Pandemi Berikutnya Bisa Lebih Menular dan Mematikan

Penulis : Kennial Laia

Covid-19

Selasa, 07 Desember 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Pandemi ataupun epidemi telah terjadi sejak 5.000 tahun yang lalu. Pada 2020, Covid-19 dideklarasikan sebagai pandemi paling baru dan masih berlangsung hingga sekarang. Lebih dari 5 juta nyawa di seluruh dunia hilang. Peradaban manusia pun tidak luput dari ancaman serupa di masa mendatang.

Prof Dame Sarah Gilbert, penemu vaksin Oxford/AstraZeneca, memperingatkan bahwa pandemi berikutnya bisa lebih mematikan. Peringatan Gilbert muncul di saat varian baru, bernama Omicron, menimbulkan ketakutan di seluruh dunia. Pasalnya, varian baru tersebut lebih cepat menular dan telah bermutasi dua kali lebih banyak dari Delta, yang dinyatakan menyebabkan 99% kasus di seluruh dunia. Saat ini Omicron telah dideteksi di lebih dari 30 negara.

“Pandemi ini belum selesai dengan kita, dan yang berikutnya bisa lebih buruk,” katanya dikutip The Guardian, dalam kuliah daring yang disiarkan melalui BBC Radio, Senin, 6 Desember 2021.

Selama dua tahun, Covid-19 telah menginfeksi lebih dari 265 juta orang secara global. Pandemi berikutnya memiliki kemungkinan lebih menular dan mengklaim lebih banyak nyawa. "Ini bukan kali terakhir virus mengancam hidup dan mata pencaharian kita," kata Gilbert. “Sebenarnya, [pandemi] berikutnya bisa lebih buruk. Itu bisa lebih menular, atau lebih mematikan, atau keduanya.”

Ilustrasi Virus Corona (live.staticflickr.com)

Gilbert merupakan profesor vaksinologi di Oxford University. Bersama timnya, dia mengembangkan vaksin Covid yang kini digunakan di 170 negara. Menurutnya, kemajuan ilmiah yang dibuat dan pengetahuan yang diperoleh dalam penelitian memerangi virus corona tidak boleh hilang. 

Gilbert mengatakan, Covid-19 memiliki dampak yang luas bagi peradaban manusia termasuk kerugian ekonomi yang sangat besar. Karena itu, dunia harus mulai menyiapkan dana untuk kesiapsiagaan menghadapi pandemi.

 “Sama seperti kita berinvestasi dalam angkatan bersenjata dan intelijen dan diplomasi untuk bertahan melawan perang, kita harus berinvestasi pada manusia, penelitian, manufaktur, dan institusi untuk bertahan melawan pandemi.”

Gilbert mengatakan varian baru mengandung mutasi yang sudah diketahui meningkatkan penularan virus dan antibodi yang diinduksi oleh vaksinasi atau infeksi sebelumnya mungkin kurang efektif dalam mencegah infeksi dengan Omicron.

Namun, pengurangan perlindungan terhadap infeksi “tidak berarti pengurangan perlindungan terhadap penyakit parah dan kematian”. Gilbert menambahkan: “Sampai kita tahu lebih banyak, kita harus berhati-hati, dan mengambil langkah untuk memperlambat penyebaran varian baru ini.”

Sementara itu Dr Anthony Fauci, ahli penyakit menular terkemuka Amerika Serikat, mengatakan bahwa sejauh ini tampaknya tidak ada tingkat keparahan yang besar dari kasus Omicron. Namun, dia bilang, kesimpulan itu masih terlalu dini dan diperlukan studi lebih lanjut.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan agar dunia tidak panik, namun tetap mempersiapkan diri untuk menghadapi varian Omicron. Menurut lembaga tersebut, hampir 40 negara telah mendeteksi varian baru, termasuk negara jiran Malaysia dan Singapura. Sementara itu, per 6 Desember 2021, Indonesia belum mengumumkan satu pun kasus dari varian tersebut.