Masyarakat Indonesia Habiskan Rp 14,5 T Per Tahun untuk Air Tanah

Penulis : Kennial Laia

Lingkungan

Jumat, 25 Februari 2022

Editor :

BETAHITA.ID -  Masyarakat Indonesia menghabiskan sekitar Rp 14,5 triliun setiap tahun untuk memenuhi kebutuhan air minum dari air tanah (sumur). Temua ini menunjukkan, masih banyak yang kesulitan akses meski air bersih merupakan kebutuhan dasar.

Survei Kementerian Kesehatan pada 2020 menyebut dari total jumlah rumah tangga di Indonesia, hanya 12% yang mampu mengakses air minum yang bersih dan aman.

Pemerintah Indonesia saat ini mengupayakan air minum melalui jaringan air minum perpipaan. Meski demikian, hingga saat ini hanya satu dari lima orang yang terhubung akses tersebut.

Di sisi lain, tidak semua masyarakat pengguna air perpipaan mengonsumsinya. Hanya setengah (1 dari 10 orang) menggunakannya sebagai air minum. Sementara itu setengah lainnya menggunakan air minum kemasan atau isi ulang. 

Ilustrasi air bersih. Foto: yasiindo.org

Alasannya beragam, mulai dari bau, penampilan, dan rasa. Bagi kaum yang kedua ini, air perpipaan lebih cocok digunakan untuk mandi dan mencuci.

Sementara itu, Satu dari tiga penduduk Indonesia bergantung pada air minum swasembada, tanpa bantuan dari pemerintah maupun swasta. Akibatnya, warga harus mengeluarkan uang untuk memperoleh air minum dari air tanah (swasembada air minum). 

Menurut riset yang diterbitkan di The Conversation, akumulasi pengeluaran rumah tangga untuk pemenuhan kebutuhan air minum di Indonesia mencapai Rp 14,5 triliun setiap tahun. Biaya ini termasuk pengeboran tanah, pembuatan sumur, investasi pompa, biaya listrik operasional pompa dan pemeliharaan.

Namun risiko pencemaran air tidak luput walau masyarakat sudah merogoh kocek. Tim peneliti dari Universitas Indonesia, University of Technology Sydney, dan Institute for Sustainable Futures menemukan bahwa pasokan air swasembada di kota Bekasi, Jawa Barat dan Metro, Lampung, tercemar bakteri E. coli.

Menurut para peneliti, lebih dari setengah atau 59% pasokan air di Bekasi tercemar bakteri E. coli. Sementara kota Metro memiliki 71,5% air mengandung mikroorganisme yang sama.

“(Ini-red) menjadi indikator bagi kehadiran mikroorganisme patogen yang dapat menyebabkan diare,” tulis para peneliti.

Temuan tersebut berbeda jauh dari Kementerian Kesehatan yang sebelumnya menyatakan 7 dari 10 rumah tangga Indonesia mengonsumsi air minum tercemar. Pemerintah memperkirakan kontaminasi feses pada air minum mencapai 70%.

Para peneliti menyerukan agar pemerintah membuat kabijakan yang melindungi pengelolaan sumber air, termasuk air tanah sebagai sumber utama swasembada. Sementara itu, untuk mengurangi risiko kesehatan, diperlukan edukasi dan promosi kepada masyarakat dalam mengolah air minum, misalnya dengan cara merebus.