Menghambur Izin Menuai Banjir di Sintang

Penulis : Aryo Bhawono

Lingkungan

Kamis, 18 November 2021

Editor :

BETAHITA.ID -  Presiden Jokowi menyebutkan kerusakan catchment area, kawasan tangkapan hutan di daerah aliran sungai (DAS) Kapuas selama bertahun-tahun menyebabkan banjir di Sintang, Kalimantan Barat. Data Auriga mencatat sebanyak 192 izin untuk usaha berbasis lahan di DAS Kapuas diterbitkan pada masa pemerintahan Jokowi. 

Izin usaha berbasis lahan dan hutan ini mencakup lahan seluas 614.700 hektar DAS Kapuas Kalbar. Izin HPH diberikan kepada dua perusahaan dengan luas total 77.950 ha.

Izin usaha perkebunan sawit diberikan untuk 49 perusahaan dengan luas total 76.074 ha. Izin usaha hutan tanaman industri (HTI) diberikan kepada 5 perusahaan dengan luas total 109.087 ha. Dan izin usaha tambang untuk 136 perusahaan dengan luas total 251.489 ha.

Seluruh izin ini berada di sembilan kabupaten/ kota, yakni Kapuas Hulu, Sintang, Kubu Raya, Sanggau, Melawi, Landak, Sekadau, Mempawah, dan Pontianak.

Tumpukan kayu dalam konsesi HTI di Kalimantan Barat. Foto: Pasopati Project

Peneliti Auriga Nusantara, Yustinus Seno, mengungkap data ini menunjukkan terjadi peralihan lahan di kabupaten/ kota DAS Kapuas pada masa pemerintahan Jokowi. Namun ia tidak dapat memastikan apakah izin tersebut merupakan perpanjangan atau izin baru. Selain itu belum ada kepastian apakah pemegang izin sudah membuka lahan secara keseluruhan. 

“Sudah ada pembukaan lahan tetapi apakah sudah sampai seluas angka perizinan belum tahu. Pastinya dengan angka ini dan realisasi yang sudah terjadi sudah ada bencana,” ucap dia pada Rabu (17/11).

Data ini melengkapi sebanyak 357 izin kegiatan usaha berbasis lahan dan hutan yang diterbitkan di DAS Kapuas. Ratusan kegiatan usaha ini disinyalir telah mengakibatkan terjadinya perubahan kondisi bentang alam signifikan di DAS Kapuas.

Manajer Kampanye Pangan, Air, dan Ekosistem Esensial Walhi, Wahyu Perdana, menyebutkan keberadaan izin ini merupakan bagian dari ‘deforestasi terencana’. Istilah audit terencana ini diberikan untuk beragam alasan pemerintah yang membiarkan terjadinya deforestasi tanpa melakukan upaya penindakan hukum dan pencegahan. Tingginya pemberian izin itu salah satunya saja.

Hal yang pokok dari deforestasi terencana adalah tidak adanya penindakan hukum terhadap pelanggaran usaha berbasis lahan di dalam kawasan hutan alam. Misalnya saja uji petik audit BPK 2019 menyebutkan adanya pelanggaran sawit dalam kawasan hutan. Namun Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan justru memberi waktu 3 tahun agar mereka mengurus administrasi supaya menjadi perkebunan ilegal.

“Ini kok tidak ada penegakan hukum, justru diberi angin dengan melalui aturan turunan UU Cipta Kerja, mereka diberi angin walau sudah merusak hutan,” ucap dia.

Alhasil, kata dia, batas minimum kawasan hutan dikurangi sedangkan pelanggaran hukum dibilang sebagai keterlanjuran. 

Ia mengingatkan menghambur izin semacam ini dan tidak melakukan penegakan hukum terhadap pelanggar kawasan hutan tak hanya terjadi di Kalbar. Kini ketika hujan turun bencana mengintai dimana-mana.

“Kalau kami sebut pemerintah sudah merencanakan bencana,” tegas dia.

Sekilas Data Aktivitas Ekstraktif di DAS Kapuas

Berdasarkan analisis data Yayasan Auriga Nusantara, setidaknya ada sekitar 357 izin kegiatan usaha berbasis lahan dan hutan yang diterbitkan di DAS Kapuas. Ratusan kegiatan usaha ini disinyalir telah mengakibatkan terjadinya perubahan kondisi bentang alam signifikan di DAS Kapuas.

"357 izin itu meliputi izin perkebunan sawit, izin hutan tanaman industri, izin pengusahaan hutan alam dan izin pertambangan. Kalau ditotal luasnya mencapai 3.472.657 hektare," terang Aditya Adhiyaksa, peneliti Yayasan Auriga Nusantara, Rabu (10/11/2021).

Adit merinci, izin perkebunan sawit yang diterbitkan di DAS Kapuas jumlahnya sebanyak 162 izin, dengan total luasan sekitar 1.135.650 hektare. Bila dirangking berdasarkan luasannya, 5 perkebunan sawit terluas di DAS Kapuas adalah, PT Sumatera Makmur Lestari 39.687 hektare, PT Kalimantan Bina Permai 34.448 hektare, PT Arvena Sepakat 29.218 hektare, PT Palmdale Agro Asia Lestari Makmur 22.736 hektare dan PT Bumi Perkasa Gemilang 22.297 hektare.

Kemudian, Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) yang diterbitkan di DAS Kapuas ada 35 izin, total luasannya sebesar 1.209.056 hektare. Lima HTI terluas yakni PT Finnantara Intiga 286.770 hektare, PT Inhutani III 124.611 hektare, PT Mayangkara Tanaman Industri 68.408 hektare, PT Nitiyasa Idola 59.935 hektare, dan PT Alfa Borneo Lestari 48.939 hektare.

Selanjutnya, Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK-HA)--dulu disebut Hak Pengusahaan Hutan (HPH)--yang berada di DAS Kapuas tercatat ada sebanyak 16 unit izin, bila ditotal luasnya sekitar 653.355 hektare. 5 IUPHHK-HA/HPH terluas yaitu, PT Kawendar Wood Industry 116.591 hektare, PT Sari Bumi Kusuma 74.801 hektare, PT Utan Sibau Persada 73.489 hektare, PT Kalimantan Satya Kencana 50.804 hektare dan PT Batasan 45.024 hektare.

"Izin pertambangan di DAS Kapuas juga cukup banyak. Komoditasnya batu bara, emas, bijih besi, bauksit, pasir dan lain-lain," kata Adit.

Jumlah Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang ada di DAS Kapuas sebanyak 144 izin. Secara keseluruhan luasnya sekitar 474.595 hektare. 5 Izin Usaha Pertambangan di DAS Kapuas adalah PT Aneka Tambang 34.198 hektare, PT Tamindo Mutiara Perkasa 24.965 hektare, PT The Grand LJ Fullerton Succesful 24.835 hektare, PT Anugerah Mitra Graha Mineral 22.019 hektare dan PT Alu Sentosa 19.628 hektare.

Berdasarkan analisis tutupan lahan, menggunakan platform Mapbiomas Indonesia yang dapat diakses secara bebas di internet, tutupan hutan alam yang hilang atau terdeforestasi di 9 kabupaten/kota yang masuk dalam DAS Kapuas di Kalbar, dalam rentang 20 tahun terakhir (2000-2019), luasnya sekitar 1.022.411 hektare. Pada 2000 silam tutupan hutan alam di 9 kabupaten/kota itu, seluas 6.080.563 hektare. Sedangkan pada 2019 lalu tutupan hutan alam menyusut menjadi 5.058.154 hektare.