Sidang JR UU Minerba Kuatkan Bukti DPR Tak Bekerja untuk Rakyat
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Hukum
Selasa, 09 November 2021
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Pada sidang keempat judicial review (JR) Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) di Mahkamah Konstitusi (MK) yang digelar secara daring, Senin (8/11/2021), DPR RI mempertanyakan kedudukan hukum atau legal standing para Pemohon. Itu menandakan DPR RI tidak memahami pokok permohonan.
Selain pertanyakan legal standing, DPR RI jgua terus menerus beralasan bahwa UU Minerba dibuat untuk menyejahterakan rakyat. Alasan DPR RI tersebut justru menujukkan bahwa DPR RI tidak menjalankan tugasnya dengan baik sebagai wakil rakyat, dan mengabaikan kriminalisasi yang dialami oleh warga, serta ancaman kematian akibat kehadiran tambang.
"Berdasarkan keterangan DPR RI dalam sidang judicial review UU Minerba, DPR menyatakan bahwa para Pemohon tidak dirugikan oleh berlakunya UU Minerba. Hal ini menunjukkan bahwa DPR yang katanya mewakili rakyat justru tidak mengetahui jika banyak rakyat yang menjadi korban dari pertambangan seperti korban meninggal akibat lubang tambang, konflik agraria, serta kriminalisasi rakyat yang merupakan akibat berlakunya UU Minerba," ujar Abd. Wachid Habibullah, Tim Advokasi UU Minerba.
Dalam sidang ini, anggota Arteria Dahlan yang mewakili DPR RI mempertanyakan legal standing para Pemohon JR Minerba. Padahal Nur Aini dan Yaman, dua warga Pemohon JR Minerba merupakan korban kriminalisasi menggunakan UU Minerba. Keduanya dikriminalisasi saat sedang melindungi ruang hidupnya dari kerusakan akibat kehadiran industri tambang. Pernyataan DPR RI yang menuduh bahwa Pemohon tidak memiliki legal standing juga menjadi penanda bahwa DPR RI tidak memahami pokok permohonan.
"Walhi (Wahana Lingkungan Hidup) sudah berperkara puluhan kali, tidak perlu dipertanyakan lagi soal legal standing Walhi dan sudah puluhan tahun juga legal standing Walhi mewakili lingkungan hidup diakui oleh pengadilan. Dalam lima tahun ke belakang, Walhi sudah menggugat beberapa IUP dan IUPK yang diterbitkan oleh pemerintah maupun menggugat izin lingkungan tambang minerba dan tidak pernah digagalkan karena urusan legal standing,” kata Dwi Sawung dari Eksekutif Nasional Walhi.
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur (Kaltim) yang juga sebagai salah satu Pemohon menegaskan legal standing-nya dalam JR UU Minerba. Dinamisator Jatam Kaltim, Pradama Rupang menjelaskan pihaknya telah berkali-kali mendaftarkan sengketa informasi di Komisi Informasi dan tak pernah ada yang pertanyakan kedudukan hukum Jatam Kaltim.
"Anggota Jatam Kaltim adalah para korban dari industri tambang. Para anggota memberikan mandat agar UU Minerba digugat. Justru kita meragukan posisi DPR RI terhadap keselamatan warga di lingkar tambang. Menjamin investasi seluas-luasnya itu justru mewakili kepentingan perusahaan tambang," kata Pradarma Rupang.
Keterangan dari DPR RI dalam persidangan JR UU Minerba kali ini semakin menunjukkan bahwa orientasi dari pengesahan UU Minerba hanya untuk meraup keuntungan melalui eksploitasi sumber daya alam sektor mineral dan batu bara. DPR RI sebagai wakil rakyat juga menutup mata terhadap ketimpangan yang terjadi di masyarakat.
"Alih-alih mendukung upaya rakyat dalam memperjuangkan keberlanjutan lingkungan, DPR RI malah berdalih bahwa pengesahan UU Minerba akan memberikan tambahan pendapatan, menjamin ketertiban hukum, serta mengayomi pengusaha dan rakyat meskipun DPR RI menyadari posisi yang tidak seimbang antara pengusaha dan rakyat. DPR RI harusnya berdiri bersama rakyat karena DPR RI merupakan subjek yang dipilih dan mewakili rakyat," ujar Eti Oktaviani dari Tim Advokasi UU Minerba.
Menurut rencana, sidang judicial review UU Minerba akan dilanjutkan kembali pada 6 Desember 2021, dengan agenda mendengarkan keterangan pemerintah yang tertunda disampaikan pada sidang kali ini. Karena pada persidangan kali ini tidak ada perwakilan dari pemerintah yang memenuhi persyaratan untuk membacakan keterangan.