Tiga Negara Hutan Hujan siap Kolaborasi Atasi Krisis Iklim

Penulis : Tim Betahita

Perubahan Iklim

Sabtu, 13 November 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Tiga negara yang dikenal sebagai pemilik hutan tropis terbesar di dunia yakni Indonesia, Brasil, dan Kongo telah menggelar pertemuan trilateral guna menjalin kerja sama strategis dan sinergis. Kerja sama mencakup sejumlah hal, baik dalam pengelolaan hutan dan pengalaman lainnya yang berhasil dijalankan tiga negara ini dalam upaya pengendalian perubahan iklim.

“Pertemuan telah digelar di Sekretariat Delegasi Republik Indonesia di arena COP-26 UNFCCC di Glasgow, Skotlandia, awal pekan ini. Banyak potensi kolaborasi yang bisa dilakukan Indonesia, Brasil, dan Kongo,” ujar Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Alue Dohong yang memimpin pertemuan trilateral ini dalam pernyataan tertulis dari arena COP-26 UNFCCC, Glasgow, Skotlandia.

Dlam pertemuan trilateral tersebut, kata Alue Dohong, Indonesia menyampaikan gagasan dan pandangan tentang pentingnya kerja sama ini dan juga mengidentifikasi kira-kira area kerja sama apa saja yang dapat dilakukan oleh ketiga negara secara bersama-sama (trilateral) atau secara bilateral.

Menteri Lingkungan Brasil dan Republik Demokratik Kongo, kata Alue Dohong, juga menyampaikan pandangan serta gagasan mengenai kerjasama ini.

Ilustrasi kenaikan permukaan air laut yang membanjiri kota pesisir. Foto: Dave/Creative Commons

Pada saat pertemuan, ketiga negara mempunyai pandangan yang sama tentang pentingnya kerja sama dalam kerangka memperkuat pengaruh tiga negara pemilik hutan tropis terbesar di duni ini dalam negosiasi iklim di COP-26 UNFCCC.

"Kemudian kita sepakati perlunya melakukan inisitif kolaboratif melalui pembentukan kelompok-kelompok kerja (working groups) yang solid berdasarkan kesamaan kepentingan (mutual common interests) dan prinsip saling mengisi kebutuhan (filling the gap),"katanya

Diharapkan kerja sama ini makin memperkuat posisi tiga negara di arena negosiasi pengendalian iklim global seperti di COP-26 UNFCCC, sehingga dapat bersama-sama memperjuangkan solusi yang paling efektif dan tepat. Termasuk upaya-upaya mendorong peningkatan pendanaan yang berbasis hasil atau Result-based Payment untuk pengurangan emisi dari pengurangan deforestasi dan degradasi hutan plus (REDD+) serta mekanisme pembayaran atas jasa ekosistem atau Payment for Ecosystem Services (PES).

Alue Dohong menjelaskan dalam pertemuan tersebut ada beberapa potensi kerja sama dari tiga negara tersebut. Indonesia menawarkan sharing pengalaman dan keahlian kepada Republik Demokratik Kongo dan Brasil terkait pengurangan deforestasi, pengendalian dan penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) serta dalam hal pengelolaan hutan sosial untuk masyarakat.

Brazil yang memiliki pengalaman luas dalam pelaksanaan pembayaran jasa ekosistem (PES), pengelolaan dana iklim lewat lembaga Amazon Fund, juga kerja sama kegiatan pengelolaan praktek pertanian dan peternakan yang rendah emisi, pengelolaan sampah dan sanitasi.

Sementara Republik Demokratik Kongo ingin banyak belajar dari Indonesia dan Brasil, sehingga meminta dukungan dan bimbingan teknis dari Indonesia dan Brasil dalam program REDD+, pengelolaan hutan secara berkelanjutan, termasuk gambut.

Ketiga negara juga membicarakan terkait program keanekaragaman hayati dan bioprospeksi serta rehabilitasi dan konservasi mangrove.

“Setelah pertemuan tersebut, menteri Brasil, Republik Demokratik Kongo, dan saya, menugaskan masing-masing pejabat perwakilan untuk membahas tindak lanjut teknis terkait area kerja sama potensial yang dapat dilakukan ke depan baik dalam kerangka kerja sama bilateral maupun trilateral," ujar Alue Dohong.

Dalam pertemuan trilateral dari Indonesia dipimpin oleh Wamen LHK Alue Dohong didampingi Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) Agus Justianto, Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) Agung Ruandha Sugardiman, Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Laksmi Dhewanthi, Dirjen Dirjen KSDAE Wiratno, dan Kepala Biro Kerjasama Luar Negeri, Dida Ridha Migfar.