Membaca Peluang Pensiun Dini PLTU
Penulis : Aryo Bhawono
Energi
Jumat, 24 Desember 2021
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Minat pemerintah untuk mencari jalan bagi pensiun dini PLTU dianggap rendah, bahkan sama sekali tak ada. Pemerhati energi terbarukan pun khawatir pemerintah bakal terus melanjutkan berbagai PLTU yang kelak bakal habis masa kontraknya.
Ketua Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Surya Darma, mengatakan jika dilihat dari berbagai langkah kebijakan pemerintah maka sama sekali tak terbersit sama sekali dalam benak pemerintah untuk melakukan pensiun dini PLTU.
“Kalau tanya mana lebih diorientasikan oleh pemerintah, early retirement atau normal retirement, maka jawaban pastinya adalah normal retirement,” ucapnya dalam diskusi ‘Ngopini Tambang dan Energi #8: Early Retirement/ Natural Retirement? Jalan Panjang Berliku Bagi ET’ pada Rabu pekan lalu.
Selama ini pemerintah beralasan pensiun dini PLTU membutuhkan biaya besar. Dikutip dari Bisnis Indonesia pada Indo EBTKE Conex 2021 akhir November lalu, pemerintah memetakan pensiun dini PLTU pada 18 pembangkit di sejumlah wilayah Jawa-Bali. Kebutuhan pendanaan pensiun dini pun diperkirakan mencapai 48,43 Miliar Dolar AS atau sekitar Rp 639 Triliun.
Sementara 11 unit PLTU interkoneksi Jawa-Bali akan mengalami retirement dengan total daya terpasang 5.520 MW. Sebanyak 7 unit PLTU dengan kapasitas terpasang 3.711 MW bakal dipensiunkan, sekaligus diganti dengan energi terbarukan.
Kebutuhan pendanaan untuk 11 unit PLTU tersebut mencapai 25,72 Miliar Dolar AS atau setara Rp 318,08 Triliun. Sementara itu, 7 unit dengan pengalihan ke energi baru terbarukan (EBT) mencapai Rp 317,94 Triliun. Angka terakhir ini memperhitungkan biaya retirement PLTU sebesar 8,58 Miliar Dolar AS, sedangkan investasi untuk energi terbarukan mencapai 14.12 Miliar Dolar AS.
Surya menyarankan jika pemerintah ingin melakukan pensiun dini PLTU tanpa banyak membebani APBN maka upaya ini dapat dilakukan pada pembangkit kecil dengan kapasitas di bawah 50 MW. .
“Mungkin PLTU yang berumur 20 tahun atau sisa 5 tahun, lebih baik diganti daripada tetap menggunakan batu bara, dan biaya penggantian itu akan lebih kecil dari pada menggunakan batu bara,” jelasnya.
Perwakilan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Pramudya, menyebutkan selama ini pemerintah telah membatalkan pembangunan 37 PLTU dengan total kapasitas 8.770 MW secara nasional. Pembatalan ini paling tidak dapat mencegah produksi emisi sebesar 64,5 juta ton per tahun.
Namun kapasitas PLTU akan terus bertambah hingga 2026 karena masih ada proyek pembangunan yang masih on going,
“Kalau dari skema phase out yang ada maka natural retirement akan terjadi pada 2045-2056 karena berdasar revaluasi aset PLN 2015 ada perpanjangan operasi 30-40 tahun,” jelasnya.
Sementara itu Executive Director- NGO Forum on Asian Development Bank (ADB), Rayyan Hassan menyebutkan pihaknya akan membantu pemerintah jika ada rencana pensiun dini PLTU. Namun harus dipastikan spesifikasi PLTU seperti apa saja yang akan pensiun dini.
Sebelumnya pada pertengahan November lalu ADB menyampaikan komitmen mendukung pemerintah RI dalam transisi energi melalui pembiayaan energi terbarukan, termasuk studi kelayakan transisi energi melalui percepatan penghentian operasi PLTU batu bara di Indonesia.
Dari 60 Unit PLTU Batu Bara yang diidentifikasi, ADB melihat ada sekitar 20 pembangkit di Jawa dan Sumatera yang bisa menjadi prioritas pensiun dini.