Pemanasan Global Sebabkan Kelahiran Dini dan Rusak Kesehatan Bayi
Penulis : Tim Betahita
Perubahan Iklim
Rabu, 26 Januari 2022
Editor : Sandy Indra Pratama
LolBETAHITA.ID - Ilmuwan menyatakan bahwa krisis iklim merusak kesehatan janin dan bayi. Temuan ini terdapat dalam enam kajian yang baru-baru ini terbit.
Menurut salah studi, meningkatnya panas terhubung dengan penambahan berat badan yang cepat pada bayi, sehingga meningkatkan risiko obesitas di kemudian hari. Suhu yang lebih tinggi juga dikaitkan dengan kelahiran prematur, yang dapat memiliki efek kesehatan seumur hidup, dan peningkatan rawat inap anak-anak di rumah sakit.
Studi lainnya juga menemukan paparan asap dari kebakaran hutan dan lahan menggandakan risiko cacat lahir yang parah. Sementara itu kesuburan dikaitkan dengan polusi udara dari pembakaran bahan bakar fosil, bahkan pada tingkat yang rendah.
Keenam studi ini diterbitkan di edisi khusus jurnal Pediatric and Perinatal Epidemiology, yang ditulis oleh ilmuwan dari Amerika Serikat, Denmark, Israel, dan Australia.
“Kami mulai melihat dampak krusial krisis iklim terhadap kesehatan anak. Ini terjadi sejak awal, sejak pra-kehamilan, masa pertumbuhan, hingga remaja,” kata Prof Gregory Wellenius, yang menyunting jurnal tersebut, dikutip The Guardian.
“Ini merupakan masalah yang memengaruhi semua orang, di manapun berada. Peristiwa ekstrem ini akan menjadi lebih mungkin dan lebih parah dengan berlanjutnya perubahan iklim.”
Kaitan antara panas dan kenaikan berat badan yang cepat pada tahun pertama anak ditemukan oleh ilmuwan di Israel, yang menganalisis 200.000 kelahiran. Hasilnya, bayi yang terpapar 20% suhu tertinggi di malam hari memiliki risiko 5% lebih tinggi mengalami kenaikan berat badan yang cepat.
Secara global, terdapat 18% anak-anak memiliki berat badan berlebih atau obesitas. Menurut para ilmuwan, masa pertumbuhan saat bayi menentukan berat badan saat dewasa. Orang dengan obesitas juga terdampak lebih parah karena suhu panas ekstrem.
Sementara itu ilmuwan di California, Amerika Serikat, menemukan bahwa ibu yang terpapar asap kebakaran hutan satu bulan sebelum pembuahan menggandakan risiko cacat lahir bernama gastroschisis. Kelainan ini menyebabkan usus atau organ pencernaan lainnya di luar tubuh bayi.
Para ilmuwan menganalisis dua juta kelahiran, 40% di antaranya adalah ibu yang tinggal 24 kilometer dari lokasi kebakaran. Asap dan polusi udara dari kebakaran hutan dan lahan diketahui berdampak buruk pada perempuan hamil dan janin.
Ilmuwan kemudian menemukan terjadi peningkatan 28% dalam risiko cacat lahir pada ibu yang tinggal di dekat kebakaran hutan pada trimester pertama kehamilan.
Gastroschisis pada janin jarang, sekitar 2.000 kasus per tahun di Amerika Serikat. Namun jumlahnya meningkat dalam skala global. “Paparan manusia terhadap kebakaran hutan diperkirakan akan meningkat dalam beberapa dekade mendatang,” kata Bo Young Park, dari California State University.
“Oleh karena itu, pemahaman menyeluruh tentang hasil kesehatan negatif yang terkait dengan kebakaran hutan sangat penting.”
Dua temuan lainnya melihat kaitan antara suhu tinggi dan kelahiran prematur. Penelitian pertama menganalisis hampir 1 juta perempuan hamil di New South Wales, Australia, sejak 2005 hingga 2014. Tiga persen di antaranya melahirkan sebelum kehamilan memasuki minggu ke-37.
Para peneliti menemukan bahwa mereka yang berada di 5% tempat terpanas di negara bagian itu pada minggu sebelum kelahiran memiliki risiko 16% lebih tinggi untuk kelahiran prematur. Sebelumnya, sebuah penelitian juga menemukan efek serupa di kota sub-tropis Brisbane yang lebih hangat.
“Risiko kelahiran prematur sangat mungkin meningkat dengan proyeksi kenaikan suhu global dan frekuensi gelombang panas. Ini merupakan masalah serius,” kata Edward Jegasothy di University of Sidney, yang memimpin penelitian tersebut.
Studi kedua menganalisis 200.000 kelahiran pada periode 2007-2011 di Harris County, Texas; termasuk kota Houston yang terbiasa dengan suhu panas. Sebagai catatan, negara bagian ini mengalami musim panas terpanas pada 2011.
Seperempat ibu terpapar setidaknya satu hari bersuhu sangat panas selama masa kehamilan. Para peneliti menyimpulkan, risiko kelahiran premature 15% lebih tinggi setelah ibu melalui suhu yang sangat panas ini. Namun risikonya bahkan lebih tinggi untuk kelahiran dini, yakni tiga kali lipat untuk bayi yang lahir sebelum berusia 28 minggu, dan juga lebih tinggi untuk 20% ibu yang paling tidak beruntung.
Analisis lainnya juga menemukan suhu yang lebih panas meningkatkan rawat inap anak-anak di New York City. Para ilmuwan mengamati 2.5 juta kasus rawat inap selama delapan tahun terakhir dan menemukan kenaikan suhu maksimum 7C menyebabkan peningkatan 2.4% dalam perawatan anak-anak di bawah lima tahun.
Menurut peneliti, hal ini terjadi lantaran anak-anak kecil kehilangan lebih banyak cairan secara proporsional ketimbang orang dewasa. Kemampuan mereka untuk mengatur suhu tubuh juga belum matang.
Pembakaran bahan bakar fosil mendorong krisis iklim serta menyebabkan polusi udara. Sebuah studi baru di Denmark menilai dampak udara kotor pada 10.000 pasangan yang mencoba memiliki anak secara alami. Ditemukan bahwa peningkatan polusi partikel beberapa unit selama siklus menstruasi menyebabkan penurunan konsepsi sekitar 8%.
Studi terbaru lainnya di Cina juga menemukan bahwa polusi udara secara signifikan meningkatkan risiko kemandulan. Namun tingkat polusi rata-rata lebih dari lima kali lebih tinggi dibandingkan dengan studi di Denmark.