto (25) tenggelam pada 31 Oktober 2021 di lubang tambang di area konsesi batu bara CV Arjuna. Usai kejadian tersebut, aktivis dan mahasiswa di Kalimantan Timur mendesak pemerintah provinsi untuk menangani situasi tersebut dengan serius. 

Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur mencatat, terdapat 1.735 lubang bekas tambang di provinsi tersebut. Di Kota Samarinda, terdapat 349 lubang bekas tambang yang dibiarkan menganga tanpa reklamasi dan pemulihan.

Menurut JATAM, kondisi ini merupakan bom waktu yang hingga kini tidak mendapat perhatian serta tindakan dari pemerintah. Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor dianggap tidak melakukan upaya perbaikan. 

Aksi mahasiswa dan aktivis di depan kantor gubernur Kalimantan Timur, mendesak agar Gubernur Isran Noor serius menangani persoalan lubang tambang yang telah menewaskan 40 korban, mayoritas anak-anak. Foto: Istimewa

“Gubernur Isran Noor melakukan pembiaran tanpa ada upaya reklamasi, penegakan hukum bagi korporasi yang tidak melakukan reklamasi, dan tidak melakukan pengawasan. Hal ini menunjukkan sifat masa bodoh kelapa daerah selaku pemberi izin,” kata Dinamisator JATAM Kaltim Pradarma Rupang dalam keterangan tertulis, Selasa, 3 November 2021. 

Dalam aksi protes hari ini, aktivis dan mahasiswa yang terdiri dari berbagai organisasi menyindir Isran dengan penghargaan “Gubernur Masa Bodoh”. Menurut aksi massa, Isran telah abai dan mendiamkan korban yang sudah mencapai 40 nyawa yang mayoritas anak-anak.

Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kaltim menilai, tewasnya anak di lubang bekas tambang bakal terulang tanpa langkah strategis dari pemerintah. 

"Problem berulang dari model ekonomi ekstraktif yang mengabaikan lingkungan hidup dan keselamatan rakyat seperti ini harusnya sudah beralih ke ekonomi nusantara, sebagai ekonomi tanding yang bersih, berkelanjutan dan tidak mematikan," ujar Direktur WALHI Kaltim Yohana Tiko.

Menurut Akademisi Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah, setelah operasi penambangan berakhir ada kewajiban yang mutlak dilakukan oleh pemegang izin tambang yakni melaksanakan reklamasi dan pascatambang. “Siapapun yang abai dengan kewajiban ini, jelas adalah kejahatan yang berkonsekuensi pidana," kata Herdiansyah.

Herdiansyah mengatakan, undang-undang mengatur bahwa setiap pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang telah berakhir wajib melaksanakan reklamasi atau menyetor dana jaminan reklamasi serta pascatambang. Kegagalan pemenuhan kewajiban ini dihukum pidana paling lama lima tahun dan denda maksimal Rp 100 miliar.

Hukuman tambahan juga berlaku bagi pelanggar berupa perampasan barang, perampasan keuntungan, dan kewajiban membayar biaya yang ditimbulkan akibat tindak pidana tersebut.

“Batas waktu pun diatur, apalagi CV Arjuna sudah bertahun-tahun tidak beroperasi. Lalu mengapa lubang tambangnya dibiarkan menganga?” kata Buyung Marajo dari Pokja 30.

Menurut catatan JATAM Nasional, total korban yang tewas di lubang tambang mencapai 168 jiwa di seluruh Indonesia dalam periode 2014-2020. Sementara itu terdapat 3.092 lubang tambang yang masih menganga secara nasional. Lubang ini berisi air beracun dan mengandung logam berat. Mayoritas berada di dekat kawasan padat pemukiman sehingga menjadi “bom waktu”. 

Massa aksi mendesak adanya Moratorium Pertambangan Batubara di Indonesia. Massa juga mendesak pencabutan izin dan tindakan hukum bagi CV Arjuna dan perusahaan perusahaan pertambangan batubara lainnya yang melanggar reklamasi. Pengabaian oleh pemerintah provinsi seperti Gubernur Kalimantan Timur dan Walikota Samarinda juga mesti disorot.

Kasus tewasnya anak-anak di lubang tambang di Indonesia merupakan gambaran buruknya tata kelola lingkungan hidup dan pertambangan batu bara di Indonesia.