FAO: Plastik dalam Tanah Ancam Pangan, Lingkungan, dan Kesehatan
Penulis : Kennial Laia
Lingkungan
Kamis, 09 Desember 2021
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Penggunaan plastik dalam jumlah masif dalam pertanian di seluruh dunia disebut mengancam keamanan pangan serta kesehatan manusia, menurut laporan terbaru dari Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Laporan tersebut, terbit Selasa, 7 Desember 2021, menyebut bahwa jumlah polusi mikroplastik di dalam tanah lebih besar dibandingkan di lautan. Pengelolaan yang lebih baik sangat krusial dibutuhkan dalam mengelola jutaan ton plastik yang digunakan dalam sistem pangan dan pertanian setiap tahunnya.
Meski demikian, laporan tersebut juga mengakui manfaat plastik dalam memproduksi dan melindungi makanan, mulai dari irigasi dan tas silase hingga alat tangkap dan pelindung pohon.
Namun, FAO mengatakan bahwa penggunaan plastik telah meluas dan sebagian besar sekali pakai. Sampahnya pun terkubur, terbakar, atau hilang setelah digunakan. Organisasi tersebut juga mengingatkan bahwa terjadi kenaikan permintaan untuk plastik pertanian.
Menurut laporan tersebut, ada kekhawatiran yang meningkat terkait mikroplastik yang terbentuk dari pecahan plastik berukuran lebih besar. Umumnya mikroplastik dikonsumsi oleh manusia dan satwa liar dan beberapa mengandung aditif beracun dan juga dapat membawa patogen.
Ekosistem laut, seperti penyu, lumba-lumba, dan paus, juga dirugikan karena salah mengenali plastik sebagai makanan. Namun, saat ini dampak terhadap manusia dan hewan darat belum diketahui.
“Laporan ini merupakan seruan keras agar ada aksi tegas guna mengekang penggunaan plastik yang berbahaya di seluruh sektor pertanian,” kata Wakil Direktur Jenderal FAO Maria Helena Semedo, dalam rilis resmi, Selasa, 7 Desember 2021.
“Tanah merupakan salah satu reseptor utama plastik pertanian dan diketahui mengandung mikroplastik dalam jumlah lebih besar ketimbang lautan,” jelas Semedo. “Mikroplastik dapat terakumulasi dalam rantai makanan, mengancam ketahanan pangan, keamanan pangan, dan berpotensi mengganggu kesehatan manusia.”
Laporan ini memperkirakan 12,5 juta ton produk plastik digunakan dalam produksi tanaman dan hewan pada 2019, serta 37,3 juta lainnya digunakan dalam kemasan makanan.
Sementara itu produksi tanaman dan ternak menyumbang 10,2 juta ton per tahun secara kolektif, diikuti perikanan dan budidaya perairan sebesar 2,1 juta ton, dan kehutanan dengan konsumsi 0.2 juta ton.
Plastik dikenal sebagai bahan serbaguna, murah, dan mudah dibuat menjadi produk, sebut FAO dalam laporan itu. Produk yang dimaksud termasuk film rumah kaca serta pelet pupuk berlapis polimer, yang melepaskan nutrisi lebih lambat dan efisien pada tanaman. Sejak 1950an, produk plastik telah membantu dalam peningkatan produktivitas pertanian, seperti menutup tanah untuk mengurangi gulma; jaring untuk melindungi dan meningkatkan pertumbuhan tanaman; dan memperpanjang musim tanam.
“Namun, terlepas dari banyaknya manfaat, plastik pertanian juga menimbulkan risiko polusi yang serius dan membahayakan kesehatan manusia dan ekosistem ketika rusak, terdegradasi, atau dibuang ke lingkungan,” kata laporan tersebut.
Saat ini data mengenai plastik masih terbatas, namun Asia diperkirakan menjadi pengguna terbesar, terhitung sekitar setengah dari konsumsi global. Sementara itu, permintaan global untuk produk utama seperti rumah kaca, mulsa, dan film silase diperkirakan akan meningkat sebesar 50 persen pada 2030.
Sayangnya, saat ini hanya sebagian kecil dari plastik pertanian yang dikumpulkan dari daur ulang. Menurut FAO, dari sekitar 6.3 miliar ton plastik yang diproduksi sebelum 2015, hampir 80 persen tidak dikelola dengan benar. “Urgensi untuk tindakan terkoordinasi dan tegas tidak dapat diremehkan.”
FAO mengatakan, tanpa alternatif yang berkelanjutan, permintaan terhadap plastik akan terus meningkat, termasuk di sektor pertanian. Menurut Semedo, harus ada pengawasan yang lebih baik terhadap kuantitas yang bocor ke lingkungan.
Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah melakukan “model 6R” yaitu refuse (menolak), redesign (mendesain ulang), reduce (mengurangi), reuse (menggunakan kembali), recycle (mendaur ulang), dan recover (memulihkan).
Solusi ini juga berarti mengadopsi praktik pertanian yang menghindari penggunaan plastik, mengganti produk plastik dengan alternatif alami atau dapat terurai, mempromosikan produk plastik yang dapat digunakan kembali, serta meningkatkan pengelolaan sampah plastik.