Anak Perusahaan Harita Group Terobos Lahan Warga

Penulis : Aryo Bhawono

Tambang

Rabu, 02 Maret 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Anak perusahaan Harita Group, PT Gema Kreasi Perdana (GKP), menerobos lahan warga di Roko-Roko Raya, Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara. Penerobosan ini sudah terjadi berulang kali dan menjadi biang kemarahan warga.

Alat berat, ekskavator, milik perusahaan merangsek ke lahan milik warga yang menolak pertambangan, La Dani, sekitar pukul 14.00 WITA pada Selasa (1/3/2022). Kehadiran ekskavator ini mendapat perlawanan warga. Mereka kemudian mundur menuju Sungai Tamo Siu-Siu.

Menurut keterangan warga, alat berat milik PT GKP berencana masuk melalui badan sungai Tamo Siu-Siu menuju lahan yang sebelumnya sudah dibebaskan. Namun, warga kembali melakukan penghadangan, sebab sungai ini sebagai salah satu sumber air warga untuk konsumsi. 

Perlawanan yang terus dilakukan warga membuat pihak perusahaan kembali menyasar lahan milik La Dani, lalu secara paksa melakukan penerobosan. Akibatnya pagar pembatas lahan yang dibangun warga dan tanaman jambu mete rusak.

Penghadangan ekskavator milik Anak perusahaan Harita Group, PT Gema Kreasi Perdana (GKP), yang menerobos lahan warga di Roko-Roko Raya, Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara.

Aksi penerobosan PT. GKP ini justru mendapat pengawalan ketat dari polisi dan tentara. Mereka berkali-kali melakukan penerobosan. Pada Juli 2019 mereka menerobos lahan milik Marwah; lalu di hari lain mereka menerobos lahan Idris, dan pada Agustus 2019 penerobosan dilakukan di Amin, Wa Ana, dan Labaa (Alm). 

Ironisnya, laporan warga atas nama Idris terkait penerobosan lahan oleh PT GKP ke Polres Kendari pada Rabu, 14 Agustus 2019 belum ditindaklanjuti hingga penerobosan kembali terjadi hari ini. 

Adapun La Dani, warga pemilik lahan yang diterobos oleh PT GKP hari ini, merupakan salah satu warga yang sejak awal menentang tambang masuk di Pulau Wawoni. Ia bersama warga penolak tambang lainnya, Hastoma dan Hurlan, ditangkap polisi pada Senin (24/01/22) lalu. 

Ketiganya termasuk ke dalam 28 warga yang telah dilaporkan ke polisi pada 23 Agustus 2019 lalu oleh pihak perusahaan dengan tuduhan yang dugaan Tindak Pidana Perampasan Kemerdekaan Terhadap Seseorang.

Namun polisi justru tak berbuat apa-apa terhadap aksi penerobosan yang dilakukan perusahaan. Padahal warga sudah berkali-kali dirugikan karena tanamannya rusak. Selain itu mereka juga mengalami intimidasi, kekerasan, dikriminalisasi, hingga mendekam di penjara.

Warga dan Koalisi LSM yang melakukan pendampingan mendesak Kapolda Sulawesi Tenggara, Kapolres Kendari, dan Panglima TNI untuk segera tarik seluruh aparat kepolisian dari lokasi. Seluruh polisi dan tentara yang terlibat dengan pengawalan PT. GKP harus ditindak tegas. 

Pendampingan warga atas kasus ini dilakukan beberapa LSM seperti KontraS, YKBHI, Kiara, dan LBH Makassar. 

“Kami mendesak Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melakukan investigasi atas dugaan tindak kejahatan kemanusiaan yang dilakukan PT GKP dan aparat kepolisian di Sulawesi Tenggara,” ucap Kepala Divisi Hukum Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Muhammad Jamil melalui rilis pers.

Selain itu mereka juga mendesak Menteri ESDM untuk segera hentikan aktivitas PT GKP, mengevaluasi operasi dan mencabut izin IUP.