Dua Perusahaan Sawit Bermasalah Gugat Bupati Sorong Selatan
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Hukum
Rabu, 05 Januari 2022
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Gugatan hukum oleh perusahaan sawit bermasalah kepada kepala daerah terjadi lagi di Provinsi Papua Barat. Gugatan itu dilayangkan PT Anugerah Sakti Internusa (ASI) dengan Nomor Perkara: 45/G/2021/PTUN.JPR dan PT Persada Utama Agromulia (PUA), ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura Nomor Perkara: 46/G/2021/PTUN.JPR. Gugatan kepada Bupati Sorong Selatan itu resmi didaftarkan ke PTUN Jayapura pada 29 Desember 2021 lalu.
Dua perusahaan anak kandung Grup Indonusa Agromulia itu tidak terima sejumlah perizinan perkebunan sawit yang telah mereka peroleh dicabut oleh Bupati Sorong Selatan Samsudin Anggiluli pada 2021 lalu. Kepada PTUN Jayapura, dua perusahaan sawit itu memohon agar majelis hakim mengabulkan gugatan dan menyatakan batal atau tidak sah keputusan Bupati Sorong Selatan yang mencabut izin usaha perkebunan (IUP) dan izin lokasi dua perusahaan itu.
Keputusan Bupati Sorong Selatan yang digugat oleh PT ASI, Nomor Perkara 45/G/2021/PTUN.JPR:
- Keputusan Bupati Sorong Selatan Nomor 025/102/BSS/V/2021 tanggal 3 Mei 2021 tentang Pencabutan Keputusan Bupati Sorong Selatan Nomor 522/82/BSS/2014 tanggal 25 Februari 2014 tentang Pemberian Izin Usaha Perkebunan kepada PT Anugerah Sakti Internusa.
- Keputusan Bupati Sorong Selatan Nomor 025/104/BSS/V/2021 tanggal 3 Mei 2021 tentang Pencabutan Keputusan Bupati Sorong Selatan Nomor 522/184/BSS/XII/2013 tanggal 16 Desember 2013 tentang Pemberian Izin Lokasi untuk Keperluan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit dengan Pola Kemitraan Seluas 37.000 hektare yang Terletak di Distrik Teminabuan dan Distrik Konda, Kabupaten Sorong Selatan, Atas Nama PT Anugerah Sakti Internusa.
Keputusan Bupati Sorong Selatan yang digugat oleh PT PUA, Nomor Perkara 46/G/2021/PTUN.JPR:
- Keputusan Bupati Sorong Selatan Nomor 025/101/BSS/V/2021 tanggal 3 Mei 2021 tentang Pencabutan Keputusan Bupati Sorong Selatan Nomor 522/83/BSS/2014 tanggal 25 Februari 2014 tentang Pemberian Izin Usaha Perkebunan kepada PT Persada Utama Agromulia.
- Keputusan Bupati Sorong Selatan Nomor 025/105/BSS/V/2021 tanggal 3 Mei 2021 tentang Pencabutan Keputusan Bupati Sorong Selatan Nomor 522/183/BSS/XII/2013 tanggal 16 Desember 2013 tentang Pemberian Izin Lokasi untuk Keperluan pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit dengan Pola Kemitraan Seluas 25.000 hektare yang Terletak di Distrik Wayer dan Distrik Kais, Kabupaten Sorong Selatan Atas Nama PT Persada Utama Agromulia.
Bila ditarik ke belakang, keputusan Bupati Sorong Selatan mencabut perizinan usaha dua perusahaan ini didasarkan atas ketentuan hukum dan kebijakan evaluasi perizinan yang dilakukan pemerintah Provinsi Papua Barat, pemerintah daerah dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), maupun aspirasi dan aksi-aksi protes masyarakat adat di Sorong Selatan yang menuntut pencabutan izin dengan berbagai alasan, untuk kesejahteraan, keselamatan dan masa depan masyarakat adat, serta keberlanjutan daya dukung lingkungan.
Ketua Relawan Tolak Sawit Sorong Selatan, Olland Abago mengatakan, pihaknya sebagai masyarakat adat yang terancam menjadi korban perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut berpandangan, tindakan perusahaan memperkarakan keputusan Bupati Sorong Selatan merupakan wujud dan sikap perusahaan yang tidak menghormati hak-hak kami Orang Asli Papua.
"Tidak memperdulikan suara kami yang menolak keberadaan perusahaan perkebunan kelapa sawit di atas tanah adat kami, tidak mempunyai komitmen untuk melindungi hutan dan lahan gambut, dan hanya mempertimbangkan ambisi ekonomi untuk keuntungan diri sendiri," kata Olland dalam siaran pers yang diterima Betahita, Selasa (4/1/2022).
Sopice Sawor, seorang tokoh perempuan Masyarakat Adat Distrik Konda menambahkan, masyarakat adat di Sorong Selatan bersama aktivis sosial dan lingkungan yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Adat Dukung Bupati Sorong Selatan menyatakan, sepenuhnya memberikan dukungan dan aksi advokasi membela Bupati Sorong Selatan dalam menghadapi gugatan perusahaan di PTUN Jayapura.
"Kami meminta Majelis Hakim PTUN Jayapura untuk tidak mengabulkan dan tidak menerima gugatan tersebut karena keberadaan dan rencana aktivitas perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut ditolak masyarakat adat," kata Sopice.
Koalisi itu juga mengajak berbagai elemen organisasi masyarakat, lembaga adat, perangkat pemerintah kabupaten hingga nasional, intelektual, pemuda dan mahasiswa, bersatu padu menyuarakan dukungan dan solidaritas, untuk membela Bupati Sorong Selatan, membela masyarakat adat, membela lingkungan.
Omnibus Law dan Keharusan Dukung Investasi, Bikin Perusahaan Sawit Berani Melawan
Pengkampanye Greenpeace Indonesia, Nicodemus Wamafma memberikan pandangannya terhadap gugatan PT ASI dan PT PUA itu. Menurut Nico setidaknya ada 3 hal yang bisa menjadi penyebab perusahaan-perusahaan sawit di Tanah Papua, termasuk di Papua Barat, berani melawan ketika izin usahanya dicabut.
Yang pertama, lahirnya Omnibus Law--berupa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja--dan pernyataan-pernyataan Presiden Joko Widodo, menteri dan kepala daerah yang berpihak pada kepentingan investasi, membuat perusahaan-perusahaan ini berani melakukan perlawanan.
"Perusahaan-perusahaan ini merasa percaya diri bahwa pemerintah pasti berpihak kepada mereka. Walaupun hasil evaluasi izin perkebunan sawit yang dilakukan Pemerintah Provinsi Papua Barat didukung KPK dan koalisi CSO (civil society organization) di Papua serta masyarakat adat Papua menunjukkan mereka telah melanggar aturan terkait perizinan perkebunan sawit," kata Nico, Selasa (4/1/2022).
Alasan kedua, para kepala daerah di Papua Barat belum secara tegas menyatakan sikap mendukung rekomendasi hasil evaluasi perizinan perkebunan sawit yang dilakukan Pemerintah Provinsi Papua Barat dan siap melaksanakan rekomendasi tersebut dengan mencabut surat keputusan (SK) izin lokasi perkebunan sawit yang direkomendasikan untuk dicabut.
"Sikap yang tidak tegas ini, membuat perusahaan-perusahaan sawit, walaupun bersalah secara administrasi, namun percaya diri untuk tetap menggugat SK Bupati Sorong dan kini Bupati Sorong Selatan yang mencabut izin lokasi perkebunan mereka dengan harapan bahwa PTUN dan PT (pengadilan tinggi) di Makassar--kasus gugatan terhadap Bupati Sorong--akan berpihak pada mereka dan membatalkan SK Bupati."
Bupati sebagai kepala daerah dan pejabat politik, lanjut Nico, yang diberikan mandat oleh MHA untuk memimpin, harus berani berpihak pada kepentingan dan hak MHA, dengan melaksanakan rekomendasi evaluasi perizinan perkebunan dan tidak perlu terintimidasi dengan Omnibus Law apalagi pernyataan Presiden untuk mengamankan investasi.
"Salah satu pengaman yang penting adalah bupati harus bergerak cepat untuk mendorong ditetapkannya perda (peraturan daerah) pengakuan dan perlindungan hak MHA di Sorong Selatan, untuk membentengi MHA dan wilayah adatnya di Sorong Selatan dari investasi yang jahat dan merusak hutan dan lingkungan hidup di Kabupaten Sorong Selatan."
Alasan ketiga, sikap pemerintah pusat dan provinsi serta kabupaten/kota yang belum jelas dalam memberikan pengakuan, perlindungan hak masyarakat hukum adat (MHA) atas tanah, hutan dan sumber daya alam, telah membuat pihak lain, seperti investor, tidak memiliki rasa penghargaan terhadap MHA beserta haknya yang melekat.
"Karena itulah mereka (perusahaan) berani menggugat. Karena merasa kedudukan hak MHA tidak cukup kuat dalam mempertahankan lokasi hak ulayatnya yang sebelumnya diserahkan kepada perusahaan perkebunan sawit," ujar Nico.