Komnas HAM Temukan Tindak Kekerasan Polisi Kepada Warga Wadas

Penulis : Aryo Bhawono

Hukum

Jumat, 25 Februari 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) temukan tindak kekerasan dan pengabaian hak warga terkait kasus kekerasan di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah pada 8 Februari 2022 lalu. Kekerasan terjadi ketika polisi membanjiri desa dengan pasukan ketika melakukan pengukuran.

Dikutip dari Republika, Komisioner Komnas, Beka Ulung Hapsara, menyebutkan kekerasan dilakukan dengan penggunaan kekuatan berlebihan oleh Polda Jawa Tengah saat pengukuran lahan di Desa Wadas kala itu. 

"Ini ditandai dengan pengerahan personel dalam jumlah besar dan adanya tindakan kekerasan dalam proses penangkapan," ujar Beka dalam jumpa pers di Komnas HAM pada Kamis (24/2/2022). 

Polisi sendiri mengaku mengerahkan sekitar 250 personel untuk melakukan pengawalan pengukuran tanah atas lahan yang akan dijadikan tambang quarry pembangunan Bendungan Bener. Namun menurut pengakuan warga sebelumnya jumlah aparat yang datang mencapai ribuan. 

Salah seorang warga (belum diidentifikasi) dikepit dua orang tidak berseragam. Salah seorang polisi (kiri) ikut berjalan mengiringi. Foto: Tangkapan layar video @wadas_melawan/Betahita

Sebagian besar warga menolak pengukuran karena tak mau tanahnya ditambang. Komnas HAM menyayangkan pengabaian hak perlindungan warga Wadas dalam mempertahankan lingkungan dan kehidupannya. Sikap penolakan warga atas penambangan andesit harusnya tetap dihargai dan tidak disikapi aparat kepolisian secara berlebihan.

"Adanya pelanggaran atas hak memperoleh keadilan dan hak atas rasa aman masyarakat. Terhadap sejumlah warga yang menolak, terjadi tindakan penangkapan disertai kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian dalam tugas pengamanan pengukuran tanah pada 8 Februari 2022 di Wadas," ucap Beka.

"Masih terdapat pengabaian atau tidak dipenuhinya hak warga yang ditangkap oleh kepolisian," lanjut Beka.

Selain itu, Komnas HAM menemukan pengabaian hak anak untuk diperlakukan berbeda dengan orang dewasa saat berhadapan dengan proses hukum atau penangkapan. Anak-anak tersebut justru lolos dari jaminan untuk tidak menyaksikan dan mengalami tindakan berlebihan aparat kepolisian.

Sebelum kekerasan itu terjadi, terdapat pengabaian hak Free and Prior Informed Consent (FPIC), yakni hak masyarakat memberikan atau tidak memberikan persetujuan mereka atas setiap proyek batuan andesit. Apalagi bila proyek itu berpotensi menimbulkan dampak terhadap lahan, mata pencaharian, dan lingkungan.

Komnas HAM juga menyoroti minimnya sosialisasi dari pemerintah dan pihak pemrakarsa Bendungan Bener tentang rencana proyek beserta dampaknya. "Tidak adanya partisipasi menyeluruh masyarakat menjadi pemicu ketegangan antarwarga maupun warga dengan pemerintah," kata Beka dalam konferensi pers hasil penyelidikan Komnas HAM soal insiden Wadas pada Kamis (24/2/2022).

Akibatnya, Komnas HAM menemukan masyarakat Wadas mengalami kerenggangan. Hal ini akibat masyarakat terbagi atas kelompok warga yang mendukung penambangan andesit dan sebaliknya. 

"Dampak peristiwa pada 8 Februari 2022 di Desa Wadas, masyarakat mengalami luka fisik dan traumatik, khususnya perempuan dan anak-anak yang menjadi pihak paling rentan," tutur Beka.

Amnesty International Indonesia mendesak pemerintah untuk menyelidiki dan menindak penggunaan kekerasan berlebihan atas temuan Komnas HAM ini. Menurut mereka temuan Komnas HAM menguatkan apa yang disuarakan oleh organisasi masyarakat sipil, yakni pemerintah melakukan pemaksaan rencana penambangan dan menggunakan kekuatan berlebihan.

“Komnas HAM menemukan bahwa kekerasan antara lain terjadi saat aparat menangkap paksa warga yang menolak tambang. Catatan ini semakin menegaskan bahwa aparat masih belum memiliki itikad baik dalam menanggapi protes damai warga,” tulis Amnesty International Indonesia dalam keterangan pers.

Peristiwa Wadas kian memperpanjang daftar kekerasan terhadap pembela hak masyarakat adat dan aktivis lingkungan. Sepanjang 2021 setidaknya 44 orang pembela hak masyarakat adat dan aktivis lingkungan yang menjadi korban serangan, baik berupa penangkapan, kekerasan fisik, hingga intimidasi.