Pembangunan PLTU di Afrika Selatan Digugat Pegiat Iklim
Penulis : Aryo Bhawono
Energi
Minggu, 21 November 2021
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Pembangunan PLTU batu bara di Afrika Selatan digugat oleh tiga organisasi sipil karena melanggar hak generasi sekarang dan mendatang. Rencana pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara ini dianggap tak sesuai dengan komitmen iklim Afrika Selatan di COP 26 lalu.
Tiga lembaga tersebut adalah Centre for Environmental Rights (CER), Vukani Environmental Justice Movement in Action, dan African Climate Alliance. Mereka mengirimkan gugatan warga atas pembangunan PLTU Thabamesti di Provinsi Limpopo berkapasitas 1.500 Megawatt ke Pengadilan Tinggi Gauteng Utara kepada pemerintah. Ketua Program Polusi dan Perubahan Iklim CER, Nicole Loser, menyebutkan pembangunan ini menyalahi hak konstitusi warga negara.
“Pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara ini bertentangan dengan hak konstitusional atas lingkungan yang berbahaya bagi kesehatan dan kesejahteraan. Tidak hanya untuk generasi sekarang tetapi juga untuk generasi mendatang, ucapnya seperti dikutip dari Businesstech.
Rencana pembangunan PLTU Thabamesti ini termasuk dalam Rencana Sumber Daya Terpadu Ketenagalistrikan 2019 Afrika Selatan. Sedangkan penetapannya disahkan pada 25 September tahun lalu oleh Menteri Energi Afrika Selatan, Gwede Mantashe.
Para penggugat beranggapan pembangunan PLTU ini tak sesuai dengan cocok rencana strategi pembangunan energi dan kebijakan iklim negara itu. Mereka merujuk penelitian Universitas Cape Town bertajuk ‘Assessment of new coal generation capacity targets in South Africa’s 2019 Integrated Resource Plan for Electricity’ mengenai studi soal energi.
Dikutip dari The Guardian, Afrika Selatan termasuk negara yang belum secara eksplisit setuju untuk menghentikan penggunaan bahan bakar fosil. Namun negara tersebut duduk sebagai satu dari 197 negara yang berkomitmen untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil secara bertahap pada KTT iklim global Cop26 di Glasgow minggu lalu.
Presiden Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa, mengakui krisis iklim adalah masalah paling mendesak di zaman ini dan perkembangan ekonomi rentan. Selain bahaya langsung dari kenaikan suhu, keadaan darurat iklim menimbulkan ancaman khusus bagi Afrika Selatan karena kerawanan air dan pangan yang ada.
Afrika Selatan mendapat bantuan sebesar 8,5 juta Dollar AS dari negara-negara Eropa dan AS untuk membantunya menjauh dari batu bara. Tetapi Menteri Energi Afrika Selatan, Gwede Mantashe, mengatakan akan terus memainkan peran penting dalam pembangkit listrik negara.