Kekeringan Picu Penyerangan Buaya Pada Warga Iran
Penulis : Aryo Bhawono
Satwa
Rabu, 29 Desember 2021
Editor : Raden Ariyo Wicaksono
BETAHITA.ID - Dua hari setelah diserang buaya, Siahouk terbaring dengan luka parah di lantai rumahnya di wilayah Baluchistan, Iran. Serangan gando, sebutan buaya penyerang di tempatnya, menyisakan luka mengerikan di tangan kanannya. Teror mereka kian menjadi-jadi ketika air di wilayah itu mulai menyusut.
Lelaki 70 tahun diserang ketika mengambil air saat menggembala di dekat sebuah kolam dua tahun lalu saat udara panas pada Agustus. Ia berhasil melarikan diri setelah menyumpal rahang gando dengan botol plastik.
"Saya tidak melihatnya datang," kenangnya tentang peristiwa traumatis itu seperti dikutip dari BBC.
Ia tak sadarkan diri selama setengah jam akibat kehilangan darah. Bantuan warga datang setelah domba yang ia gembala pulang ke desa, Dombak, tanpa Siahouk.
Tragedi yang menimpanya menggemakan kisah korban gando yang kebanyakan adalah anak-anak. Pemberitaan anak-anak suku Baluchi yang diserang gando sempat menggemparkan media massa. Namun pemberitaan itu lantas tenggelam tanpa tindak lanjut apapun.
Pada tahun 2016, seorang anak berusia sembilan tahun bernama Alireza ditelan buaya tersebut. Dan pada Juli 2019, Hawa (10 tahun), kehilangan lengan kanannya karena serangan gando. Ia tengah mengambil air untuk mencuci, tapi kemudian hampir diseret buaya sebelum dia diselamatkan oleh teman-temannya.
Serangan-serangan itu terjadi saat Iran mengalami kekeringan. Habitat alami gando pun menyusut dan persediaan makanan mengering. Hewan yang kelaparan itu memperlakukan manusia yang mendekati wilayah mereka sebagai mangsa sekaligus ancaman habitat.
Gando adalah buaya bermoncong lebar yang tersebar di Iran dan anak benua India. International Union for Conservation of Nature (IUCN)menggolongkannya sebagai satwa rentan. Iran sendiri memiliki sekitar 400 spesies ini, atau hampir 5 persen spesies keseluruhan di dunia.
Departemen Lingkungan Iran menyatakan sedang melakukan yang terbaik untuk mencapai keseimbangan antara melestarikan gando dan melindungi masyarakat lokal. Namun pernyataan itu hanya janji. Tak ada rambu peringatan keberadaan gando di sepanjang Sungai Bahu-Kalat, habitat utama gando di Iran, dan orang-orang mendekati sungai tanpa kewaspadaan.
Pelestarian gando justru dilakukan oleh relawan dengan memberi mereka makan. Seperti yang dilakukan oleh Malek-Dinar, relawan yang telah hidup dengan gando selama bertahun-tahun.
"Saya telah merelakan kebun saya untuk menampung air bagi makhluk ini," katanya sambil menceritakan bahwa tanahnya dulu subur dengan pisang, lemon, dan mangga.
Ia memberi gando pakan berupa dada ayam. Makanan itu merupakan pengganti katak dan mangsa khas mereka yang semakin menyusut karena kemarau.
Kelangkaan air di Iran tidak hanya terjadi di Baluchistan. Protes karena air sempat meletus di Provinsi Khuzestan yang kaya minyak pada bulan Juli. Pada akhir November, polisi anti huru hara di pusat kota Isfahan menembaki para pengunjuk rasa yang berkumpul di dasar Sungai Zayandeh-Roud yang mengering.
Pemanasan global sudah menunjukkan wajah buruknya di yang buruk di Iran. Kekeringan di Baluchistan bisa berkembang menjadi bencana besar jika ditambah dengan salah urus air selama beberapa dekade.
Tak ada air yang mengalir dalam pipa yang dibangun pemerintah. Beberapa keluarga bahkan memanfaatkan basin air untuk mandi. Krisis ini kemudian dapat merembet menjadi krisis ekonomi.