Perusahaan Tambang PT Inmas Abadi Kian Ditolak Banyak Pihak
Penulis : Tim Betahita
Tambang
Senin, 22 November 2021
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Warga dua desa di Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu menolak penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) dan keberadaan tambang batu bara PT Inmas Abadi di sekitar bentang alam Seblat yang menjadi habitat terakhir Gajah Sumatera.
Penolakan disampaikan langsung oleh Kepala Desa Suka Baru, Wakidi dan Kepala Desa Suka Maju, Mukhlis saat pertemuan penyusunan AMDAL di Kantor Camat Marga Sakti Seblat, Sabtu (20/11).
Salah satu warga Desa Suka Maju, M. Toha mengatakan masyarakat menolak keberadaan PT Inmas Abadi di wilayahnya karena dikhawatirkan bakal merusak kawasan Seblat.
"Kami tidak menolak sosialisasi tapi menolak keberadaan PT Inmas Abadi mengeruk Tanah Pekal dan merusak Seblat," kata Toha di Bengkulu, dikutip dari Antara.
Toha menyebut Izin Usaha Perusahaan (IUP) PT Inmas yang diterbitkan oleh Gubernur Bengkulu pada 23 Agustus 2017 menyebutkan jika semua pemukiman yang ada di Air Kuro yang termasuk dalam Desa Suka Maju masuk dalam IUP PT Inmas Abadi.
"Di mana dalam desa tersebut berisikan 1.000 jiwa masyarakat yang terdiri dari 248 kepala keluarga yang sudah berada di sana selama 15 tahun," ujarnya.
Namun, kenyataannya Gubernur Bengkulu tidak mencabut izin IUP PT Inmas Abadi. Lahan yang digunakan PT Inmas Abadi hanya dikurangi dari 5.000 hektare menjadi 4.051 hektare.
Menurut Toha, dalam areal pertambangan itu juga termasuk Taman Wisata Alam (TWA) Seblat yang merupakan habitat Gajah Sumatera.
"Padahal lahan masyarakat yang digunakan oleh PT Inmas Abadi berdampingan langsung dengan TWA," katanya.
Lebih lanjut, Toha mengatakan masyarakat yang terdampak pertambangan batu bara tersebut mendesak pemerintah daerah untuk mencabut izin IUP PT Inmas Abadi.
Desakan Cabut Izin PT Inmas Abadi
Sebanyak 47 komunitas yang berada di Bengkulu meminta kepada Presiden Joko Widodo mencabut izin tambang batu bara PT Inmas Abadi lantaran lokasi tambang tersebut masuk ke dalam kawasan TWA Seblat.
Permintaan tersebut dilakukan guna menyelamatkan bentang alam Seblat yang diketahui sebagai habitat terakhir Gajah Sumatera di Bengkulu.
Salah satu komunitas pemuda Pekal, Joni Iskandar mendesak agar pemerintah daerah mengambil tindakan tegas terkait permasalahan PT Inmas Abadi ini. Dalam rencana aktivitas pertambangan sekitar 788 hektare lahan masuk dalam kawasan TWA Seblat menjadi habitat Gajah Sumatera.
"Kami meyakini ketika aktivitas pertambangan itu sampai terjadi, bukan hanya mengancam kelestarian kawasan hutan di TWA Seblat saja tetapi juga mengancam badan Sungai Seblat. Padahal sebagian besar masyarakat sekitar masih mengantungkan hidupnya ke sungai untuk memenuhi kebutuhan air bersih," ujarnya.
Sebelumnya Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah telah bersurat ke Menteri Energi dan Sumber Daya (ESDM) Mineral Arifin Tasrif untuk meninjau kembali izin PT Inmas Abadi.
Senada dengan masyarakat dan elemen lainnya, Direktu Kehutanan Yayasan Auriga Nusantara, Supintri Yohar mengatakan seharusnya dengan adanya keberatan dan banyaknya penolakan dari banyak elemen masyarakat, pemerintah bisa mencabut izin PT Inmas Abadi.
“Saat ini ada semacam sikap ketidakpedulian dari perusahaan juga di lapangan, mereka terus berproses,” ujar Supin kepada betahita.
Perusahaan, tambahnya, tidak menghormati keluhan dan himbauan dari banyak pihak. Perusahaan menunjukan keangkuhannya. Dan hal ini menunjukan semakin lemahnya posisi pemerintah, terutama di daerah dalam menentukan pengelolaan lingkungan dan sumber daya alamnya.
“Jika pemerintah tidak dihormati apalagi masyarakat,” ujarnya.
Semakin jelas kendali pemodal terhadap pengelolaan sumber daya alam di negeri ini. Negara semakin tidak berdaya di depan pemodal. “Menurut saya men teri harus mencabut izin ini kalau tidak akan menjadi presiden buruk dalam kendali pemerintah dalam pengelolaan sumber daya alam,” katanya.