Studi: Tambang Bawah Laut Dapat Memusnahkan Ratusan Spesies
Penulis : Tim Betahita
Tambang
Jumat, 10 Desember 2021
Editor : Raden Ariyo Wicaksono
BETAHITA.ID - Kabar memprihatinkan tentang keanekaragaman hayati: hampir dua pertiga dari ratusan spesies moluska yang hidup di laut berisiko punah lantaran penambangan di dasar laut.
Hal itu disampaikan oleh studi baru yang dipimpin oleh Queen’s University di Belfast, Irlandia Utara. Menurut para peneliti, sebanyak 184 spesies moluska yang hidup di sekitar lubang hidrotermal masuk ke daftar merah global spesies terancam, yang disusun oleh International Union for the Conservation of Nature (IUCN).
Penelitian tersebut hanya mempelajari moluska endemik yang hidup di ventilasi (mata air panas di dasar laut). Namun, hasil studi disebut akan memperkirakan risiko kepunahan yang sama untuk krustasea atau spesies lain yang bergantung pada ventilasi.
Saat ini sekitar 80% wilayah lautan belum pernah dipetakan, dijelajahi, ataupun dieksplorasi. Pada waktu bersamaan, penolakan terhadap penambangan laut terus meningkat, mulai dari pemerintah, kelompok masyarakat sipil, dan ilmuwan. Dasar penolakan tersebut adalah kekhawatiran mengenai hilangnya biodiversitas, dan kemungkinan kehilangan permanen jika penambangan terus berlanjut.
“Spesies yang kami pelajari sangat bergantung pada ekosistem unik lubang hidrotermal untuk kelangsungan hidup mereka,” kata peneliti utama Elin Thomas, dikutip The Guardian, Jumat (10/12).
“Jika perusahaan pertambangan laut dalam menginginkan semua logam yang terbentuk di lubang ventilasi, mereka akan menghilangkan semua habitat asal spesies lubang tersebut. Namun spesies itu tidak punya habitat lain.”
Otoritas Dasar Laut Internasional (ISA), sebuah badan bentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa, dikabarkan akan menghelat pertemuan di Kingston, Jamaika, pada Juli 2023, untuk menyetujui kelanjutan penambangan dasar laut terutama kobalt, nikel, dan logam lainnya.
Setidaknya terdapat 600 lubang hidrotermal yang diketahui di seluruh dunia, pada kedalaman 2.000-4.000 meter. Masing-masing berukuran sekitar sepertiga dari lapangan sepak bola. Lubang ini, yang juga disebut sebagai ventilasi, berfungsi seperti sistem pipa alami, mengangkut panas dan bahan kimia dari interior bumi dalam geiser besar, dan mereka juga membantu mengatur kimia laut.
Hal ini menyebabkan adanya deposit mineral yang luas – dan berharga – menumpuk di celah dasar laut. Panas dari mineral tersebut, yang terletak di dasar laut yang dingin, juga menjadikannya sebagai hotspot keanekaragaman hayati, mirip dengan terumbu karang atau hutan hujan tropis.
Makalah ini diterbitkan di Frontiers in Marine Science, didukung oleh Institut Kelautan Irlandia. Para ilmuwan memeriksa kerangka peraturan dan tujuan pengelolaan regional di setiap lokasi, serta izin pertambangan eksplorasi.
Dari 184 spesies yang dinilai, 62% terdaftar sebagai spesies terancam, yang banyak ditemui di wilayah perairan negara-negara yang telah memberikan izin penambangan laut dalam, seperti Jepang dan Papua Nugini. Hanya 25 spesies yang sepenuhnya dilindungi dari penambangan laut dalam oleh konservasi lokal, seperti di Azores dan Meksiko.
Ancaman kepunahan paling buruk terjadi di Samudra Hindia, di mana setiap spesies terdaftar sebagai terancam dan 60% terancam punah, dan di mana banyak izin eksplorasi pertambangan telah dikeluarkan oleh ISA.