Pemerintah Siap Perluas Pungutan Pajak Karbon

Penulis : Tim Betahita

Lingkungan

Kamis, 24 Februari 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu mengatakan pemerintah akan memperluas sektor yang dipungut pajak karbon pada 2025 setelah peta jalan pajak karbon selesai disusun.

"Perluasan sektor akan dilihat yang harus sesuai dengan peta jalan pajak karbon yang saat ini sedang disusun. Komunikasi dan kolaborasi kami sangat erat dengan DPR dan disepakati bahwa perluasan sektor akan dilihat di sekitar tahun 2025," kata Febrio dalam Konferensi Pers APBN KiTa daring yang dipantau di Jakarta, Selasa 22 Februari 2022.

Pemerintah akan memungut pajak karbon yang dimulai dari sektor Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis Batu bara pada 1 April 2022 mendatang.

Pemungutan ini didasarkan pada aturan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Ilustrasi pembangkit listrik tenaga uap batu bara. Foto: Getty Images

Mekanisme pemungutan pajak didasarkan pada batas emisi atau cap and tax dengan tarif Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen untuk emisi yang melebihi batas yang telah ditetapkan.

Dalam mekanisme pengenaannya, wajib pajak dapat memanfaatkan sertifikat karbon yang dibeli di pasar karbon sebagai pengurangan kewajiban pajak karbonnya.

Febrio melanjutkan pemerintah akan memastikan pemungutan pajak karbon konsisten dengan upaya pemulihan ekonomi dari dampak COVID-19 dan pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC) untuk mengurangi emisi karbon.

Pemerintah juga sedang merancang Peraturan Pemerintah terkait peta jalan pajak karbon yang saat ini dalam tahap pengkajian.

"Dan akan dilakukan konsultasi publik dengan setiap kementerian dan lembaga pemerintah serta masyarakat yang terdiri dari peneliti, akademisi, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan lain-lain," katanya.

Menteri Sri: Penerapan Pajak Karbon Tunggu Kesiapan Industri

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati memastikan pengenaan pajak karbon akan dilakukan secara bertahap menunggu kesiapan dunia industri. Hal ini merupakan bagian strategis dari upaya Indonesia untuk mengurangi gas rumah kaca.

Rencana pengenaan pajak karbon tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang tengah dalam pembahasan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

"Implementasi pajak karbon akan dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan kesiapan sektor, keselarasan dengan penerapan perdagangan karbon dan juga pemulihan ekonomi pasca pandemi," ujar Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI. "Pajak karbon menjadi sinyal bagi perubahan perilaku atau changing behaviour para pelaku usaha menuju ekonomi hijau yang kompetitif serta sumber pembiayaan pemerintah bagi pembangunan berkelanjutan."

Adapun pemerintah telah mengusulkan pajak karbon atas emisi yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan dikenakan dengan tarif sebesar Rp 75 per kilogram CO2e (karbon dioksida ekuivalen).

"Penerapan pajak karbon perlu disinkronkan dengan carbon trading sebagai bagian dari roadmap green economy, harmonisasi dengan pajak berbasis emisi karbon seperti pajak bahan bakar dan skema PPnBM kendaraan bermotor, perlu memperhitungkan dampaknya terhadap industri dan ekonomi dengan timing dan roadmap yang jelas," ujarnya.

Deretan Negara yang Sudah Terapkan Pajak Karbon

Negara-negara di dunia telah lebih dulu memulai pajak karbon ini. Pada 1990, Finlandia menjadi negara pertama yang mengatur soal pajak karbon untuk mitigasi perubahan iklim. Finlandia mengenakan pajak sebesar €62.00 atau $73.02 per ton karbon dioksida (CO2)berdasarkan kandungan karbon dalam energi fosil.

Langkah tersebut kemudian disusul oleh negara-negara Uni Eropa. Mulai dari Polandia sebesar €0,07 atau US$0,08 hingga Swedia (€116,33 atau US$137 per ton emisi karbon).

Data Tax Foundation, saat ini sebanyak 19 negara Uni Eropa telah memberlakukan pajak karbon, termasuk Prancis, Estonia, Norwedia, Portugal, dan Spanyol. Besaran pajak bervariasi. Swedia juga menjadi negara dengan pajak karbon tertinggi di dunia.

Sementara itu di daratan Amerika, Kosta Rika dan Kolombia memberlakukan pajak yang disebut dengan tropical carbon tax. Kosta Rika memulai pada 1997, dengan memajaki sektor energi fosil sebesar 3,7%. Setiap tahun negara ini menerima US US$26,5 juta yang disimpan di National Forest Fund (FONAFIFO) untuk membiayai program perlindungan 1 juta hektare hutan primer dan reforestasi seluas 71.000 hektare.

Sementara itu, Kolombia mengenakan US$5 per ton karbon sejak 2016 dan menghasilkan US$250 juta selama tiga tahun terakhir. Dana tersebut disimpan di Colombian Peace Fund, dan 25% diperuntukkan bagi pengelolaan erosi pesisir, reduksi dan monitoring deforestasi, konservasi sumber daya air, proteksi ekosistem strategis dan penanganan perubahan iklim.

Menurut laporan Green Fiscal Policy Network, sejak diberlakukannya pajak karbon, terjadi penurunan laju deforestasi di Kolombia dan Kosta Riksa. Upaya pemulihan hutan menjadi lebih baik serta menghasilkan pendapatan bagi ekonomi masyarakat.