Realisasi Target TORA 2,7 Juta Hektare dan PS 4,8 Juta Hektare
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Hutan
Senin, 20 Desember 2021
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Realisasi target capaian penyediaan sumber Tanah Objek Reformasi Agraria (TORA) dari kawasan hutan hingga Desember 2021 mencapai luas 2.749.663 hektare. Sedangkan untuk realisasi program Perhutanan Sosial, hingga 13 Desember 2021, capaiannya sekitar 4.807.825,97 hektare.
Dalam diskusi Refleksi Akhir Tahun KLHK Tahun 2021 Kamis (16/12/2021) kemarin, Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL), KLHK, Ruandha A. Sugardiman mengatakan, angka 2.749.663 hektare realisasi TORA tersebut terdiri dari Non-Eksisting/Non Inver seluas 1.407.465 hektare dan Eksisting/Inver seluas 1.342.198 hektare.
Ruandha mengungkapkan, telah disusun beberapa strategi pencapaian target penyediaan sumber TORA dari kawasan hutan yaitu, alokasi TORA dari 20 persen Pelepasan Kawasan Hutan untuk Perkebunan, Hutan Produksi yang dapat DiKonversi (HPK) tidak produktif dan program pemerintah untuk pencadangan pencetakan sawah baru, permukiman transmigrasi beserta fasiilitas sosial dan fasilitas umunnya yang sudah memperoleh persetujuan prinsip, serta permukiman, fasilitas sosial dan fasilitas umum, lahan garapan berupa sawah dan tambak rakyat, pertanian lahan kering yang menjadi sumber mata pencaharian utama masyarakat setempat.
Ruandha juga menjelaskan arah kebijakan Direktorat Jenderal PKTL adalah mempercepat pemantapan kawasan hutan dan mengupayakan perbaikan kualitas lingkungan hidup yang menyeluruh di setiap sektor pembangunan. Upaya untuk mewujudkan kawasan hutan yang mantap dilakukan melalui inventarisasi sumber daya hutan, penyelesaian batas kawasan hutan, percepatan penyelesaian pemetaan dan penetapan seluruh kawasan hutan, meningkatkan keterbukaan data dan informasi sumber daya hutan, integrasi perencanaan kawasan hutan, penyiapan prakondisi untuk meningkatkan kualitas tata kelola di tingkat tapak serta pelaksanaan perizinan yang jelas, cepat dan terukur.
Menurut Ruandha, penataan batas dan penetapan kawasan hutan selain sebagai upaya memberikan kejelasan batas dan status hukum atas kawasan hutan, juga untuk mendapatkan pengakuan atau legitimasi publik serta kepastian hak atas tanah bagi masyarakat yang berbatasan atau di sekitar kawasan hutan.
"Luas kawasan hutan di Indonesia yaitu 125.797.052 hektare dengan realisasi penetapan hingga Desember 2021 seluas 90.233.159 hektare dengan jumlah surat keputusan penetapan 2.157 SK. Terjadi lonjakan luas penetapan kawasan hutan dalam periode 10 tahun terakhir secara signifikan menjadi total sebesar 72 persen dari total luas kawasan hutan Indonesia," ungkapnya.
Menyinggung terkait deforestasi, Ruandha menegaskan, untuk mengetahui keberadaan dan luas tutupan lahan baik berhutan maupun tidak berhutan, baik di dalam kawasan hutan (hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi) maupun di luar kawasan hutan (areal penggunaan lain), KLHK melakukan pemantauan hutan dan deforestasi setiap tahun.
Pemantauan hutan dan deforestasi ini dilakukan pada seluruh daratan Indonesia seluas 187 juta hektare, baik di dalam kawasan hutan maupun diluar kawasan hutan, dan berdasarkan penyesuaian terhadap peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) yang terdapat dalam program Kebijakan Satu Peta (KSP). Pemantauan ini dilakukan menggunakan citra satelit yang disediakan LAPAN dan di identifikasi secara visual oleh tenaga teknis penafsir KLHK yang tersebar di seluruh Indonesia.
Hasil pemantauan hutan Indonesia Tahun 2020 menunjukkan, luas lahan berhutan seluruh daratan Indonesia adalah 95,6 juta hekare atau 50,9 persen dari total daratan, dimana 92,5 persen dari total luas berhutan atau 88,4 juta hektare berada di dalam kawasan hutan. Deforestasi netto tahun 2019-2020, baik di dalam maupun di luar kawasan hutan Indonesia, sebesar 115,5 ribu hekare. Angka ini berasal dari angka deforestasi bruto sebesar 119,1 ribu hektare dikurangi angka reforestasi (hasil pemantauan citra satelit) sebesar 3,6 ribu hektare.
Sebagai pembanding, hasil pemantauan hutan Indonesia Tahun 2019 menunjukkan bahwa deforestasi netto tahun 2018-2019 baik di dalam dan di luar kawasan hutan Indonesia adalah sebesar 462,4 ribu hektare, yang berasal dari angka deforestasi bruto sebesar 465,5 ribu hektare dengan dikurangi reforestasi (hasil pemantauan citra satelit) sebesar 3 ribu hektare. Dengan memperhatikan hasil permantauan tahun 2020 dan 2019 dapat dilihat bahwa secara netto deforestasi Indonesia tahun 2019-2020 terjadi penurunan 75 persen, demikian juga untuk deforestasi bruto terjadi penurunan sebesar 74,4 persen.
Lebih lanjut Ruandha menegaskan, keberhasilan penurunan deforestasi tersebut menunjukan berbagai upaya yang dilakukan KLHK menunjukkan hasil yang signifikan. Upaya-upaya tersebut antara lain adalah penerapan Instruksi Presiden terkait Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut, pengendalian kebakaran hutan dan lahan, pengendalian kerusakan gambut, pengendalian perubahan iklim, pembatasan perubahan alokasi kawasan hutan untuk sektor non kehutanan (HPK), Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH/TORA), pengelolaan hutan lestari, perhutanan sosial, serta rehabilitasi hutan dan lahan.
Secara lengkap pemantauan hutan dan deforestasi Indonesia dapat dilihat dan diunduh di website Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan http://geoportal.menlhk.go.id dan https://nfms.menlhk.go.id.
Kemudian, untuk realisasi program Perhutanan Sosial, data dari Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL), hingga tanggal 13 Desember 2021, capaiannya mencapai lebih kurang 4.807.825,97 hektare, dengan jumlah Surat Keputusan (SK) hak kelola kawasan hutan sebanyak 7.296 Unit SK untuk 1.048.771 Kepala Keluarga (KK).
Direktur Jenderal PSKL, Bambang Supriyanto dalam diskusi ini menerangkan, Kelompok Kerja Nasional Percepatan Perhutanan Sosial yang dibentuk pada Juli 2021 mengamanatkan pendekatan Perhutanan Sosial melalui integrasi program antarkementerian atau lembaga yang diimplementasikan di provinsi dan kabupaten/kota.
"Kebijakan baru memberikan dampak pada peningkatan capaian kinerja Perhutanan Sosial, dimana tahun 2021 akses kelola Perhutanan Sosial yang ditargetkan seluas 250.000 hektare diproyeksikan capaiannya seluas 506.219 hektare atau 202 persen, sehingga prognosis kumulatif capaian sampai dengan tahun 2021 adalah seluas 4.920.515 hektare," ungkap Bambang
Kemudian, Bambang menerangkan bahwa target penetapan hutan adat tahun 2021 sebanyak 14 unit dan diproyeksikan capaian pada akhir 2021 sebanyak 14 unit atau 100 persen, selain itu adanya 22 Pencadangan Hutan Adat, sehingga total capaian Hutan Adat sebanyak 36 Unit atau 257 persen.
Target pembentukan Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) pada 2021 sebanyak 300 kelompok, terealisasi sebanyak 618 kelompok atau 206 persen. Sedangkan peningkatan kelas KUPS dari silver menjadi gold dari target sebanyak 61 kelompok, terealisasi sebanyak 87 kelompok atau sebesar 142 persen.
Capaian pendamping Perhutanan Sosial sampai dengan tahun 2021 sebanyak 1.510 orang. Hal ini terjadi karena adanya cara-cara baru dalam peningkatan kapasitas kelompok, diantaranya melalui kegiatan e-learning atau pelatihan jarak jauh pada 6.313 peserta dengan rincian tahun 2020 sebanyak 3.019 peserta dan 2021 sebanyak 3.294 peserta.
Disamping itu, Bambang juga mengungkapkan upaya-upaya untuk mendorong peningkatan pasar produk atau komoditas KUPS yang dilakukan dengan cara membangun Integrated Area Development (IAD) dan pasar yang berorientasi pada ekspor. Hal ini diwujudkan antara lain melalui keikutsertaan dalam pameran One Day with Indonesian Coffee Fruits Floricultures (ODICOFF) di Turkey, dimana telah dihasilkan 9 MoU pada 3 (tiga) klaster IAD Bajawa (30 KUPS Kopi Agroforestry), IAD Kerinci (26 KUPS Kopi Agroforestry), dan IAD Kopi Agroforestry Kecamatan Batubual Pulau Buru.