Kalah Banding Perkara Karhutla PT KS, KLHK Nyatakan Kasasi
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Karhutla
Selasa, 04 Januari 2022
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Upaya Banding yang diajukan PT Kumai Sentosa (KS) ke Pengadilan Tinggi (PT) Palangka Raya dalam perkara gugatan perdata kebakaran hutan Nomor 39/Pdt.G/LH/2020/PN Pbu, dikabulkan oleh majelis hakim. Sebaliknya, Banding yang diajukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) justru ditolak. Walhasil KLHK pun menyatakan Kasasi.
Putusan Banding Nomor 102/PDT.G-LH/2021/PT PLK ini diketok Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Palangka Raya pada 26 November 2021 lalu. Dengan putusan tersebut maka Putusan Pengadilan Negeri (PN) Pangkalan Bun Nomor 39/Pdt.G/LH/2020/PN.Pbu tanggal 23 September 2021 yang dimohonkan Banding dinyatakan batal.
Dalam pokok perkara, majelis hakim menolak gugatan pertanggungjawaban mutlak (strict Liability) dari Terbanding/Pembanding semula Penggugat (KLHK) untuk seluruhnya.
"Kami telah menyatakan upaya hukum Kasasi melalui PN Pangkalan Bun tanggal 28 Desember 2021. Baca saja pertimbangan hukum dalam Putusan Banding dari PT Palangka Raya, itu sebagai dasar pertimbangan kami dalam mengajukan upaya hukum Kasasi," kata Yasmin Ragil Utomo Direktur Penyelesaian Sengketa KLHK, saat dimintai komentar, Rabu (29/12/2021) kemarin. Yasmin enggan berkomentar lebih jauh mengenai Putusan Banding PT Palangka Raya itu. Namun sesuai ketentuan, KLHK punya waktu 14 hari sejak menyatakan Kasasi untuk menyerahkan memori Kasasi.
Direktur Penegakan Hukum Yayasan Auriga Nusantara, Roni Saputra memberikan pandangannya terhadap Putusan Banding PT Palangka Raya itu. Roni menjelaskan, dalam pertimbangannya, Majelis hakim tingkat banding menghubungkan konsep strict liability dengan kejadian kebakaran. Menurut hakim kebakaran terjadi di lahan perkebunan PT KS tidak saja menimbulkan kerugian terhadap lingkungan, tetapi juga menimbulkan kerugian terhadap PT KS.
Kebakaran tersebut terjadi bukan karena kegiatan usaha dari PT KS, dan tidak ada bukti tindakan, usaha atau kegiatan dari PT KS yang dapat menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup, seperti membuka lahan dengan cara membakar. Kebakaran tersebut menurut keyakinan hakim tinggi akibat terbakarnya Taman Nasional Tanjung Puting oleh pihak lain yang kemudian merambat ke perkebunan PT KS.
Menurut Roni, pertimbangan ini menarik untuk dicermati dengan menyandingkan pendapat Hakim Agung Salman Luthan dalam dissenting opinion dalam Putusan Kasasi Perkara Nomor 3840 K/Pid.Sus/2021 dengan Terdakwa PT KS. Menurut Hakim Agung Salman, PT KS telah melakukan pembukaan lahan (land clearing) untuk mengejar target luas perkebunan mencapai 4.775,48 hektare. Padahal saat itu merupakan musim kemarau dan terdapat gambut yang sudah kering dengan kedalaman sampai 2,5 meter dan tumpukan kayu serta pakis yang mudah terbakar. Walau ada upaya pemadaman, namun PT KS tidak memiliki sarana dan prasarana yang tidak memadai.
"Kebakaran yang terjadi di konsesi PT KS bukan karena faktor alam, melainkan karena perbuatan manusia. Sehingga tidak ada faktor yang dapat menghilangkan tanggung jawab dari PT KS," terang Roni, Senin (3/1/2022).
Roni melanjutkan, ketidakmampuan PT KS memadamkan kebakaran dan kurangnya sarana dan prasarana yang mengakibatkan meluasnya kebakaran seharusnya cukup menjadi alasan bagi Hakim untuk menyatakan PT KS harus dimintakan pertanggungjawaban. Penggunaan alasan perubahan Pasal 88 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang menghilangkan frasa 'tanpa kewajiban membuktikan kesalahan' dan pertimbangan yang menyatakan 'untuk adanya tanggung jawab terhadap adanya kerugian harus ada kasualitas antara kegiatan atau usaha orang tersebut dengan timbulnya kerugian' adalah pertimbangan yang masih perlu diperdebatkan.
"Karena dalam konsep umum strict liability ditegaskan jika suatu kegiatan bersifat abnormally dengerous activity maka tanggung jawab atas kerugian dapat dimintakan meskipun tidak ada sifat melawan hukumnya."
Kenyataan ini kemudian ditegaskan dalam Pasal 501 Peraturan Pemerintah Nonor 22 Tahun 2021 yang menyatakan pertanggungjawaban mutlak dapat diberlakukan kepada penanggung jawab usaha yang salah satu kegiatan usahanya menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup.
Selain itu, seharusnya Majelis Hakim Pengadilan Tinggi juga memperhatikan prinsip in dubio pro natura dalam mempertimbangnakn gugatan karhutla PT KS sebagaimana yang diatur dalam Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 36/KMA/SK/II/2013.
Siapa PT Kumai Sentosa yang Berkali-kali Mengalahkan Negara dalam Kasus Kebakaran Lahan dan Hutan?
Putusan Banding Nomor 102/PDT.G-LH/2021/PT PLK ini merupakan kekalahan Negara untuk kesekian kalinya dari subjek hukum yang sama, yakni PT Kumai Sentosa. Sebelumnya upaya hukum Kasasi yang diajukan Negara melalui Kejaksaan Negeri (Kejari) Kotawaringin Barat (Kobar), dalam perkara pidana khusus lingkungan hidup, kasus kebakaran lahan perkebunan PT Kumai Sentosa ke Mahkamah Agung (MA) juga ditolak. Putusan Kasasi Perkara Nomor 3840 K/Pid.Sus/2021 diketok Majelis Hakim MA pada Senin, 8 November 2021 lalu.
Putusan MA ini menggenapkan kekalahan Negara dalam perkara yang sama, setelah 17 Februari 2021 lalu Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Pangkalan Bun memvonis bebas (Vrijspraak) PT KS, dalam perkara nomor 233/Pid.B/LH/2020/PN Pbu.
Lalu, siapa sebenarnya PT Kumai Sentosa? Melalui dokumen administrasi hukum umum (AHU) yang dikeluarkan Direktorat Jenderal AHU, Kementerian Hukum dan HAM, Betahita.id melakukan penelusuran kepemilikan perusahaan perkebunan sawit yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional Tanjung Puting ini.
Kepemilikan PT Kumai Sentosa ternyata bermuara ke keluarga pengusaha Dharma Surya. Nama-nama anggota keluarga ini berkelindan dengan PT Kumai Sentosa melalui sejumlah perusahaan.
Berdasarkan data AHU PT Kumai Sentosa yang diperoleh pada 20 September 2019, diketahui ada nama Kartono Susanto alias Tjihin Khiauw Sen dan Imam Satoto Yudiono yang duduk sebagai komisaris dan komisaris utama. Kemudian posisi direktur dan direktur utama dijabat oleh pengusaha lokal Muhammad Jalil Harahap dan I Ketut Supastika.
Dilihat dari pemegang saham, PT Kumai Sentosa dimiliki oleh PT Buana Karya Bhakti, dengan memegang 140 ribu lembar saham atau 70 persen kepemilikan dan PT Usaha Baratama Jesindo, memegang 60 ribu lembar saham atau 30 persen kepemilikan.
Penelusuran lebih lanjut terhadap PT Buana Karya Bhakti dilakukan. Berdasarkan dokumen AHU yang diperoleh pada 16 Januari 2020, perusahaan besar perkebunan sawit di Kalimantan Selatan itu tercatat dimiliki oleh PT Gagah Putera Satria dengan saham sebanyak 7.200 lembar atau 75 persen kepemilikan dan PT Adiwahana Bintang Mandiri dengan saham sebanyak 2.400 lembar atau 25 persen kepemilikan.
Komisaris dan komisaris utama dijabat oleh Freddy Purnama Surya dan Sandi Sastra Surya. Sosok kuasa hukum PT Kumai Sentosa, Tahmijudin tercatat menjabat sebagai direktur di perusahaan ini. Sedangkan posisi direktur utama dijabat oleh Imam Satoto Yudiono.
Betahita menyelam lebih dalam. Dokumen AHU PT Gagah Putera Satria yang diperoleh para 27 September 2019 menyatakan, nama Erwin Prabawa Surya sebagai direktur dan pemegang saham dengan jumlah 1.500 lembar atau 30 persen kepemilikan, Nini Natalia Surya sebagai direktur dan pemegang saham sebanyak 500 lembar saham atau 10 persen kepemilikan, Sandi Sastra Surya sebagai direktur utama dan pemegang saham sebanyak 1.500 lembar atau 30 persen kepemilikan, Freddy Purnama Surya sebagai komisaris utama sekaligus pemegang saham sebanyak 1.500 lembar saham atau 30 persen kepemilikan, dan Trieyanto Koentjoro sebagai komisaris.
Penelusuran lebih lanjut menemukan bahwa Erwin Prabawa Surya, Freddy Purnama Surya, Sandi Sastra Surya, dan Nini Natalia Surya adalah anak-anak dari Dharma Surya, pendiri PT Daya Sakti Timber Corporation. Gagah Putera Surya (GPS Grup) adalah sub-group dari grup besar yang didirikan oleh Dharma Surya yang dikendalikan oleh anak-anaknya.
Pendalaman terhadap PT Adiwahana Bintang Mandiri juga dilakukan. Dokumen AHU perusahaan yang diperoleh pada 27 September 2019 mencatatkan Budi Widjaja sebagai komisaris, Herri Supadmo sebagai direktur dan Eko Purwanto sebagai direktur utama.
Ada yang menarik dalam kepemilikan PT Adiwahana Bintang Mandiri. Perusahaan ini ternyata juga dimiliki oleh PT Gagah Putera Satria--pemegang saham PT Buana Karya Bhakti (pemilik PT Kumai Sentosa)--dengan kepemilikan saham sebesar 90 persen atau memegang saham sebanyak 495 lembar. Saham lainnya dipegang oleh PT Gagah Satria Manunggal sebanyak 55 lembar atau 10 persen kepemilikan.
Lalu siapa PT Usaha Baratama Jesindo yang juga memiliki saham di PT Kumai Sentosa? Dokumen AHU yang diperoleh pada 16 Januari 2020 mencatat nama Tjhin Khiauw Sen alias Kartono Susanto sebagai direktur utama dan pemegang saham sebanyak 7.700 lembar saham atau 70 persen kepemilikan, Dicky Kartono Tjhin alias Dicky Kartono sebagai direktur dan pemegang saham sebanyak 3.300 lembar atau 30 persen kepemilikan, Nining Yayah Mudjihastuti alias Hajjah Nining Yayah Mudji sebagai komisaris.