Kementerian ESDM Rinci Perusahaan Yang Dicabut Izinnya

Penulis : Aryo Bhawono

Lingkungan

Senin, 10 Januari 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Kementerian ESDM memberikan perincian 2.078 izin usaha pertambangan (IUP) yang dicabut. Namun Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menganggap pencabutan izin ini tak bertujuan mengoreksi ketimpangan keadilan dan kerusakan alam.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin, menyebutkan mengungkapkan 2.078 Izin Usaha Pertambangan (IUP) telah dicabut izinnya. Pencabutan izin ini meliputi 1.776 perusahaan pertambangan mineral, termasuk mineral logam, mineral bukan logam, dan batuan serta 302 perusahaan pertambangan batubara.

"Sebanyak 1.776 perusahaan pertambangan mineral, termasuk mineral logam, mineral bukan logam, dan batuan dengan luas wilayah 2.236.259 Hektar kita cabut," ujar Ridwan, di Jakarta, Kamis (6/1/2022) seperti dikutip dari website Kementerian ESDM.

Wilayah IUP pertambangan mineral tersebut tersebar, antara lain di Provinsi Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kep. Bangka Belitung, Kep. Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Gorontalo, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara.

Foto udara areal tambang batu bara PT Kaltim Global yang berada di seberang areal pertambangan PT Inmas Abadi di Bengkulu. Aktivitas tambang batu bara PT Inmas dikhawatirkan merusak ekosistem Bantang Alam Seblat./Foto: Auriga Nusantara

Sementara itu, sebanyak 302 perusahaan pertambangan batubara, dengan luas wilayah 964.787 Hektar juga dicabut. Perusahaan ini tersebar di Provinsi Bengkulu, Jambi, Riau Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara.

Terpisah, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, menyebutkan pemerintah telah melakukan verifikasi data dan peninjauan ke lapangan sejak sekitar lima sampai enam bulan lalu. Perusahaan pemilik IUP ini mayoritas menelantarkan izin yang sudah mereka peroleh.

“Permasalahan paling banyak izinnya banyak yang cuma dipengang, baru cari investor yang lain. Jadi cuma muter-muter,” jelas dia.

Dasar pemerintah mencabut izin membuat JATAM pesimis jika pencabutan izin ini bertujuan mengoreksi ketimpangan keadilan dan kerusakan alam. Mereka menganggap pencabutan ribuan izin tambang ini merupakan bagian dari upaya konsolidasi perusahaan tambang dan percepatan pengerukan komoditas tambang. 

“Alih-alih didasari penyelamatan lingkungan, perlindungan hak warga dan evaluasi atas carut marut proses perizinan tambang, pencabutan izin ini jelas dalam rangka untuk mempercepat pengerukan di tapak-tapak tambang. ​​Ditambah lagi ada jaminan proses perizinan yang lebih singkat dan mudah untuk perusahaan yang mau masuk ke konsesi yang sudah dicabut itu,” ucap pengkampanye JATAM, Melky Nahar melalui siaran pers.

Menurutnya kebijakan pencabutan izin tambang oleh Presiden Jokowi juga tidak menyentuh perusahaan pemegang KK dan PKP2B yang memiliki rekam jejak buru, misalnya PT Kaltim Prima Coal (KPC). Perusahaan yang terhubung dengan petinggi Golkar, Aburizal Bakrie, ini memindah-paksakan warga Dayak Basap di Desa Keraitan di Bengalon dengan cara intimidasi. PT KPC juga diketahui menambang jalan umum di ruas jalan penghubung Bengalon-Sangata yang secara aturan tidak dibolehkan. Bahkan, PT KPC telah habis masa kontrak pada 31 Desember 2021, tapi aktivitas di lapangan terus berjalan hingga saat ini. 

Selain itu ada PT Adaro Indonesia, perusahaan tambang batu bara raksasa milik keluarga Thohir ini, juga tercatat pernah merampas tanah ulayat warga di Desa Kasiau, Kabupaten Tabalong, Kalsel. Perusahaan itu juga tersandung kasus pengemplangan pajak dan menjadi salah satu perusahaan yang menyebabkan banjir parah di Kalsel tiap tahunnya. 

Demikian juga dengan anak perusahaan Toba Bara, PT Adimitra Baratama Nusantara yang aktivitas tambangnya menyebabkan rumah-rumah warga di Kukar, Kaltim, ambles pada November 2018. Toba Bara merupakan grup perusahaan yang bergerak di bidang energi dan pertambangan diketahui terkait dengan Menteri Koordinator Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan.

Selain perusahaan yang menurut JATAM bermasalah seharusnya pemerintah juga menyasar perusahaan tambang yang beroperasi di kawasan bencana. JATAM mencatat, setidaknya terdapat 783 IUP berada di kawasan bencana yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. 

Demikian juga dengan tambang yang berada di kawasan hutan. Pada 2019 saja, terdapat 2.196 IUP yang beroperasi di kawasan hutan. Belum lagi dengan deretan perusahaan yang meninggalkan lubang-lubang tambang tanpa reklamasi dan telah menyebabkan banyak anak-anak tewas-tenggelam.