FAO: Harga Pangan Dunia Sudah Mencapai Level Tertinggi
Penulis : Tim Betahita
Lingkungan
Minggu, 07 November 2021
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) menyatakan bahwa sekarang harga pangan global telah mencapai level tertinggi dalam lebih dari satu dekade. Angka itu pun naik lebih dari 30% tahun lalu.
FAO mengambil kesimpulan tersebut dengan mengambil sampel lonjakan harga sereal dan minyak sayur di seluruh dunia. Harga minyak nabati mencapai rekor tertinggi setelah naik hampir 10% pada Oktober.
Gangguan pasokan, harga komoditas yang tinggi, penutupan pabrik dan ketegangan politik menyebabkan terdongkraknya harga. FAO mengatakan harga sereal naik lebih dari 22% dibandingkan tahun sebelumnya.
Harga gandum adalah salah satu kontributor utama kenaikan ini, naik hampir 40% dalam 12 bulan terakhir setelah eksportir utama - seperti Kanada, Rusia dan AS - mengalami panen yang buruk.
"Dalam kasus sereal, kami menghadapi situasi di mana dapat dikatakan bahwa perubahan iklim yang pada akhirnya menyebabkan penurunan produksi," kata Peter Batt, pakar agribisnis di Curtin Business School mengatakan kepada BBC.
“Dunia mengalami tahun-tahun [panen] yang sangat buruk di banyak tempat."
FAO mengatakan naiknya indeks harga minyak nabati didorong oleh kenaikan harga minyak sawit, kedelai, bunga matahari dan minyak lobak.
Dalam kasus minyak kelapa sawit, harga terdorong lebih tinggi setelah produksi dari Malaysia turun karena kekurangan pekerja migran yang sedang berlangsung.
Kekurangan tenaga kerja berperan menaikkan biaya produksi dan transportasi makanan di tempat-tempat lain di dunia.
"Masalah lain yang muncul adalah mengeluarkan produk. Misalnya, di sini di Australia kami memiliki banyak kapal yang datang untuk mengambil makanan tetapi kami tidak dapat memasukkan kru karena Covid," kata Blatt.
Gangguan pengiriman juga mendorong harga susu, dengan biaya produk susu naik hampir 16% selama tahun lalu.
Brigit Busicchia dari Macquarie University mengatakan spekulasi di pasar global juga berkontribusi terhadap kerentanan harga. "Sejak tahun 1990-an, deregulasi perdagangan berjangka komoditas telah memungkinkan investor institusional untuk memasuki pasar ini dalam skala besar."
Hal ini berdampak pada negara-negara yang bergantung pada impor pangan. "Diperkirakan negara-negara seperti Mesir atau negara-negara Timur Tengah lainnya mengalami ketegangan dalam penyediaan sereal mereka," katanya.
Busicchia juga menyoroti bahwa kenaikan harga pangan biasanya paling dirasakan oleh masyarakat miskin, karena kelompok yang kurang beruntung didorong lebih jauh ke dalam kemiskinan. Hal ini berpotensi meningkatkan ketegangan sosial dan politik.