BREAKING NEWS: Negara Keras di Desa Wadas

Penulis : Tim Betahita

Agraria

Rabu, 09 Februari 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Tulisan menempel ini didedikasikan untuk perjuangan Warga Desa Wadas yang sedang menghadapi kerasnya represi negara. Isi dari tulisan ini diupayakan berupa perkembangan terakhir dari lapangan. (redaksi)

AJI Yogyakarta, AJI Semarang, AJI Purwokerto, dan LBH Pers Yogyakarta mengecam intimidasi terhadap jurnalis dan kebebasan ekspresi di Desa Wadas. Dalam pernyataannya mereka menyatakan sikap:

1. Mengecam intimidasi yang dilakukan oleh beberapa anggota kepolisian terhadap jurnalis Sorot.co.

Wadas Melawan. (Akun resmi gerakan solidaritas warga Desa Wadas)

2. Meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memerintahkan jajarannya di Divisi Profesi dan Pengamanan Mabes Polri untuk memproses intimidasi tersebut sesuai dengan UU Pers.

3. Mendesak Kapolri dan Kapolda Jawa Tengah untuk menegaskan kepada anggota kepolisian agar tidak menghalang-halangi tugas jurnalis saat melakukan peliputan di Desa Wadas.

4. Mengecam aksi peretasan terhadap akun media sosial LBH Yogyakarta.

5. Mengecam dugaan tindakan pelambatan akses internet di Wadas dan sweeping alat komunikasi warga Wadas.

6. Mendesak Kapolri dan Kapolda Jawa Tengah untuk menghentikan tindakan intimidatif dan represif yang dilakukan terhadap warga Wadas dan tim kuasa hukum LBH Yogyakarta. 

7. Mengimbau kepada semua pihak untuk menghargai kerja-kerja jurnalistik dan menghormati kebebasan pers di Indonesia. Jurnalis dalam menjalankan tugasnya dilindungi oleh hukum sesuai Pasal 8 UU Pers Nomor 40 Tahun 1999.

Komnas HAM kecam respresi negara di Wadas

Komnas HAM memberikan pernyataan di tengah kisruh Desa Wadas. Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan, Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara mengatakan, sehubungan dengan terjadinya peristiwa kericuhan yang terjadi dalam proses pengukuran lahan warga untuk penambangan batu andesit di Desa Wadas, Selasa lalu, Komnas HAM RI mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian kepada warga, termasuk pendamping hukum warga Wadas yang menolak desanya dijadikan lokasi penambangan quarry.

"Komnas HAM RI juga menyesalkan adanya penangkapan terhadap sejumlah warga yang masih ditahan di Polres Purworejo," kata Beka, Rabu (9/2/2022).

Untuk itu, lanjut Beka, Komnas HAM meminta kepada BBWS Serayu Opak dan BPN untuk menunda pengukuran lahan milik warga Desa Wadas yang sudah setuju untuk pengukuran. Kemudian meminta Polda Jawa Tengah menarik aparat yang bertugas di Desa Wadas, dan melakukan evaluasi total pendekatan yang dilakukan, serta memberi sanksi kepada petugas yang terbukti melakukan kekerasan kepada warga.

"Meminta Polres Purworejo segera melepaskan warga yang ditahan di Kantor Polres Purworejo," lanjut Beka.

Kabar dari Warga Desa Wadas

Jumpa pers bersama warga Desa Wadas menyebutkan kepolisian masih terus berkeliaran di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo. Mereka melakukan penyisiran hingga masuk ke rumah warga dan menyita telepon genggam.

Kondisi mencekam berlanjut di desa Wadas. Warga terisolir karena polisi membatasi akses keluar dan masuk ke desa itu. Ketua Advokasi dan Kawasan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta, Himawan Kurniadi, menyatakan pada Rabu (29/2) polisi melakukan sweeping dan menyita telepon genggam warga. Tindakan ini dilakukan sampai masuk ke rumah warga.

“Ini preseden buruk bagi negara dan aparat polisi. Mereka mencoba memutus semua akses komunikasi dan informasi di Wadas,” ucap dia dalam konferensi pers Pengepungan Desa Wadas oleh Aparat Kepolisian yang dilakukan Gerakan Masyarakat Pecinta Alam Desa Wadas (Gempa Dewa).

Listrik di desa itu sendiri masih padam sejak Selasa siang lalu (8/2). Sehingga untuk mengisi daya telepon genggam saja tidak bisa. Polisi, kata dia, sepertinya tak ingin informasi yang terjadi di Wadas  keluar.

Aktivis Gerakan Masyarakat Pecinta Alam Desa Wadas (Gempa Dewa), Heronimus Heron, menyebutkan beberapa warga, termasuk ibu-ibu, masih terkepung di dalam masjid. Pengiriman kebutuhan terhambat karena polisi melakukan penggeledahan terhadap siapapun. 

“Sedangkan di desa, warga terus dikejar oleh orang berpakaian preman. kami tidak tahu apakah itu intel atau preman beneran,” kata dia. 

Heron menyebutkan selama ini polisi mengaku mengamankan senjata tajam yang diduga berkaitan dengan aksi penolakan tambang andesit. Namun faktanya beberapa aparat mendapati senjata tajam itu ketika menggeledah rumah warga. Warga pun tidak memiliki agenda melakukan aksi demonstrasi menolak tambang.

Klaim kepolisian soal tindakannya

Kepolisian turut menjawab ihwal kekisruhan yang terjadi di Desa Wadas, Jawa Tengah. Menurut Kepala Kepolisian Daerah Inpektur Jenderal Achmad Luthfi pada kesempatan jumpa media mengatakan bahwa benar ada 64 orang warga desa yang kini diamankan di Markas Polres Purworejo, Jawa Tengah.

“Hari ini kami akan kembalikan selepas proses pemeriksaan selesai,” ujarnya.

Kepolisian, menurut Kapolda, sudah bergerak berdasarkan prosedur. Hal itu dilakukan agar kegiatan BPN dan pemerintah berupa pengukuran bisa berjalan lancar. Soal insiden kekerasan yang terjadi, kata luthfi, tidak sepenuhnya benar. Dia mengklaim ada semacam framing dari banyak pihak bahwa polisi melakukan kekerasan.

“Kami punya bukti juga bahwa proses berjalan damai, bahkan untuk insiden di depan masjid itu tidak benar bahwa kami dikatakan mengepung, yang terjadi bahkan turut beribadah bersama warga,” katanya. “Kami bukan menangkap tapi mengamankan.”

Respon Gubernur Ganjar

Merespon kondisi terakhir soal kekisruhan di Desa Wadas, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo bersama Kapolda dan Kepala BPN Jawa Tengah mengatakan pihak pemerintah sudah bergerak secara hati-hati dalam persoalan Desa Wadas.

Menurut Ganjar, kondisi yang terjadi awal kisruh aparat dan warga desa bermula dari rencana pengukuran yang akan dilakukan BPN dan pihak pemerintah. “Pengukuran itu merupakan permintaan warga yang menerima tawaran pemerintah,” ujarnya.

Dalam pro kontra Desa Wadas, Ganjar mengklaim sudah melibatkan pihak independen, yakni Komnas HAM. Ia sadar warga memang terbelah. Namun kuncinya adalah ketika gugatan yang dilayangkan warga yang tidak menerima rencana pemerintah. “Ada putusan hukum tetap yang melandasi, tindak pengukuran,” ujarnya.

Sementara pada saat yang sama, warga kini juga sedang melakukan konperensi pers.

Akun Instagram LBH Hilang

Kabar terbaru datang dari Akun Instagram Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta yang mendadak hilang, Selasa (8/2). LBH Yogyakarta sempat mengunggah berbagai informasi mengenai represi aparat di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah.

"Kami kehilangan akses ke akun Instagram 19 menit setelah unggahan terkait represi aparat di Desa Wadas. Tepatnya pada pukul 23.20 WIB," demikian cuitan @LBHYogyakarta di Twitter, Rabu (9/2).

Sementara itu, LBH Yogyakarta hingga saat ini masih mendampingi penangkapan warga Desa Wadas dan masuknya aparat kepolisian Polresta Purworejo untuk mengamankan proses pengukuran di Desa Wadas.

Ketegangan antara warga Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah dengan aparat kembali terjadi pada hari ini, Selasa (8/2). Sampai dengan Selasa malam, setidaknya 40 warga ditangkap aparat kepolisian, termasuk tim pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH).

Mulanya, ratusan hingga ribuan personel TNI, Polri dan Satpol PP datang ke wilayah Desa Wadas. Mereka mendampingi tim dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang ingin mengukur lahan di calon lokasi pembangunan Bendungan Bener.

Nantinya bakal ada 124 hektare lahan yang akan dibebaskan demi memuluskan proyek. Namun, kedatangan aparat dalam jumlah besar itu membuat warga cemas. Diketahui, selama ini warga menolak pembangunan bendungan tersebut.

Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti mengecam sikap represif Polda Jawa Tengah dan menuntut Polsek Bener untuk melepaskan warga yang ditangkap.

Ia memaparkan bahwa ribuan aparat yang turun dan menyisir Desa Wadas adalah langkah intimidatif sekaligus eksesif dari kepolisian dalam menyikapi penolakan warga terhadap keberadaan pertambangan.

Selain itu, menurutnya, penangkapan terhadap sejumlah warga tanpa alasan yang jelas menunjukkan watak aparat yang represif dan sewenang-wenang, terlebih jika berkaitan dengan kepentingan pembangunan atau investasi.

"Upaya yang dilakukan pihak kepolisian jelas-jelas menunjukkan adanya penggunaan kekuatan yang berlebihan," lanjut Fatia.

WALHI Kutuk Kesewenangan Polisi di Desa Wadas

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mengutus tindakan sewenang-wenang yang dilakukan polisi di Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, Selasa, 8 Februari 2022. Organisasi ini mendesak agar polisi menghentikan kekerasan dan intimidasi serta membebaskan warga yang ditangkap.

Seperti diketahui, hari ini ribuan personil kepolisian memasuki Desa Wadas, Kecamatan Bener. Menurut Walhi, polisi datang dengan peralatan lengkap seperti tameng, senjata, dan anjing polisi. Dalihnya untuk mengawal proses pengukuran lahan yang dilakukan oleh tim pengukuran dari Kantor Pertanahan Purworejo.

“Aksi kepolisian di lokasi dibarengi dengan intimidasi dan pengepungan di beberapa titik lokasi rumah warga dan masjid yang sedang digunakan untuk mujahadah,” kata Walhi dalam keterangan tertulis, Selasa, 8 Februari 2022.

Menurut organisasi tersebut, polisi telah berkumpul dan melakukan apel di Polres Purworejo sejak Senin, 7 Februari 2022. Direktur Eksekutif WALHI Yogyakarta Halik Sandera mengatakan, pihaknya mendapat informasi ribuan personil polisi mendirikan tenda di Lapangan Kaliboto pada sore hari, tak jauh dari pintu masuk ke Desa Wadas.

Menurut Halik, malam harinya desa tersebut menjadi satu-satunya yang mengalami pemadaman listrik dan kehilangan sinyal telekomunikasi. “Ada indikasi kesengajaan dalam mematikan listrik dan membuat down sinyal di Desa Wadas, karena hanya terjadi di satu lokasi. Desa sekitar lainnya tidak,” terang Halik.

Halik menerangkan, polisi telah membawa paksa salah satu pengurus organisasi Gempa Dewa hingga Selasa siang. Perkumpulan tersebut terdiri dari warga desa dan solidaritas yang aktif menolak proyek tambang andesit di tanah dan hutan yang dikelola warga sekitar. Warga yang hendak sholat ke masjid pun ditangkap.

Selain itu, aparat terus melakukan intimidasi termasuk menyita seluruh pisau yang sedang digunakan untuk aktivitas membuat besek dan memasak oleh ibu-ibu. Para perempuan yang sedang menggendong anaknya di halaman rumah dibentaki. Hingga saat ini, informasi terus berkembang mengenai beberapa warga yang ditangkap.

Halik mendesak Kepala Kepolisian Indonesia (Kapolri) Listyo Sigit Prabowo untuk menghentikan tindakan sewenang-wenang aparat di Desa Wadas.

“Tindakan sewenang-wenang kepolisian terhadap warga Desa Wadas sama sekali tidak menunjukkan komitmen terhadap semangat perlindungan hak asasi manusia dan sikap humanis dari kepolisian,” kata Halik.

Manajer Kampanye Tambang dan Energi Walhi Fanny Tri Jambore mengaku prihatin dan mengutuk tindakan kepolisian di Desa Wadas. Menurutnya, penangkapan paksa dilakukan tanpa didahului surat pemberitahuan.

Fanny mengatakan, kegiatan pengukuran yang dilakukan Kantor Pertanahan Purworejo mustinya dihentikan. Hal itu terkait dengan Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 91/PUU-XVIII/2020. Dalam amarnya, Mahkamah Konstitusi memerintahkan untuk menangguhkan segala tindakan maupun kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, seperti proyek strategis nasional (PSN).

“Kegiatan pengadaan tanah untuk quarry Bendungan Bener mustinya dihentikan sebagaimana seluruh PSN yang harus ditangguhkan terlebih dahulu. Kegiatan untuk PSN yang menyandarkan pada Undang-Undang Cipta Kerja ditangguhkan berdasarkan Putusan MK tersebut,” terang Fanny.

Fanny mendesak agar pemerintah tunduk terhadap Putusan MK. “Presiden harus mampu menunjukkan sikap patuh terhadap hukum,” imbuhnya.