Biang Kekerasan dan Penangkapan Warga Wadas

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono dan Kennial Laia

Agraria

Rabu, 09 Februari 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Puluhan warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo, Jawa Tengah, ditangkap pada Selasa (8/2/2022). Peristiwa itu diduga diawali dengan pemadaman listrik sehari sebelumnya. Penangkapan diwarnai dengan pengepungan warga yang beribadah di masjid, pemeriksaan ke rumah-rumah, pengejaran warga, serta penyitaan telepon selular.

Itu dilakukan oleh aparat kepolisian, yang menurut laporan, jumlahnya mencapai ribuan. Bak perang, pasukan polisi hadir lengkap dengan atribut anti huru-hara dan senjata api, serta anjing pelacak. Begitu kondisi terbaru di Desa Wadas.

Informasi yang diterima Betahita, pasukan kepolisian datang ke desa tersebut untuk mengamankan kegiatan pengukuran lahan warga pro proyek penambangan batuan andesit (quarry) oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Penangkapan itu bukan pertama kali. Pada 23 April 2021, kejadian serupa terjadi saat adanya rencana sosialisasi pemasangan patok batas untuk penambangan batuan andesit.

Wadon Wadas, kelompok perempuan petani dan ibu rumah tangga di Desa Wadas yang memperjuangkan tanah kelolanya dari penambangan batuan andesit untuk pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Foto: Istimewa

Kala itu warga menutup akses jalan dengan batang pohon untuk menghadang aparat yang hendak masuk ke desa. Di situ warga duduk di tanah sembari bersholawat. Solidaritas ini sendiri bernama Solidaritas Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempa Dewa).

Tak lama gabungan aparat kepolisian dan TNI merangsek dan memotong batang pohon yang dipasang melintang dengan gergaji mesin. Bentrokan pun terjadi. Warga dan sejumlah mahasiswa yang bersolidaritas ditarik dan ditangkap secara paksa. Kemudian warga mundur karena terkena gas air mata.

Salah satu Pengabdi Bantuan Hukum (PBH) dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta sebagai kuasa hukum warga Wadas dikerubung polisi hingga ditarik paksa dengan cara yang tidak manusiawi. Rambutnya dijambak.

Dalam kejadian itu, sekitar 11 warga ditangkap dan sembilan lainnya mengalami luka-luka karena terlibat bentrok dengan aparat. Dari 11 orang yang ditahan, dua orang merupakan PBH dan Asisten Pengabdi Bantuan Humum (APBH) dari LBH Yogyakarta.

Penambangan quarry di Desa Wadas merupakan salah satu bagian dari proyek Bendungan Bener yang akan dibangun di Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Wonosobo. Bendungan Bener berlokasi sekitar 10,5 kilometer dari barat desa.

Proyek Bendungan Bener merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 56 Tahun 2018. Batu andesit yang akan ditambang di wilayah Desa Wadas ini akan dijadikan bahan material bendungan.

Pembangunan Bendungan Bener diperkirakan menelan dana sekitar Rp 2.060 triliun. Di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, pembangunan dimulai sejak 2018 dan diproyeksikan mulai beroperasi pada 2023.

Bendungan tersebut direncanakan memiliki kapasitas sebesar 100,94 meter kubik. Targetnya, bendungan ini akan menyediakan air untuk lahan sawah beririgasi (13.589 hektare daerah irigasi eksisting dan 1.110 hektare irigasi baru).

Kemudian untuk air baku dengan sebesar 1.500 liter per detik untuk warga 10 kecamatan di Kabupaten Purworejo; tiga kecamatan di Kabupaten Kebumen dan dua kecamatan di Kabupaten Kulon Progo termasuk untuk Bandara Internasional Yogyakarta.

Selain itu bendungan tersebut bakal difungsikan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) berkapasitas 6 megawatt.

Saat ini, proyek digarap oleh sejumlah perusahaan pelat merah, termasuk PT Waskita Karya (persero) Tbk, PT PP (persero) Tbk, dan PT Brantas Abipraya (persero).

Beberapa pihak, terutama masyarakat sipil, menilai proyek ini sebagai bentuk perampasan dan penghancuran ruang hidup yang merupakan bagian dari hak hidup. Perampasan hak hidup itu melanggar Pasal 6 Konvensi Hak Sipil dan Politik pada penjelasan umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 36 Tahun 2018.

Perampasan menyangkut segala tindakan negara baik langsung maupun tidak langsung yang mengancam kehidupan seseorang maupun kolektif. Tanah dan sumber daya alam merupakan sumber kehidupan warga Wadas.

Mengapa warga Wadas menolak tambang?

Hampir seluruhnya warga Wadas merupakan petani. Generasi demi generasi, warga menanam temulawak, jahe, kencur, kopi, petai, aren, sayuran, dan tanaman lainnya di wilayah perbukitan desa yang dikenal subur. Praktik pertanian multikultur ini memberikan penghasilan yang berkelanjutan bagi petani sepanjang tahun.

Pengakuan warga Wadas kepada media, panen dari 10 batang pohon durian bisa menghasilkan hingga Rp 100 juta. Sementara itu jika panen kemukus mencapai 30 kilogram menghasilkan Rp 2,5 juta.

Survei potensi ekonomi oleh Gempa Dewa bersama Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta, LBH Yogyakarta, dan Perpustakaan Jalanan, tanaman budidaya di area perbukitan memiliki nilai akumulatif tinggi per tahun. Petai mencapai Rp 241 juta, kayu sengon Rp 2 miliar, kemukus Rp 1,35 miliar, vanili Rp 266 juta, dan durian Rp 1,24 miliar.

Warga pun menyebut bukit tempat bertani itu sebagai “tanah surga di bumi Wadas” dan sepenuhnya bergantung pada hasil tani. Perlawanan warga dilatarbelakangi oleh kekhawatiran kehilangan penghidupan. Bagaimana tidak, luas bukit yang terdampak aktivitas tambang nantinya mencapai 114 hektare. Ini jelas akan merusak pertanian warga yang menggantungkan kelanjutan hidupnya dari hasil tani.

Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Purworejo No. 27/2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Wadas telah ditetapkan sebagai wilayah perkebunan.

Dikutip dari Project Multatuli, Kepala Pejabat Pembuat Komitmen Bendungan Bener, M. Yushar menyebut bukit di Wadas mengandung sekitar 40 juta meter kubik batuan andesit. Sebanyak 8,5 juta meter kubik akan ditambang untuk proyek tersebut selama dua hingga tiga tahun.

Menurut Yushar, pemilik tanah di bukit akan diberi kompensasi dari Rp 120.000 per meter persegi. Usai tanah dikuasai pemerintah, masyarakat diizinkan memanfaatkan kembali melalui kesepakatan antara Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) dengan BBWSSO.

Sebagian besar warga menolak proyek dan tawaran ini, atau sebanyak 400 KK.

Berjuang sejak 2018

Berdasarkan catatan LBH Yogyakarta, warga Wadas telah berjuang menolak proyek penambangan batuan andesit sejak 2018. Protes bahkan dimulai sejak tahap sosialisasi pengadaan tanah untuk pembangunan Bendungan Bener pada 27 Maret 2018, yang digelar oleh BBWS Serayu Opak. Saat itu warga Wadas secara serentak melakukan walkout dari forum.

Begitupun saat pelaksanaan konsultasi publik pada 26 April 2018. Warga kembali melayangkan protes dan membentangkan spanduk penolakan karena mekanisme yang jauh dari musyawarah untuk mufakat. Warga Wadas diminta untuk menandatangani surat dengan dalih 'pencocokan nama'.

Namun, surat tersebut diubah menjadi surat persetujuan konsultasi publik. Dalam hal ini telah terjadi bentuk kecurangan yang dilakukan oleh pemrakarsa dalam proses pengadaan tanah.

Warga lalu melayangkan surat kepada BBWS Serayu Opak. Alih-alih mendapatkan jawaban atas penolakan  warga Wadas, pihak pemrakarsa dan pemerintah Provinsi Jawa Tengah malah menerbitkan Berita Acara Konsultasi Publik dengan Nomor BA 590/0001971 penyelenggaraan Konsultasi Publik di Desa Wadas pada 26 April 2018.

Pada 7 Juni 2018, Gubernur Jawa Tengah tetap mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 590/41 Tahun 2018 tentang Persetujuan Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Wonosobo Provinsi Jawa Tengah.

Surat tersebut diperpanjang pada 5 Juli 2020 dengan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 539/29 Tahun 2020 tentang Perpanjangan atas Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo dan Wonosobo Provinsi Jawa Tengah.

Pada surat keputusan tersebut Desa Wadas masuk dalam objek pembangunan Bendungan Bener. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah tidak mengindahkan aspirasi masyarakat Desa Wadas atas penolakan yang sudah dilakukan.

Partisipasi perempuan

Penolakan warga Wadas terhadap rencana penambangan batuan andesit terus berlangsung. Pada Kamis, 4 Maret 2021, dengan memperhatikan protokol kesehatan dan keselamatan, perwakilan ibu-ibu yang tergabung dalam Wadon Wadas melakukan audiensi dengan Kepala Polres Purworejo di Kantor Kepolisian Resor (Polres) Purworejo. Wadon Wadas yang diantar oleh anak dan suami menyampaikan beberapa poin.

Poin-poin itu di antaranya, Wadon Wadas secara tegas menolak pertambangan batuan andesit; mengharapkan agar penegak hukum dan pemangku kepentingan menghargai sipak warga Wadas yang menolak rencana pertambangan; dan mengingatkan agar penegakan hukum harus ditegakkan untuk memenuhi rasa keadilan.

Selain itu Wadon Wadas juga menolak stigma yang menyebut warga Wadas sebagai pihak yang melakukan ancaman dengan senjata tajam, serta mengingatkan bahwa daerah Wades dan sekitarnya adalah sumber penghidupan bagi warganya.

Sekitar sebulan kemudian, Wadon Wadas mengadakan audiensi dan diskusi terkait Pembangunan Bendungan Bener dengan BBWS Serayu Opak. Di kesempatan itu Wadon Wadas menyampaikan aspirasi penolakan atas rencana pertambangan batuan andesit di Desa Wadas. Karena dampak yang akan dihasilkan begitu membahayakan masyarakat Desa Wadas. Khususnya bagi Wadon Wadas.

Wadon Wadas berpendapat, mereka menggantungkan hidupnya dari hasil alam yang sangat melimpah. Mulai dari mengenyam besek, mengolah gula aren, bertani, mengolah perkebunan durian, kemukus, kelapa, hingga beternak merupakan sebagian kecil pemanfaatan alam oleh Wadon Wadas. Ancaman hilangnya mata air akibat penambangan batuan andesit juga membahayakan Wadon Wadas. Air sebagai kebutuhan pokok perempuan perlu diselamatkan. Jika air hilang, Wadon Wadas tidak bisa melakukan kegiatan ibadah, bersuci, dan mengerjakan pekerjaan rumah.

Mereka mendesak Mendesak BBWS Serayu Opak sebagai pemrakarsa untuk menerima segala masukan yang diberikan oleh Wadon Wadas, dan menuntut BBWS untuk tidak menjadikan Desa Wadas sebagai lokasi penambangan batuan andesit untuk bahan material pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Bener. Wadon Wadas meminta agar keputusan warga Wadas menolak penambangan batuan andesit dihormati.

Namun keluhan-keluhan penolakan warga Wadas seolah menabrak dinding. Pesetujuan Lokasi Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Pembangunan Bendungan Bener yang diterbitkan Ganjar Pranowo kembali diperpanjang lagi melalui Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/20 Tahun 2021 tertanggal 7 Juni 2021.

Menempuh jalur hukum

Warga Wadas sebelumnya juga sudah mencoba menempuh jalur hukum dengan menggugat Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/20 Tahun 2021 itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang. Namun gugatan itu ditolak oleh PTUN dengan Putusan Nomor 68 Tahun 2021. Tak patah arang, warga kemudian mengajukan upaya hukum Kasasi ke Mahkamah Agung pada 14 September 2021 lalu.

Ada beberapa alasan yang mendasari warga Wadas mengajukan gugatan ke PTUN Semarang. Salah satunya yakni, Izin Penetapan Lokasi cacat substansi karena tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Purworejo. Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo tidak mengandung Batuan Andesit sebagaimana Pasal 61 Peraturan Daerah Nomor Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Purworejo. Kecamatan Bener juga merupakan wilayah yang dikategorikan sebagai Rawan Bencana Longsor sebagaimana Pasal 42 Peraturan Daerah Kabupaten Purworejo Nomor 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Purworejo Tahun 2011-2031.