Pusaka Temukan Perusahaan Sawit Papua Tak Indahkan Jokowi
Penulis : Tim Betahita
Hutan
Senin, 31 Januari 2022
Editor :
BETAHITA.ID - Yayasan Pusaka Bentala Rakyat (Pusaka) mendesak kebijakan perbaikan tata kelola sumber daya alam, evaluasi dan sanksi pencabutan izin usaha perusahaan, harus diikuti dengan tindakan konkret dan penegakan hukum.
Hal itu, demi pemulihan hak-hak masyarakat dan restorasi lingkungan, yang melibatkan organisasi masyarakat sipil dan dilakukan secara transparan.
Berdasarkan pemantauan Pusaka dan informasi jaringan komunitas, masih terdapat aktivitas penebangan hutan pada areal perkebunan kelapa sawit PT Permata Nusa Mandiri (PNM) di daerah Distrik Nimbokrang, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua, Minggu (II/1/ 2022), yang diduga untuk pengembangan usaha perkebunan kelapa sawit.
Padahal diketahui izin konsesi kehutanan PT PNM yang dikeluarkan tahun 2014, telah dicabut oleh pejabat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2022. Perusahaan lain yang sudah dicabut izinnya namun masih aktif beroperasi membuka, menebang dan menggusur hutan adalah PT Subur Karunia Raya di Kabupaten Teluk Buntuni, Provinsi Papua Barat, dan perusahaan kelapa sawit PT Rimbun Sawit Papua di Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat.
Yayasan Pusaka menerima laporan bahwa perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut diduga melakukan pengembangan usaha tanpa Hak Guna Usaha dan diduga lokasi penebangan hutan berada diluar izin usaha perkebunan, yang terjadi menjelang akhir 2021.
Berdasarkan data Ditjen AHU Kementerian Hukum dan HAM, diketahui pemilikan saham dan kepengurusan perusahaan PT Permata Nusa Mandiri, PT Subur Karunia Raya dan PT Rimbun Sawit Papua, saling berhubungan dengan Indo Gunta Group dan Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) Group, dikenal juga sebagai Salim Group/Indofood Group.
Grup perusahaan ini menguasai dan memiliki 10 perusahaan perkebunan di Tanah Papua dan berada di kawasan hutan dengan luas 266.736 hektar. Perusahaan ini memperoleh izin langsung dari pemerintah, dan atau diakuisisi dari perusahaan lain, tanpa sepengetahuan masyarakat adat setempat dan melanggar persyaratan peraturan.
Sejauh ini, tanah dan hutan tersebut belum sepenuhnya diusahakan, berkonflik dan masih ada penolakan masyarakat adat setempat.
“Pemerintah daerah dan nasional seharusnya mengambil langkah-langkah proaktif menindaklanjuti hasil evaluasi dan putusan sanksi pencabutan izin usaha perusahaan, dengan melarang aktivitas perusahaan, menegakkan hukum dan memberikan sanksi pidana, membayar denda dan kompensasi ganti rugi, untuk masyarakat terdampak dan restorasi lingkungan, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan,” kata Tigor G. Hutapea, Staf Divisi Advokasi Pusaka.
Pengabaian dan pembiaran atas pelaksanaan putusan tersebut dapat memicu konflik dan meningkatkan ketegangan antara masyarakat, pemerintah dan perusahaan. Demikian pula, dalam konteks penghormatan HAM dan mencegah terjadinya konflik, perusahaan seharusnya menghormati keputusan pemerintah dan masyarakat, tidak memaksakan kehendak sendiri. Yayasan Pusaka Bentala Rakyat juga meminta pemerintah tidak lagi memberikan kemudahan perizinan dan memberikan izin baru kepada perusahaan negara dan swasta (dalam negeri dan luar negeri) yang terbukti merusak alam dan melanggar HAM.
Presiden RI, Joko Widodo, 6 Januari 2021, menyampaikan bahwa pemerintah terus memperbaiki tata kelola sumberdaya alam agar ada pemerataan, transparansi dan adil, untuk mengoreksi ketimpangan, ketidak adilan dan kerusakan alam.
Untuk itu izin-izin pertambangan, kehutanan, dan penggunaan lahan negara terus di evaluasi secara menyeluruh. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah mengeluarkan Surat Keputusan No.SK.01/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022 Tanggal 05 Januari 2022 tentang Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan. Berdasarkan Lampiran SK tersebut yang memuat daftar perizinan perusahaan yang dicabut, termasuk di Provinsi Papua sebanyak 26 perusahaan perkebunan kelapa sawit dengan luas 681.029 ha, dan Provinsi Papua Barat sebanyak 22 perusahaan dengan luas 382.071 ha.
JUBI|BETAHITA