Menguji Klaim Deforestasi Siti Nurbaya dengan Mapbiomas Indonesia
Penulis : Aryo Bhawono
Hutan
Jumat, 12 November 2021
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Klaim menurunnya deforestasi oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, menyisakan kontroversi. Istilah hingga menurunnya angka deforestasi pun patut diuji.
Siti mengaku data lembaga yang dipimpinnya menunjukkan laju deforestasi mengalami penurunan dalam periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo selama satu dekade terakhir. Dalam kurun waktu 6-7 tahun terakhir, Indonesia telah menunjukkan komitmennya menekan angka deforestasi dan penurunan emisi.
Puncaknya adalah angka deforestasi turun drastis hingga tinggal 115,2 ribu ha pada 2020.
Mapbiomas Indonesia menunjukkan angka deforestasi masih terjadi di Indonesia pada rentang 2015 hingga 2019. Penghitungan transisi lahan dalam rentang tahun tersebut menunjukkan angka deforestasi.
Peralihan formasi hutan menjadi menjadi mangrove tercatat sebanyak 532 ha, tanaman hutan 185,831 ha, tumbuhan non hutan sebanyak 1,7 juta ha, kelapa sawit sebanyak 416.277 ha, pertanian lain sebesar 2,7 juta ha, tambang sebesar 16,5 ribu ha, non vegetasi lain sebesar 160.345 ha, sungai/ danau 22,8 ribu ha, dan tambak sebesar 866 ha.
Total deforestasi rentang empat tahun tersebut berarti mencapai sekitar 5,2 juta ha. Deforestasi ini menyisakan 96 juta ha formasi hutan pada 2019.
Mapbiomas Indonesia belum dapat menguji deforestasi pada tahun 2020 karena data yang dihimpun baru mencapai tahun 2019.
Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Zenzi Suhadi, mengungkap aplikasi pemetaan ekosistem ini dapat menjadi alat uji krusial bagi klaim deforestasi pemerintah. Ia menyebutkan sumber data klaim Siti hanya berbasis peta izin yang dikeluarkan pemerintah. Padahal deforestasi merupakan peristiwa bersinambung.
Misalnya saja, deforestasi untuk pembangunan jalan raya tergolong kecil. Namun dampak pembukaan lahan untuk pemukiman, perkebunan, dan lainnya menyusul di kemudian hari. Mapbiomas Indonesia bisa menjadi salah satu alat untuk mengoreksi klaim tersebut.
“Artinya walaupun pemerintah di periode ini menurunkan jumlah izin bukan berarti terjadi pengurangan. Tetapi dengan membiarkan hutan alam ditebang itu juga deforestasi,” ucapnya dalam peluncuran Mapbiomas Indonesia yang digelar pada Rabu lalu (10/11).
Direktur Auriga Nusantara, Timer Manurung, menyebutkan data pemetaan ini lebih akurat dibanding pernyataan sepihak saja. Buktinya dampak deforestasi ini dapat dirasakan, seperti banjir.
Makanya peta ini juga dapat dikembangkan untuk menganalisa dampak, memprediksi wajah ekosistem ketika deforestasi terjadi, hingga kecenderungan kebijakan pemerintah.
‘Misalnya saja pembiaran deforestasi, pemerintah sekarang cenderung ingin melakukan legalisasi deforestasi dengan program strategis nasional seperti food estate dan infrastruktur. Ini kalau kita melihat dampaknya,” kata dia.
Selain uji klaim melalui pemetaan seharusnya istilah deforestasi yang dipakai Menteri LHK seharusnya juga dikoreksi. Karena pasca klaim tersebut Menteri Siti juga menyebutkan keberhasilan reforestasi, padahal makna istilah ini tak logis.
“Deforestasi itu kata intinya adalah hutan. Hutan ini kan asosiasi yang didominasi tanaman berkayu dengan iklim tertentu. Mana ada tanaman kayu setahun ditanam tumbuh, yang ada setelah lima tahun ditebang jadi deforestasi lagi,” ucap dia.